Kuasa hukum eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita, Erna Ratnaningsih, mencecar Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Syarifah, soal iuran kebersamaan tahun 2024.
Syarifah merupakan salah satu saksi yang dihadirkan dalam sidang kasus dugaan korupsi Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang hari ini.
Dalam sidang itu, Erna mencecar Syarifah seputar dana iuran kebersamaan yang terkumpul pada 2022-2024. Erna membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Syarifah yang menyebutkan rincian iuran kebersamaan Bapenda yang terkumpul pada 2022-2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erna lalu menanyakan kenapa hasil pengumpulan iuran kebersamaan tahun 2024 cukup besar, mencapai Rp 1,2 miliar.
"April 2024, uang kebersamaan yang terkumpul sekitar Rp 1,2 miliar. Apakah ini benar? Saudara Syarifah, ini BAP Saudara. Ini bener nggak keterangan Saudara? Karena Saudara bisa kena sanksi pidana," kata Erna di Pengadil Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025).
Erna menanyakan kenapa hasil iuran itu lebih banyak dibanding 2023 yang sejumlah Rp 1,1 miliar. Menurut Syarifah, awalnya memang sempat ada aspirasi dari pegawai untuk piknik ke luar negeri.
"Karena kita untuk rencana piknik, teman-teman menyampaikan bahwa pikniknya tidak ke Bali atau ke Bandung tetapi merencanakan piknik ke luar negeri," jawab Syarifah.
Syarifah menambahkan, iuran tersebut digunakan tidak hanya untuk piknik, tapi juga untuk kegiatan seperti pengajian, santunan kematian, uang saku umrah dan haji, serta program kesejahteraan non-ASN.
"2024 itu teman-teman menyampaikan harus ada undian umroh. Kami laksanakan umrah. Setiap yang pergi umrah kami kasih uang saku. Jadi 2024 ini kesejahteraannya benar-benar untuk pegawai. Jadi dari pegawai untuk pegawai," ujar dia.
Saat ditanya soal catatan keuangan, Syarifah mengakui bahwa tidak semua penggunaan dana itu tercatat secara rinci. Dia bilang rencana piknik ke Bali tahun 2022 dialihkan ke Jogja. Sementara rencana piknik ke Singapura pada 2023 dialihkan ke Bandung.
"Kemarin kita alihkan pikniknya ke Bandung. (Uangnya masih ada?) Tidak ada. (Habis?) Iya," ucapnya.
Sebelumnya, saat memberikan kesaksian, Syarifah mengaku dari iuran kebersamaan itu ia pernah memberikan uang ke Mbak Ita dan Alwin. Syarifah mengaku mendapat perintah dari Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari, untuk menyerahkan uang Rp 300 juta kepada Ita.
"Nominalnya Rp 300 juta, berbentuk uang tunai, dibungkus pakai kertas kado. Setiap menyerahkan, saya mendampingi Bu Iin untuk menyampaikan. (Diserahkan) Di triwulan akhir Desember 2022, triwulan 1, 2, 3 di 2023. Semua nominalnya 300," kata Syarifah di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025).
Permintaan dana dari Mbak Ita disebut disampaikan dalam rapat tertutup para kepala bidang. Saat itu para pejabat disebut kaget karena tidak ada anggaran resmi.
"Saat itu kami kaget, bilang 'mau diambilkan uang dari mana, Bu?'. Kata Mbak Iin 'coba direng-reng, karena kita tidak punya uang dari APBD, coba dari iuran kebersamaan'," jelasnya.
Akhirnya, para pegawai sepakat untuk memberikan uang sebesar Rp 300 juta ke Mbak Ita dari iuran kebersamaan. Angaran yang awalnya direncanakan untuk piknik ke Bali pun akhirnya dialihkan ke Jogja.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK, Rio Vernika mengungkap adanya uang 'iuran kebersamaan' dari pegawai Bapenda Kota Semarang untuk Mbak Ita dan Alwin. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.
"Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran 'iuran kebersamaan'," kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).
Rio menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.
"Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.
Diketahui, uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu sendiri merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'. Awalnya, iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.
Permintaan penyisihan uang iuran kebersamaan yang disampaikan Mbak Ita kemudian disepakati para kepala bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.
Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana 'iuran kebersamaan'.
"Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang, namun Terdakwa I menyampaikan kalimat 'ngko sik' (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang," paparnya.
(dil/dil)