Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, menyebut perkara dugaan korupsi yang menjeratnya tak lepas dari situasi politik menjelang Pilkada 2024. Ia mengaku sempat dapat rekomendasi dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri untuk kembali maju jadi Cawalkot Semarang.
Hal ini ia sampaikan Ita dalam pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.
"Sebagai wali kota di fase yang mendekati tahun 2024 adalah hal yang mengagetkan karena ada kejadian yang luar biasa. Perkara ini muncul karena sudah terisi konstelasi politik pada saat itu," kata Ita di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (6/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia merasa telah dicap sebagai pelaku kejahatan besar tanpa ada pengakuan terhadap segala pengabdiannya selama memimpin Kota Semarang.
"Saya sudah dicap sebagai orang yang sangat luar biasa melakukan kejahatan, tanpa pernah ada kebaikan sedikitpun yang telah saya berikan kepada masyarakat. Digambarkan seolah-olah kemarau setahun sirna oleh hujan sehari," tuturnya sambil menahan tangis di hadapan Majelis Hakim.
Menurut Mbak Ita, penyelidikan terhadap dirinya dilakukan terlalu cepat dan bertepatan dengan tahun anggaran yang bahkan belum selesai diproses.
"Kalau dipikir, pada akhir Desember 2023 belum selesai proses-proses tahun anggaran, tapi penyelidikan dari tim KPK sudah ada di sini," katanya.
"Di sisi lain elektabilitas saya saat itu tertinggi di Kota Semarang. Saya sudah diperingatkan berbagai pihak untuk mundur dari pencalonan. Tapi karena ada penugasan dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Bu Megawati Soekarnoputri, saya kembali diminta untuk mencalonkan Wali Kota Semarang," lanjutnya.
Mbak Ita menyebut, dirinya telah mendapat rekomendasi dari Ketua Umum PDIP, Megawati. Tapi menjelang mendapatkan rekomendasi, dirinya justru ditetapkan sebagai tersangka.
"Dan saya dijadikan tersangka menjelang mendapatkan rekomendasi. Dan saat itu juga saya langsung menyampaikan kepada Ibu Mega bahwa saya tidak jadi mencalonkan dan siap untuk tidak mendapatkan rekomendasi," katanya.
"Ini yang mungkin masyarakat tidak tahu, seolah-olah karena saya tersangka saya tidak dapat rekomendasi. Tetapi sebenarnya saya tetap diminta oleh Ibu untuk maju tetapi saya tahu diri sehingga saya tidak mau maju menjadi calon wali kota," lanjutnya.
Ita juga sempat menyampaikan rasa terima kasih kepada Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, atas semangat dan dukungan moril yang terus diberikan selama proses hukum berjalan.
"Kepada Ibu Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Megawati Soekarnoputri, menghaturkan matur nuwun yang tidak terhingga. Saya memohon maaf dari lubuk hati atas semua yang terjadi. Tetapi saya masih semangat atas semua pesan Ibu agar saya bisa berkarya di mana pun," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, JPU dari KPK, Rio Vernika mengungkap adanya uang 'iuran kebersamaan' dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang untuk Mbak Ita dan Alwin. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.
"Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran 'iuran kebersamaan'," kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Senin (21/4).
Ia menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.
"Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.
Adapun, uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu sendiri merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'. Awalnya, iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.
Permintaan penyisihan uang iuran kebersamaan yang disampaikan Mbak Ita kemudian disepakati para kepala bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.
Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana 'iuran kebersamaan'.
"Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang, namun Terdakwa I menyampaikan kalimat 'ngko sik' (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang," paparnya.
(rih/apl)