Delapan kepala desa di Kabupaten Demak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap seleksi calon perangkat desa. Polisi menyebut mereka mengkondisikan suap antara peserta seleksi dan panitia.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah, Kombes Dwi Subagio mengatakan para kades itu ditetapkan sebagai tersangka dari perkembangan penyidikan kasus yang sama, di mana sudah ada empat tersangka yang kini menjalani persidangan.
"Kasus pemberian dan penerimaan sejumlah uang pada saat ujian seleksi calon perangkat desa di Kecamatan Gajah dan Guntur tahun 2021. Ini tindak lanjut dari penanganan kasus yang masih dalam proses," kata Dwi saat jumpa pers di kantor Ditreskrimum Polda Jateng, Selasa (22/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Empat tersangka proses persidangan. Kami tindaklanjuti delapan oknum kepala desa yang berperan mencari peserta dan kemudian menerima dan menyerahkan uang ke pelaku yang saat ini dalam persidangan," imbuhnya.
Delapan kepala desa tersebut adalah AS dari Desa Tambirejo, AL dari Desa Tanjunganyar, HA dari Desa Banjarsari, MJ dari Desa Mlatiharjo, MR dari Desa Medini, SW dari Desa Sambung, PR dari Desa Jatisono, dan TR dari Desa Gedangalas.
Dwi menjelaskan, tahun 2021 lalu digelar seleksi calon perangkat desa dengan menggandeng Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang sebagai pihak ketiga. Dalam perkara itu pihak kampus merasa ada kejanggalan. Kemudian polisi melakukan penyelidikan dan menangkap dua oknum dosen AF dan A yang sedang proses persidangan.
"Dari delapan desa ini dilakukan kesepakatan kerja sama dengan pihak ketiga, kemudian beberapa kali bertemu dengan tersangka yang kini masih sidang. Jadi formasinya untuk kadus atau kaur Rp 150 juta, sekretaris biayanya Rp 250-300 juta. Awal November 2021 dari 16 calon peserta terdiri total Rp 2,7 M, kemudian diserahkan kepada tersangka yang masih sidang. Kemudian diserahkan ke AF dan A," ungkap Dwi.
Meski sudah berstatus tersangka, delapan kades itu tidak ditahan. "Tidak lakukan penahanan. Yang bersangkutan kooperatif dan dia menyerahkan keterangan dan semua dokumen. Tidak ada upaya menghambat," ujar Dwi.
Soal barang bukti CCTV yang merekam penyerahan uang di halaman selanjutnya...
Barang Bukti yang Disita
Barang bukti yang diamankan yaitu uang Rp 470 juta, handphone, dan rekaman CCTV. "Rekaman CCTV saat serahkan uang di salah satu tempat ibadah. Barang bukti lain, dokumen pendaftaran calon peserta dan surat keputusan," kata Dwi.
Kasubdit 3 Tipikor Ditreskrimsus Polda Jateng, AKBP Gunawan mengatakan peristiwa yang terekam CCTV adalah pengembalian uang karena ada dua calon peserta yang tidak jadi diseleksi. Pengembalian itu dilakukan oleh dua tersangka yang kini masih menjalani sidang.
"Ada peristiwa penyerahan Rp 800 juta (beda lokasi). Akhirnya ada pengembalian Rp 300 juta (di tempat ibadah), dari panitia seleksi UIN. Kenapa pengembalian? Karena ada salah satu proses seleksi di Kecamatan Guntur yang tidak jadi dilaksanakan. Jadi dianggap uang kelebihan. Ada dua calon peserta yang tidak jadi seleksi," jelas Gunawan.
Sementara itu terkait barang bukti uang Rp 470 juta dari kerugian Rp 2,7 miliar, Gunawan menjelaskan nanti akan dibuka di persidangan terkait sisa uang lainnya.
"Berdasarkan proses penyidikan, tidak secara terang (soal sisa uang) dan berharap terbuka saat proses persidangan," ujarnya.
Para tersangka dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 ayat (1) ke 1e KUHP.
"Hukuman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta puluh juta dan paling banyak Rp 250 juta," tegas Dwi.