Eks Walkot Jogja Keberatan Dituntut 6,5 Tahun Bui: Semua Dikembalikan

Eks Walkot Jogja Keberatan Dituntut 6,5 Tahun Bui: Semua Dikembalikan

Adji G Rinepta - detikJateng
Selasa, 14 Feb 2023 18:47 WIB
Kuasa hukum eks Walkot Jogja Haryadi Suyuti, Muhammad Fahri Hasyim, Rabu (19/10/2022).
Kuasa hukum eks Walkot Jogja Haryadi Suyuti, Muhammad Fahri Hasyim. Foto: dok. Istimewa
Yogyakarta -

Mantan Wali Kota Jogja, Haryadi Suyuti, dituntut 6,5 tahun penjara dalam kasus dugaan suap penerbitan IMB Royal Kedhaton di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta. Tim kuasa hukum Haryadi menyiapkan pembelaan.

Ditemui seusai sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, kuasa hukum Haryadi Suyuti, Fahri Hasyim mengatakan tuntutan dari jaksa penuntut umum KPK terhadap kliennya terlalu tinggi.

"Sudah mengaku sudah mengembalikan, saya kira ini bagian daripada kesadaran sebagai manusia tidak bisa lepas dari kesalahan sebagaimana kita semua," kata Fahri kepada wartawan, Selasa (14/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fahri mengatakan timnya telah menyiapkan nota pembelaan untuk sidang pekan depan dengan agenda pembacaan pleidoi. Ia optimistis dapat memangkas hukuman yang dituntut jaksa KPK.

"Kita tetap optimis karena niat batin untuk itu tidak ada sebenarnya, memperkaya diri pun tidak ada, semua dikembalikan, semua tidak dinikmati, termasuk mobil, sepeda, dan seterusnya," ujar Fahri.

ADVERTISEMENT

Diberitakan sebelumnya, eks Walkot Yogyakarta, Haryadi Suyuti dituntut 6,5 tahun pidana penjara dalam kasus suap terkait penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae/Aston Malioboro.

"Menjatuhkan pidana terhadap H Haryadi Suyuti berupa pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dikurangi masa tahanan dan pidana denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan," kata JPU KPK, Zaenal Abidin saat membacakan tuntutan di PN Yogyakarta, Selasa (14/2).

JPU juga menuntut Haryadi membayar uang pengganti sebesar Rp 390 juta, dikurangkan dengan uang yang telah disita dan disetor ke rekening penampungan KPK sejumlah Rp 205 juta.

"Sehingga terdakwa masih dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 185 juta. Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan setelah keputusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," ujar Zaenal.

"Dalam hal terdakwa tak memiliki harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 2 tahun," sambung Zaenal.

Jaksa juga menuntut hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama 5 tahun terhitung saat terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.

JPU menilai rangkaian perbuatan Haryadi telah memenuhi unsur Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tentang kasus yang menjerat Haryadi di halaman selanjutnya.

Kasus yang Menjerat Haryadi

Perkara ini bermula saat KPK menjaring eks Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti lewat operasi tangkap tangan (OTT) di Jogja pada Kamis (2/6). Dia diringkus bersama Vice President Summarecon Agung Oon Nusihono.

Dalam penangkapan Haryadi, KPK mengamankan sejumlah uang dalam pecahan dolar sebagai barang bukti. Totalnya ada USD 27.258.

Sejumlah orang juga dijerat KPK, yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Jogja, Nurwidhihartana, serta sekretaris pribadi Haryadi Suyuti atas nama Triyanto Budi Yuwono.

JPU dalam surat dakwaan mendakwa Haryadi Suyuti menerima suap terkait penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan oleh PT Java Orient Property dan penerbitan IMB Hotel Iki Wae/Aston Malioboro yang diajukan oleh PT Guyub Sengini Group.

"Melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji," bunyi surat dakwaan yang dibacakan JPU KPK Ferdian Adi Nugroho dalam persidangan yang digelar secara hybrid di Ruang Sidang Garuda PN Jogja, dipimpin hakim M Djauhar Setyadi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Rabu (19/10).



Hide Ads