Sidang kasus dugaan perundungan di PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) mengungkap isi chat Terdakwa Zara Yupita Azra yang bernada ancaman terhadap angkatan dr Aulia Risma, mahasiswa PPDS Anestesi Undip yang telah meninggal. Ia pernah mengancam akan mempersulit hidup dr Aulia.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Djohan Arifin di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang ini beragendakan pemeriksaan saksi mahkota.
Zara diperiksa sebagai saksi untuk Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan, dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan karena memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika membacakan isi pesan dari grup WhatsApp yang pernah dikirimkan Zara. Dalam pesan yang ditujukan kepada angkatan 77 PPDS Anestesi Undip, Zara mengancam akan mempersulit hidup para juniornya itu.
"'Sudah pada pintar sampai berani nggak respon. 4 tahun kalian sama aku. Kalian senggol aku, kalian respon masih jelek. Kupersulit hidup kalian selama masih di anastesi'," kata Sandhy membacakan chat Zara di PN Semarang, Rabu (6/8/2025).
Ia mengancam jika dirinya dan residen angkatan 76 lainnya mendapat hukuman karena tugas angkatan 77 yang tidak beres, maka ia akan mempersulit hidup angkatan 77.
"Ku persulit hidupmu sampai kamu keluar dari anastesi. Sampai bulan depan full biru satu bulan, semua mati nggak hanya Risma," ungkapnya.
Sandhy lantas bertanya apakah itu benar isi pesan teks yang dikirimkan Zara. "Ini benar yang Anda sampaikan? Bisa jelaskan konteksnya secara umum saja?," tanya Sandhy.
Zara membenarkan isi pesan tersebut. Ia mengatakan, pesan itu dikirimnya karena angkatan dr Aulia yang sering melakukan kesalahan.
"Ya, secara umumnya memang pasti waktu itu kondisinya saya semester 2 dan adik-adik saya sudah masuk semester 1-nya angkatan 77, yaitu Almarhum sama angkatannya. Almarhum dan angkatannya itu semuanya banyak yang melakukan kesalahan, nggak semuanya. Kebanyakannya melakukan kesalahan yang sudah berulang kali," tutur Zara.
"Kami sudah ajarin berulang kali dengan cara yang baik, tapi masih juga salah, salah, salah, salah. Setiap hari sampai kami bergantian dapat hukuman kakak-kakak angkatan kami," lanjutnya.
Ia menegaskan, kesalahan angkatan 77 sudah terlampau banyak. Karena dirinya juga mendapat hukuman dari seniornya, lanjut Zara, kalimat itu pun keluar dalam kondisi marah dan tekanan mental tinggi.
"Angkatan saya juga kena hukum bertubi-tubi. Saya marah, itu hanya ucapan saya saat marah, tapi saya tidak ada maksud untuk mematikan. Tidak. Maksudnya kalau kalian capek, kami juga capek menanggung masalah kalian," kata dia.
Jaksa Sandhy juga sempat menanyakan soal kondisi emosionalnya saat menjadi mahasiswa dan kerap dimarahi senior. Zara mengaku dirinya trauma
"Saya ada trauma sih. Kondisinya kita jam kerja panjang, beban kerja tinggi. Jadi kalau saya seperti itu, saya lelahnya luar biasa," kata Zara.
"Capeknya luar biasa. Ditekan secara emosional. Pasti yang keluar kan nggak mungkin sesuatu yang bagus," lanjut Zara sambil menangis.
Kendati demikian, Zara mengaku tak ada mahasiswa yang menyampaikan hal tersebut kepada Kepala Program Studi, yakni Terdakwa Taufik Eko Nugroho.
"(Terdakwa Taufik tahu?) Saya tidak tahu," ungkapnya.
Zara menjelaskan, di PPDS Anestesi Undip, kesalahan dari junior otomatis menjadi tanggung jawab senior satu tingkat di atas. Hal itu membuat senior juga harus menerima hukuman.
Selengkapnya di halaman berikutnya:
"Hukumannya untuk semester 2 biasanya paling sering tambah jaga dan jaga full tiap harinya, atau last man (keluar terakhir), atau menanggung pekerjaan semester 1 kalau tidak beres," tuturnya.
"Biasanya dari senior meminta untuk membereskan adik-adik, artinya dikumpulkan, dievaluasi bersama, itu mengurangi istirahat kami, jadi sama-sama dihukum," lanjutnya.
Ia juga mengaku sempat memarahi adik tingkatnya, termasuk mendiang Aulia, tapi ia membantah telah melakukan kekerasan verbal berlebihan.
"Jujur saya nggak pernah marah-marah, teriak. Emang ngomongnya kasar, 'jangan diulangi lah, jangan bodoh, jangan goblok'. Kalau laki-laki mungkin ada yang marah-marah," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.