Kuasa hukum Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, Agus Nurudin, menuding ada dugaan pengarahan saksi sebelum sidang berlangsung. Dia menduga para saksi dikumpulkan seseorang di rumah makan.
Diketahui dalam sidang kali ini jaksa menghadirkan saksi Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang Syarifah, Kepala Bidang Penagihan Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang Bambang Prihartono, dan Kepala Bidang Penyelenggaraan Layanan Perizinan II, DPMPTSP Kota Semarang Yulia Adityorini.
Usai ketiga saksi menyampaikan keterangan, kuasa hukum terdakwa, Agus Nurudin bertanya apakah ketiganya sebelum sidang sempat dikumpulkan di sebuah rumah makan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum memberikan keterangan pada hari ini, apakah Saudara dikumpulkan, di-briefing di Rumah Makan Laker's BSB?" tanya kuasa hukum di Pengdilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025).
Para saksi lantas membantah pertanyaan itu. Saksi Syarifah mengaku mereka tak dikumpulkan sebelum memberi kesaksian.
"Baik, nanti akan kami buktikan yang ini," kata Agus yang langsung dipersilakan Ketua Majelis Hakim, Agus Sarwadi.
Kepada wartawan usai sidang, Agus menyatakan akan membuktikan dugaan pengarahan saksi tersebut di persidangan-persidangan selanjutnya.
"Mereka tidak menjawab dengan lugas benar apa nggak, dia mengatakan 'tidak', gitu aja. (Infonya yang mengumpulkan siapa?) Wah, itu saya nggak tahu," ujarnya.
"(Pembuktiannya bagaimana?) Ya, coba nanti kita lihat saja. Memang ada info-info begitu tapi kita juga nggak tahu," lanjutnya.
Agus juga menyebut Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari alias Iin berperan dominan dalam seluruh mekanisme pemotongan TPP dan pengumpulan iuran kebersamaan.
"Perannya Bu Iin kan sangat penting sekali. One man show, dia menentukan besaran pemotongan, dia memerintahkan buktinya dibakar. Masih ada atau tidak duitnya, Syarifah ngomong duitnya sudah habis. Catatannya gimana?," ujarnya.
Agus juga menyoroti ketimpangan potongan yang terjadi di internal Bapenda, di mana pegawai level staf dikenai potongan besar, sementara pimpinan seperti Iin justru mendapat potongan kecil atau bahkan nihil.
Sebelumnya, dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat memperlihatkan rincian iuran kebersamaan. Disebutkan, Iin dan para kepala bidang hanya menyetor Rp 10 juta, sementara stafnya ada yang iuran Rp 20 juta.
"Kenapa pemotongannya untuk yang pimpinan, kepala bidang kok kecil? Malah yang kepala badan, Bu Iin, itu pernah tidak dipotong. Sedangkan yang staf potongannya sampai Rp 20 juta. Kenapa?," ujarnya.
Menurut Agus, seluruh skema pemotongan hingga pembagian dana tidak pernah melibatkan atau diketahui oleh kliennya, Ita. Ia menegaskan, seharusnya jika menyangkut TPP dan pemotongan insentif, hal itu tercantum jelas dalam Peraturan Wali Kota (Perwal).
"Karena di dalam SK wali kota itu formulasi besarannya TPP tidak ada, tapi termuat di dalam peraturan Kepala Bapenda, Mbak Iin. Besaran pemotongan iuran itu, itu juga dipimpin rapatnya oleh Bu Iin, rapat kepala bidang dan Bu Iin," tuturnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...