Bareskrim Polri membeberkan fakta baru terkait dugaan penyelewengan dana di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dalam penyelidikan yang sudah digelar, ACT disebut mengumpulkan dana Rp 60 miliar tiap bulan dan memotong 10-20 persen untuk gaji.
"Donasi-donasi tersebut terkumpul sebanyak sekitar Rp 60 miliar setiap bulannya dan langsung dipangkas/dipotong oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebesar 10 persen-20 persen (Rp 6 miliar-Rp 12 miliar) untuk keperluan pembayaran gaji pengurus, dan seluruh karyawan," kata Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Senin (11/7/2022) seperti dikutip dari detikNews.
"Sedangkan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ramadhan menyebut donasi itu berasal berbagai pihak. Mulai dari masyarakat umum, donasi kemitraan perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi/kelembagaan nonkorporasi. Baik dari dalam negeri maupun internasional hingga donasi dari komunitas dan donasi dari anggota lembaga.
"Selain mengelola dana sosial/CSR dari pihak Boeing, Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) juga mengelola beberapa dana sosial/CSR dari beberapa perusahaan serta donasi dari masyarakat," katanya.
Sebelumnya, Bareskrim menyelidiki dugaan penggelapan dana yang bantuan diduga melibatkan yayasan ACT. Terbaru, Polri menemukan adanya dugaan penggelapan dana bantuan bagi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018.
"Bahwa pengurus yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus, dan pembina serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Sabtu (9/7).
Dalam tragedi kecelakaan Lion Air pada 2018, pihak maskapai memberikan dana kompensasi kepada ahli waris korban. Dana bantuan itu terdiri dari santunan tunai senilai Rp 2,06 miliar dan dana sosial atau CSR dengan jumlah serupa.
Hasil penyelidikan yang dilakukan jajaran kepolisian menemukan adanya dugaan penggelapan dana bantuan tersebut yang dilakukan oleh ACT. Pihak ACT disebut tidak pernah melibatkan ahli waris dalam penyusunan hingga penggunaan dana CSR yang disalurkan pihak Boeing.
"Pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak yayasan ACT tidak memberi tahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana CSR tersebut," ucap Ramadhan.
(apl/rih)