Kuasa Hukum Mbak Ita Tuding Saksi Dibriefing Sebelum Sidang

Kuasa Hukum Mbak Ita Tuding Saksi Dibriefing Sebelum Sidang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 07 Jul 2025 19:46 WIB
Kuasa hukum Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, Agus Nurudin usai sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025).
Kuasa hukum Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, Agus Nurudin usai sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Kuasa hukum Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, Agus Nurudin, menuding ada dugaan pengarahan saksi sebelum sidang berlangsung. Dia menduga para saksi dikumpulkan seseorang di rumah makan.

Diketahui dalam sidang kali ini jaksa menghadirkan saksi Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang Syarifah, Kepala Bidang Penagihan Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang Bambang Prihartono, dan Kepala Bidang Penyelenggaraan Layanan Perizinan II, DPMPTSP Kota Semarang Yulia Adityorini.

Usai ketiga saksi menyampaikan keterangan, kuasa hukum terdakwa, Agus Nurudin bertanya apakah ketiganya sebelum sidang sempat dikumpulkan di sebuah rumah makan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebelum memberikan keterangan pada hari ini, apakah Saudara dikumpulkan, di-briefing di Rumah Makan Laker's BSB?" tanya kuasa hukum di Pengdilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025).

Para saksi lantas membantah pertanyaan itu. Saksi Syarifah mengaku mereka tak dikumpulkan sebelum memberi kesaksian.

ADVERTISEMENT

"Baik, nanti akan kami buktikan yang ini," kata Agus yang langsung dipersilakan Ketua Majelis Hakim, Agus Sarwadi.

Kepada wartawan usai sidang, Agus menyatakan akan membuktikan dugaan pengarahan saksi tersebut di persidangan-persidangan selanjutnya.

"Mereka tidak menjawab dengan lugas benar apa nggak, dia mengatakan 'tidak', gitu aja. (Infonya yang mengumpulkan siapa?) Wah, itu saya nggak tahu," ujarnya.

"(Pembuktiannya bagaimana?) Ya, coba nanti kita lihat saja. Memang ada info-info begitu tapi kita juga nggak tahu," lanjutnya.

Agus juga menyebut Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari alias Iin berperan dominan dalam seluruh mekanisme pemotongan TPP dan pengumpulan iuran kebersamaan.

"Perannya Bu Iin kan sangat penting sekali. One man show, dia menentukan besaran pemotongan, dia memerintahkan buktinya dibakar. Masih ada atau tidak duitnya, Syarifah ngomong duitnya sudah habis. Catatannya gimana?," ujarnya.

Agus juga menyoroti ketimpangan potongan yang terjadi di internal Bapenda, di mana pegawai level staf dikenai potongan besar, sementara pimpinan seperti Iin justru mendapat potongan kecil atau bahkan nihil.

Sebelumnya, dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat memperlihatkan rincian iuran kebersamaan. Disebutkan, Iin dan para kepala bidang hanya menyetor Rp 10 juta, sementara stafnya ada yang iuran Rp 20 juta.

"Kenapa pemotongannya untuk yang pimpinan, kepala bidang kok kecil? Malah yang kepala badan, Bu Iin, itu pernah tidak dipotong. Sedangkan yang staf potongannya sampai Rp 20 juta. Kenapa?," ujarnya.

Menurut Agus, seluruh skema pemotongan hingga pembagian dana tidak pernah melibatkan atau diketahui oleh kliennya, Ita. Ia menegaskan, seharusnya jika menyangkut TPP dan pemotongan insentif, hal itu tercantum jelas dalam Peraturan Wali Kota (Perwal).

"Karena di dalam SK wali kota itu formulasi besarannya TPP tidak ada, tapi termuat di dalam peraturan Kepala Bapenda, Mbak Iin. Besaran pemotongan iuran itu, itu juga dipimpin rapatnya oleh Bu Iin, rapat kepala bidang dan Bu Iin," tuturnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Saksi Ungkap Penyerahan uang ke Mbak Ita

Sebelumnya diberitakan, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Bapenda, Syarifah mengaku dari uang iuran kebersamaan itu, ia pernah memberikan uang kepada Ita dan Alwin. Sebelumnya, Syarifah mendapat perintah dari Kepala Bapenda, Indriyasari, untuk menyerahkan uang sebesar Rp 300 juta kepada Ita.

"Nominalnya Rp 300 juta, berbentuk uang tunai, dibungkus pakai kertas kado. Setiap menyerahkan, saya mendampingi Bu Iin untuk menyampaikan. (Diserahkan) Di triwulan akhir Desember 2022, triwulan 1, 2, 3 di 2023. Semua nominalnya 300," kata Syarifah di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025).

Permintaan dana dari Mbak Ita disebut disampaikan dalam rapat tertutup para kepala bidang. Saat itu para pejabat disebut kaget karena tidak ada anggaran resmi.

"Saat itu kami kaget, bilang 'mau diambilkan uang dari mana, Bu?'. Kata Mbak Iin 'coba direng-reng, karena kita tidak punya uang dari APBD, coba dari iuran kebersamaan'," jelasnya.

Akhirnya, para pegawai sepakat untuk memberikan uang sebesar Rp 300 juta kepada Ita dari iuran kebersamaan. Anggaran yang awalnya direncanakan untuk piknik ke Bali pun akhirnya dialihkan ke Jogja.

Adapun JPU dari KPK, Rio Vernika mengungkap adanya uang 'iuran kebersamaan' dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang untuk Mbak Ita dan Alwin. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.

"Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran 'iuran kebersamaan'," kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).

Ia menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.

"Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.

Diketahui, uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu sendiri merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'. Awalnya, iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.

Permintaan penyisihan uang iuran kebersamaan yang disampaikan Mbak Ita kemudian disepakati para kepala bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.

Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana 'iuran kebersamaan'.

"Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang, namun Terdakwa I menyampaikan kalimat 'ngko sik' (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang," paparnya.

(afn/dil)


Hide Ads