Klaster Sekolah Bermunculan di Jogja, Ini Saran Epidemiolog UGM soal PTM

Klaster Sekolah Bermunculan di Jogja, Ini Saran Epidemiolog UGM soal PTM

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Sabtu, 19 Feb 2022 12:51 WIB
Ilustrasi siswa atau sekolah
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/GlobalStock)
Sleman -

Klaster penularan COVID-19 di sekolah bermunculan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan kondisi tersebut, perlukah Kota Pelajar ini kembali melakukan pembelajaran daring?

Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama mengatakan pembelajaran tatap muka (PTM) bisa dilakukan dengan mitigasi bertahap. Maksudnya, hanya di kelas yang ditemukan penularan saja yang dilakukan penutupan sementara kelas lain bisa melakukan PTM seperti biasa.

"Kalau bicara PTM memang tidak harus tutup semua, asal sekolahnya patuh. Kalau ada yang sakit tidak boleh masuk, kemudian satu kelas (yang terjadi kasus positif) itu diliburkan," kata Bayu saat dihubungi detikJateng, Sabtu (19/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang perlu ditekankan, lanjut Bayu, banyak kejadian positif yang ditemukan saat PTM disebabkan oleh kurangnya pemahaman sekolah. Harusnya jika ada siswa maupun guru yang bergejala atau sedang sakit tidak boleh ke sekolah dulu.

"Salah satu faktor risiko lainnya yakni saat makan. Itu kan pasti buka masker. Kalau makan sebisa mungkin di ruangan terbuka dan berjarak," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Kejujuran siswa dan guru, lanjut Bayu, juga harus dikedepankan. Sekolah diminta selalu memonitor kondisi di rumah siswa atau guru apakah ada anggota keluarga yang sakit atau tidak.

"Karena kan kontak erat. Dia nggak boleh masuk (sekolah) sampai terbukti tidak menular atau dites dulu. Asal itu bisa dijaga prokes dan disiplin itu sekolah tidak harus tutup," jelasnya.

Pemerintah saat ini juga terus menggencarkan vaksinasi untuk anak agar PTM bisa berjalan lancar. Walaupun masih ada anak yang belum mendapatkan vaksin dosis lengkap atau dua kali vaksin.

Akan tetapi, Bayu menilai hal ini bukan jadi masalah untuk PTM. Selama guru dan sebagian siswa sudah divaksin lengkap, menurut Bayu hal ini bisa melindungi mereka yang belum vaksin dari risiko penularan. Plus, penerapan protokol kesehatan ketat di sekolah.

"Vaksin anak kan juga baru dan ada yang baru satu vaksin. Sebenarnya dimaklumi, anak itu belum vaksin lengkap tetap masuk, asal gurunya vaksin lengkap dan keluarganya sudah vaksin lengkap. Kalau anak belum vaksin protokolnya dipatuhi," katanya.

Oleh karena itu, Bayu merekomendasikan hanya menutup kelas tertentu saja sembari segera melakukan tracing. Namun, jika ditemukan penularan yang meluas baru sekolah itu ditutup. Dia pun meminta sekolah-sekolah untuk memperketat pengawasan.

"Setiap kelas jika interaksinya dibatasi cukup ditutup satu kelas saja. Baru kalau ditemukan melebar, misalnya separuh dari total kelas yang ada kasus ya sekalian satu sekolah tutup," pungkasnya.




(aku/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads