Komnas HAM masih menyelidiki kasus kematian Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7). Kerangka kasus tersebut mulai disusun dengan sejumlah temuan baru.
Dilansir detikNews, Selasa (16/8/2022), Komnas HAM sudah memeriksa sejumlah pihak, kecuali istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Selain itu Komnas HAM juga memeriksa TKP pembunuhan Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, kemarin. Pada hari yang sama, Komnas HAM juga memeriksa Bharada E di Bareskrim.
"Setelah kami melakukan peninjauan terhadap TKP dan pemeriksaan Bharada E beberapa hari ke depan akan menyusun laporan-laporan terus kemudian mengidentifikasi setiap data keterangan informasi, disinkronkan antara satu keterangan yang didapat supaya kelihatan mana bolongnya dan juga akan menyusun kerangka analisanya," ujar Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung, saat jumpa pers di kantornya, Senin (15/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini sejumlah temuan terbaru Komnas HAM dari pemeriksaan-pemeriksaan tersebut.
Tidak Ada Indikasi Penganiayaan
Komnas HAM menyatakan tidak ditemukan indikasi adanya penganiayaan terhadap Brigadir Yoshua atau Brigadir J. Brigadir J disebut hanya mengalami luka tembak.
"Indikasi penganiayaan atau penyiksaan tidak ada. Ya dari keterangan itu ya memang luka tembak aja," kata Beka kepada wartawan di gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin (15/8).
Beka menyebut indikasi penganiayaan Brigadir J sangat kecil. Hal itu, sambung Beka, berdasarkan pada keterangan dan rangkaian peristiwa pembunuhan Brigadir J.
Simak lebih lengkap di halaman berikutnya...
"Terkait dengan penganiayaan, jadi kami tidak menemukan indikasi terkait penganiayaan, jadi ini tentu saja didasarkan pada keterangan yang ada di Komnas plus dari soal rangka waktunya. Artinya dari CCTV ini itulah kemudian indikasi soal penyiksaan itu menjadi sangat kecil," ujarnya.
Indikasi Obstruction of Justice Menguat
Komnas HAM menyatakan dugaan pelanggaran HAM terkait upaya menghalangi proses hukum atau obstruction of justice di kasus ini makin menguat. Temuan ini didapat usai Komnas HAM memeriksa TKP.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan temuan ini semakin membuat terang peristiwa yang terjadi.
"Salah satu yang paling penting kami dapatkan adalah semakin menguatnya indikasi adanya obstruction of justice. Jadi bingkai hal yang penting yang didapat oleh Komnas HAM, obstruction of justice-nya makin terang," kata Choirul Anam.
Selain itu hasil pemeriksaan Bharada E di Bareskrim juga disebutnya menguatkan indikasi obstruction of justice. Komnas HAM menelusuri mulai dari kisah Magelang, Saguling sampai di TKP.
"Itu semua kita uji dengan, satu dokumen-dokumen yang sudah kami dapat, foto-foto yang juga sudah kami dapat, percakapan-percakapan yang juga kami dapat, salah satu yang kita dapat dari penyandingan dan konfirmasi terhadap dokumen-dokumen sebelumnya itu indikasi adanya obstruction of justice itu semakin lama semakin terang benderang, semakin lama semakin kuat dugaan adanya pelanggaran hak asasi manusia terkait obstruction of justice," kata dia.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir J terdapat empat orang tersangka yakni Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Bharada E diperintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J. Selain memerintah, Irjen Ferdy Sambo juga merekayasa kronologi kasus pembunuhan seolah-olah terjadi baku tembak antara Bahrada E dan Brigadir J.
Sementara Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf jadi tersangka dengan peran ikut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J. Mereka dijerat pasal pembunuhan berencana subsider pasal pembunuhan.