PT Pertamina Patra Niaga Jawa Tengah (Jateng) membuat gebrakan baru bersama Bank Indonesia dengan menyediakan teknologi pembayaran digital lewat QRIS. Program ini bakal dilaksanakan di seluruh pangkalan LPG di Kota Semarang, demi mempermudah pelanggan dan memastikan harga LPG yang dijual sesuai HET.
Di salah satu gang di Kelurahan Pekunden, Semarang Tengah, berdiri pangkalan LPG sederhana dengan papan nama 'Pangkalan Budiningsih Kromopawiro'. Pemiliknya, Budiningsih (69), tengah mengarahkan pelanggan untuk membayar LPG seharga Rp 18 ribu dengan QRIS.
Meski usianya tak lagi muda, semangatnya untuk belajar hal baru tak pernah padam. Didampingi anaknya, ia menjelaskan bahwa gas yang dibeli dari pangkalannya itu kini bisa dibayar menggunakan QRIS melalui ponsel pelanggan.
"Awalnya ya bingung. Wong pelanggan saya banyak yang sepuh, masih biasa bayar tunai," kata Budi, sapaan akrabnya, saat ditemui detikJateng di pangkalannya, Rabu (8/10/2025).
Di balik kacamata merahnya, matanya menyusuri layar ponselnya yang memperlihatkan bahwa uang Rp 18 ribu dari pelanggannya itu sudah masuk dan tercatat di aplikasi mobile bankingnya.
"Kemarin ada yang tanya, 'Bu, bisa pakai QRIS?' Akhirnya dari situ saya pasang QRIS juga. Saya rasa ingin tahunya tinggi, jadi saya mau belajar ini bagaimana caranya," tuturnya.
Budi sendiri sudah mengelola pangkalan gas sejak 2007, sejak masa transisi dari minyak tanah ke LPG. Dalam sehari, ia bisa melayani puluhan pelanggan, kebanyakan ibu rumah tangga di sekitar kampungnya.
"Yang sering pakai QRIS itu anak-anak muda, yang sudah pegang HP dan m-banking. Kalau orang tua-tua ya masih sukanya bayar pakai uang. Tapi ya saya senang juga ada QRIS, jadi nggak repot nyediain uang kembalian," ujarnya sambil terkekeh.
Bagi Budiningsih, perubahan ini bukan sekadar soal teknologi, tapi juga soal pelayanan. Ia bercerita sering mengantar tabung gas ke rumah pelanggan lansia atau difabel, tanpa biaya tambahan.
"Kasihan, ada yang sudah sepuh, nggak bisa jalan. Ya saya antar sendiri," katanya.
Baginya, QRIS bukan hanya soal kemudahan, tapi tentang menjaga kepercayaan pelanggan di tengah perubahan zaman.
"Namanya usaha kecil, yang penting pelanggan senang. Kalau sekarang mereka maunya pakai QRIS, ya saya ikut aja," ucapnya.
Senyum Budi mengembang usai pelanggannya bisa membeli gas dari pangkalannya. Di balik wajahnya yang keriput, ada semangat untuk terus belajar, bahkan dari layar kecil ponselnya.
Maisya Feriani (18), penjual kopi yang tinggal tak jauh dari pangkalan itu, jadi salah satu pelanggan pertama yang mencoba membayar LPG pakai QRIS. Ia mengaku baru pertama kali membeli LPG menggunakan QRIS.
"Unik sih, baru pertama kali beli gas pakai QRIS. Biasanya beli pakai cash, tapi lihat ada barcode QRIS jadi pakai QRIS saja. Karena praktis banget, nggak perlu ke ATM dulu. Tinggal scan, beres," kata Maisya.
Perempuan yang dulunya bekerja di perusahaan asuransi dan kini membuka kafe itu mengaku transaksi digital membuat hidupnya lebih mudah, apalagi di tengah rutinitas kerjanya.
"Kadang saldo di rekening aja yang ada, nggak ada cash. Jadi enak kalau semua tempat, termasuk pangkalan gas, sudah bisa pakai QRIS," ucapnya.
Upaya mempermudah ini memang tak semua pangkalan langsung bisa menyesuaikan. Mujiono (70), pemilik pangkalan lain di kawasan Pekunden, mengaku baru mencoba pembayaran QRIS di lapaknya semingguan ini.
"Baru dicoba kemarin. Kalau pakai QRIS ini uang kam masuk ke bank, jadi lebih aman, nggak perlu simpan uang tunai di rumah," jelasnya.
Bagi sebagian pelaku usaha kecil, tantangan terbesar bukan menolak digitalisasi, tapi belajar menyesuaikan diri. Sinyal internet, literasi digital, hingga kebiasaan pelanggan masih jadi pekerjaan rumah.
"Saya masih harus belajar lagi soal ini, kalau istri saya nggak bisa mengoperasikannya. Biasanya dibantu anak saya. Tapi nggak apa-apa untuk mempermudah," tuturnya.
Sementara itu, Area Manager Communication & Relation Pertamina Patra Niaga Regional Jateng-DIY, Taufik Kurniawan mengatakan, program pembayaran LPG lewat QRIS adalah bagian dari kerja sama antara Pertamina dan Bank Indonesia.
"Tujuannya paling utama menjamin ketepatan harga subsidi sesuai dengan HET, karena kadang-kadang LPG bisa melambung sampai harga Rp 30-40 ribu. Dengan transisi ke pembayaran digital melalui QRIS ini, harapannya ketepatan harga LPG sesuai HET bisa dijamin," jelas Taufik.
Dengan sistem QRIS, kata Taufik, uang pembelian pun langsung masuk ke rekening pangkalan tanpa potongan biaya administrasi dan tanpa risiko salah hitung kembalian.
"Karena ini barang subsidi, MDR-nya (Merchant Discount Rate) dibulatkan 0 persen sehingga memudahkan pangkalan LPG untuk bebas dari biaya fee yang dipungut dari perbankan," tuturnya.
Saat ini, uji coba dilakukan di 3.393 pangkalan se-Kota Semarang, dengan rata-rata 87 ribu transaksi per hari. Ke depan, pihaknya akan mengevaluasi program pengadaan QRIS untuk pangkalan LPG.
"Nominal transaksinya mencapai Rp 1,5 miliar rupiah untuk di Kota Semarang saja. Kita ingin tahu pola tipologi konsumen seperti apa?" terangnya.
"Apakah mereka ramah menggunakan QRIS, ada nggak yang menyulitkan mereka, ketika pola ini sudah settle, setelah uji coba ini akan kita perluas biar menghadirkan jaminan harga," sambungnya.
Pertamina pun melihat pembayaran QRIS bukan hanya menjadi inovasi pembayaran, tapi juga tentang bagaimana teknologi bisa menyentuh kehidupan paling sederhana, mulai dari ibu-ibu penjaga pangkalan, hingga anak muda yang beli gas buat rumahnya.
Simak Video "Video: Yeay! QRIS Kini Bisa Dipakai di Jepang"
(aku/apl)