Polda DIY Bongkar Sindikat Penipuan Online, Ada 2 WNA Taiwan

Polda DIY Bongkar Sindikat Penipuan Online, Ada 2 WNA Taiwan

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Rabu, 29 Mar 2023 16:31 WIB
Ditreskrimsus Polda DIY pers rilis penangkapan komplotan penipuan online, dua di antaranya WNA asal Taiwan, Rabu (29/3/2023).
Ditreskrimsus Polda DIY pers rilis penangkapan komplotan penipuan online, dua di antaranya WNA asal Taiwan, Rabu (29/3/2023). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng
Sleman -

Polda DIY menciduk enam orang pelaku penipuan online. Dua di antaranya warga negara asing (WNA) asal Taiwan.

Mereka melakukan penipuan melalui telepon dengan mengaku sebagai costumer service (CS) dan menakut-nakuti korban. Dalam kasus ini, korban merupakan seorang dosen berinisial I warga Kota Jogja.

Enam tersangka yang ditangkap yakni pria inisial AW dan NL warga Surabaya, DT alias A warga Kalimantan Barat. Kemudian perempuan inisial VN warga Sumatra Selatan. Selain itu ada dua WNA Taiwan yakni pria inisial ZQB dan YSX.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pelaku berjumlah enam orang. Dua orang (di antaranya) WNA warga negara Taiwan," kata Direskrimsus Polda DIY Kombes Idham Mahdi saat rilis kasus di Mapolda DIY, Rabu (29/3/2023).

Idham menjelaskan modus yang digunakan pelaku adalah menelepon ke korban dan menyampaikan sejumlah kesalahan korban. Misalnya soal tunggakan pembayaran. Para pelaku kemudian menawarkan bantuan untuk menyelesaikan masalah korban.

ADVERTISEMENT

"Modus operandi para pelaku mengaku sebagai CS," bebernya.

Aksi para pelaku ini terbongkar setelah salah seorang korban melapor telah ditipu komplotan ini. Idham menjelaskan pada 22 Februari pukul 07.53 WIB, korban menerima telepon.

Setelah diangkat, kemudian terdapat pemberitahuan bahwa nomor telpon korban menunggak pembayaran dan akan dilakukan pemblokiran. Kemudian muncul perintah untuk menekan angka 1 untuk berbicara dengan seseorang yang berperan sebagai CS.

"Setelah pelapor menekan angka 1 kemudian terdengar suara seorang wanita dengan logat bahasa Indonesia lugas dan mengaku sebagai CS mengatakan bahwa ada tagihan telepon rumah menunggak sebesar Rp 2.356.000," urainya.

Idham melanjutkan, orang yang mengaku sebagai CS tersebut mengatakan bahwa nomor itu menggunakan data pribadi atas nama korban yang teregistrasi sejak 7 Desember 2022 dengan keterangan CS beralamat di Sidakarya, Denpasar Selatan.

"Seseorang yang mengaku sebagai CS berniat membantu menghubungkan pelapor untuk berkomunikasi seolah-olah sebagai penyidik Polda Bali," bebernya.

Percakapan itu kemudian beralih ke seorang laki-laki yang mengaku sebagai Iptu B yang merupakan penyidik Polda Bali. Orang itu mengarahkan korban untuk membuat laporan terkait penggunaan identitas korban.

Percakapan tersebut diberikan kepada atasan penyidik Iptu B dan mengecek nomor serta alamat yang sudah pelapor sampaikan saat membuat laporan polisi.

"Kemudian pelapor diberi tahu bahwa ternyata rekening masuk dalam daftar rekening yang digunakan untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang," jelasnya.

Orang yang mengaku polisi itu kemudian meminta nomor WA korban untuk melakukan video call. Korban pun diinterogasi oleh orang yang mengaku Iptu B.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Iptu B kemudian menghubungkan korban dengan seorang wanita yang mengaku sebagai petugas PPATK. Juga melalui video call hanya saja tidak menampakkan wajahnya.

"Orang yang mengaku petugas PPATK menanyakan kepada pelapor berapa rekening yang pelapor miliki, lalu pelapor menyebutkan 3 rekening. Setelah itu mengatakan karena pelapor terlibat dalam tindak pidana pencucian uang maka 2 dari 3 rekening bank milik pelapor harus dilakukan audit," terangnya.

Korban akhirnya terkena bujuk rayu pelaku dan akhirnya mentransfer sejumlah uang ke rekening pelaku. Dalihnya, uang itu harus ditransfer untuk diaudit.

"Pelapor terkena bujuk rayu dan pelapor sempat mentransaksikan uang sebesar Rp710.000.000 ke dua rekening pelaku," bebernya.

Komplotan ini bisa ditangkap setelah polisi menelusuri aliran dana dari rekening yang digunakan. Idham menyebut kejahatan ini diinisiasi oleh tersangka inisial DT.

"Kita terus mengembangkan untuk korban yang lain. DT ini salah satu yang menerima dan menyiapkan rekening, lalu kaitannya dengan WNA itu dia mendatangi dan menyiapkan perlengkapan," katanya.

Adapun barang bukti yang disita yakni 16 Hp, 5 buku tabungan, 23 ATM, 4 simcard, 1 buku berisi daftar nomor rekening, 3 token bank, 2 lembar rekening koran, 1 lembar catatan daftar nomor rekening, dan 1 sim box.

Mereka dijerat Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pasal 378 Jo Pasal 55, 56 KUHP. Ancaman hukuman pidana paling lama 20 tahun penjara.

Halaman 2 dari 2
(rih/aku)


Hide Ads