Saksi Sidang Mbak Ita Ungkap Iuran Kebersamaan Disetor Tiap 3 Bulan

Saksi Sidang Mbak Ita Ungkap Iuran Kebersamaan Disetor Tiap 3 Bulan

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 02 Jul 2025 14:37 WIB
Suasana sidang pemeriksaan saksi dugaan korupsi Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (2/7/2025).
Suasana sidang pemeriksaan saksi dugaan korupsi Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (2/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng.
Semarang -

Sidang dugaan korupsi eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri menghadirkan saksi Kepala Subbidang Penetapan Pajak Daerah Bapenda, Agung Wido. Ia mengungkap, adanya iuran kebersamaan Bapenda Kota Semarang setiap tiga bulan sekali.

Ia membeberkan praktik iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang yang dikumpulkan rutin tanpa dasar hukum resmi itu saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kecamatan Semarang Barat.

Ada enam saksi termasuk Agung yang dihadirkan dalam persidangan. Keenam saksi itu merupakan ASN di Bapenda Kota Semarang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam persidangan, Agung menyatakan, iuran kebersamaan dipungut dari seluruh pegawai yang menerima tambahan penghasilan pegawai (TPP), berdasarkan jabatan. Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi pun bertanya apakah ada aturan yang mengikat iuran kebersamaan.

"Iuran kebersamaan tidak ada (aturan hukum), diterima setiap tiga bulan sekali. Rata-rata kalau tidak dipotong pajak (yang diterima) Rp 100 juta. Yang dikeluarkan biasanya di atas Rp 10 juta," kata Agung menjawab pertanyaan hakim di Tipikor Semarang, Rabu (2/7/2025).

ADVERTISEMENT

Ia menyebut, jumlah iuran ditentukan dalam rapat pimpinan internal. Rata-rata, dana yang terkumpul tiap triwulan bisa menembus angka miliaran rupiah. Hakim pun membacakan, perolehan hasil iuran kebersamaan yang lantas dibenarkan Agung.

Diuraikan, triwulan IV 2022 terkumpul Rp 966 juta, triwulan I 2023 naik menjadi Rp 1,155 miliar, triwulan II Rp 1,126 juta. triwulan III Rp 1,5 miliar, triwulan IV Rp 1,48 miliar. Hakim pun bertanya kenapa terdapat kenaikan.

"(Kenapa naik?) Saya tidak diinfo, cuma diminta menghitung. (Ada tambahan nominal iuran?) Iya, semua pegawai naik Rp 3,5 juta iurannya. (Kenapa naik?) Tidak tahu, hanya diperintahkan," ungkap Agung.

Kemudian, hakim kembali menguraikan, pada triwulan I 2024 mencapai Rp 1,2 dan triwulan II mencapai Rp 1,4 miliar. Agung mengaku kenaikan itu merupakan perintah pimpinan saat rapat.

Agung menyebut, uang iuran digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan internal pegawai yang tak menerima TPP, seperti cleaning service, office boy, satpam, maupun untuk pengeluaran kegiatan sosial.

Saat ditanya hakim apakah semua dana miliaran rupiah habis hanya untuk kegiatan itu, Agung menjawab tak tahu. Ia mengaku tak mengetahui informasi apakah iuran kebersamaan pernah disetorkan ke Ita dan Alwin.

"Kurang tahu, yang mengelola Bu Syarifah (Kabid di Bapenda). Penggunaannya dilaporkan. (Pernah dengar untuk Ita?) Tidak pernah dengar. (Untuk Alwin?) Tidak pernah," jelasnya.

Dalam sidang itu juga diungkap rincian TPP yang besarannya hingga 7 kali gaji pokok. Agung menyebut, pembagian TPP diatur dalam Perwali dan hanya berlaku bagi pejabat tertentu.

"Yang menerima wali kota, wakil wali kota, sekda, pegawai instansi pemungut pajak atau Bapenda, camat atau lurah, atau pihak lain yang membantu pemungutan," urainya.

"Terimanya transfer tiga bulan sekali. Wali kota dapat sekitar Rp 136 juta per tiga bulan, saya dapat Rp 104 juta," sambungnya.

Meski berlangsung sejak 2017, Agung mengaku tidak ada peraturan tertulis atau Perwali yang mengatur skema iuran kebersamaan ini. Jumlah dan skemanya ditentukan dalam rapat pimpinan.

Ia menyebut, iuran kebersamaan biasanya dikumpulkan 1-2 hari setelah TPP diterima para pegawai. Saat ini, iuran kebersamaan pun sudah tak lagi dilakukan.

Dalam sidang itu, Ita sempat memberikan tanggapan. Ia mengaku telah memerintahkan pihak Bapenda untuk tidak lagi memotong TPP untuk iuran kebersamaan usai dirinya mengembalikan uang iuran yang diterimanya, pada awal 2024.

"Mungkin semua saksi tahu bahwa setelah saya mengembalikan uang dan ada kekeliruan, saya datang ke Bapenda, saya memberikan instruksi tidak ada potongan dan iuran kebersamaan," kata Ita.

Saat ditanya hakim apakah pernyataan Ita benar, para saksi kecuali Agung pun membenarkan. Agung mengaku lupa sementara yang lainnya membenarkan.

Ita kemudian menyoroti hasil iuran kebersamaan pada 2024 yang justru nominalnya cukup besar, padahal ia telah memerintahkan agar iuran kebersamaan tak dilakukan lagi.

"Saya kaget kalau triwulan 1 2024 malah lebih besar dari 2023. Sudah ada SE tapi malah lebih besar potongannya," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, JPU dari KPK, Rio Vernika mengungkap adanya uang 'iuran kebersamaan' dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang untuk Mbak Ita dan Alwin. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.

"Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran 'iuran kebersamaan'," kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).

Ia menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.

"Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.

Adapun, uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu sendiri merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'. Awalnya, iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.

Permintaan penyisihan uang iuran kebersamaan yang disampaikan Mbak Ita kemudian disepakati para kepala bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.

Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana 'iuran kebersamaan'.

"Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang, namun Terdakwa I menyampaikan kalimat 'ngko sik' (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang," paparnya.




(apl/ahr)


Hide Ads