Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti kena OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap perizinan apartemen Royal Kedhaton di dekat Malioboro Jogja. Selain Haryadi, ada tiga tersangka lainnya.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman mengatakan OTT HS ini menegaskan bahwa problem Yogya itu nyata. Termasuk bahwa dugaan adanya korupsi itu nyata.
"Meskipun kita masih harus tetap menunggu persidangan HS ini hingga putusan dan berkekuatan hukum tetap. Tanpa bermaksud untuk mendahului persidangan ya menurut saya OTT ini menjadi bukti bahwa selama ini pembangunan di Yogya ini sarat masalah ya dan salah satu masalahnya adalah korupsi," kata Zaenur kepada wartawan, Sabtu (4/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan OTT ini bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus korupsi lainnya. Sebab, ini merupakan OTT pertama KPK yang menjerat kepala daerah di Jogja.
Selain itu, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir pembangunan di Jogja begitu masif. Tentu hal ini bisa jadi celah untuk masuknya korupsi lewat suap perizinan.
"Menurut saya OTT ini harus menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mereview mendalami, mengkaji, meneliti, segala macam bentuk pembangunan di Yogya yang sangat masif," ucapnya.
"Ya pembangunan yang bisa dikatakan jorjoran atau gila-gilaan itu ya sejak awal ada dugaan bahkan dugaan itu sudah dilaporkan kepada KPK bahwa perizinan banyak yang bermasalahan. Perizinan banyak yang diduga diiringi dengan adanya dugaan pelanggaran-pelanggaran hukum," sambungnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, kasus OTT HS ini tidak boleh berhenti. Kasus ini, kata Zaenur, merupakan kasus yang strategis. Karena di Jogja laporan kasus yang masuk ke KPK itu jumlahnya puluhan laporan.
"Jadi KPK itu memegang puluhan laporan kasus dari Yogya baik itu Kota maupun kabupaten lainnya. Itu sudah ada itu laporan-laporan yang masuk ke KPK. Jadi kasus HS ini harus menjadi titik awal bagi KPK," ucapnya.
Di sisi lain, Zaenur melanjutkan, jika membandingkan nominal barang bukti, dalam kasus ini memang relatif kecil. Namun, dari kasus ini Zaenur berharap bisa mengungkap kasus lain.
Apalagi jika menyangkut perizinan, dia yakin akan banyak kasus suap yang terbongkar. Bukan hanya di kota saja, namun bisa merembet ke kabupaten lain di Yogya.
"Memang kalau kita lihat dari nilai barang bukti, OTT HS ini barang buktinya masih relatif kecil untuk kasus korupsi. Tapi ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengembangkan ke kasus-kasus lain, perizinan-perizinan lain," ujarnya.
"Dan kalau itu dibongkar perizinan-perizinan lain saya pikir tidak hanya terbatas pada Kota Jogja tapi juga kepada kabupaten lain di DIY. Sehingga ini KPK seharusnya bisa mengembangkan ke arah sana," sambungnya.
Untuk diketahui, Haryadi Suyuti ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (2/6) dan ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (3/6). KPK menyebut Haryadi terlibat kasus suap perizinan pendirian apartemen Royal Kedhaton di dekat Malioboro Jogja.
Dalam OTT tersebut, penyidik KPK juga menyita sejumlah barang bukti berupa pecahan mata uang asing senilai USD 27.258 dan dokumen. Selain Haryadi, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Jogja Nurwidhihartana, serta Triyanto Budi Yuwono selaku sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi, dan pihak pengembang Vice President Real Estate PT SA Tbk Oon Nusihono sebagai tersangka.
Pengembang Apartemen Royal Kedhaton di Malioboro adalah PT Summarecon Agung atau KPK menyebutnya sebagai PT SA Tbk. Ada pula PT Java Orient Property (PT JOP) yang merupakan anak usaha dari PT SA Tbk.
Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk, Adrianto P Adhi, menanggapi perihal kasus hukum ini. "Tetap menghargai proses hukum yang tengah berlangsung di KPK," kata Adrianto P Adhi kepada wartawan.
(aku/aku)