Ditreskrimsus Polda DIY menangkap dua pelaku penyelewengan BBM bersubsidi. Modusnya yakni menggunakan tangki modifikasi untuk menampung BBM serta membeli menggunakan jeriken tanpa disertai izin.
Para pelaku yang ditangkap itu berasal dari dua kasus yang berbeda.
Dirreskrimsus Polda DIY Kombes Roberto Gomgom Manorang Pasaribu mengatakan dalam kasus pertama yakni penyelewengan BBM bersubsidi jenis solar. Pihaknya menangkap seorang pelaku yakni laki-laki inisial TY (44) pada Minggu (17/4) pagi di daerah Mlati, Sleman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi (modusnya) kendaraan dimodifikasi dengan tangki yang disiapkan dengan jumlah yang lebih besar, itu dengan tujuan untuk menampung lebih banyak (BBM)," kata Roberto di Mapolda DIY, Selasa (19/4/2022).
Dikatakannya, kebutuhan solar untuk industri saat ini sangat tinggi. Sehingga, hal ini dimanfaatkan oleh pelaku untuk mengeruk keuntungan.
Menurut Roberto, disparitas atau perbedaan harga solar bersubsidi ini cukup jauh dibanding dengan harga solar yang industri. Di mana harga solar nonsubsidi Rp 14.000 per liter sementara harga solar bersubsidi Rp 5.150 per liter.
"Ini para tersangka menjual di angka Rp 7.000 hingga Rp 8.000. Jadi rata-rata mendapatkan keuntungan Rp 2.000-2.500 atau Rp 3.000 per liter," ucapnya.
"Nah di Yogya sendiri, industri-industri yang banyak mempergunakan baik di bidang pertambangan maupun industri yang bersifat menengah ke atas," imbuhnya.
Saat ditangkap, polisi menyita 495 liter solar subsidi. Solar itu ditampung di tangki untuk kemudian dikuras dan disetor kepada industri-industri yang ada.
"Mereka rata-rata bermain di pagi hari sekali. Jadi ketika orang masih belum ramai mereka bermain," terangnya.
Roberto melanjutkan, kasus ini masih terus diselidiki. Termasuk kemungkinan adanya permainan orang dalam.
"Ini yang sedang kita proses, kemudian terhadap pelaku usaha niaganya sendiri ini masih dalam proses penyelidikan," ujarnya.
Sementara itu, Kasubdit 4 Tipiter Ditreskrimsus Polda DIY AKBP Rianto menambahkan dalam kasus kedua, polisi menangkap laki-laki berinisial AD (39). AD diduga melanggar perniagaan BBM yang diangkut menggunakan jeriken.
"Jumlahnya, solar ada 35 liter, pertamax 70 liter, dan pertalite 105 liter. Saya tambahkan sedikit, kenapa kok itu pertamax dengan pertalite juga termasuk kita amankan, (karena) kita menggunakan pasal 55 yang di sana unsurnya adalah penyalahgunaan pengangkutan atau niaga," jelas Rianto di kesempatan yang sama.
Ia menegaskan, pengangkutan BBM bersubsidi harus mengantongi izin. Dalam kasus ini, solar, pertalite, dan pertamax diangkut dalam jeriken tanpa ada izin khusus.
"Jadi solarnya itu adalah kena niaganya kemudian pertalite-nya (kena) mengangkutnya itu nanti. Mengangkut BBM bersubsidi itu harus ada izinnya. Makanya itu input," tegasnya.
Dalam dua kasus itu, polisi menyita barang bukti berupa jeriken berisi BBM bersubsidi dan jeriken kosong, satu unit mobil Carry, satu unit mobil Isuzu Panther, tangki besi modifikasi kapasitas 300 liter, tangki besi modifikasi kapasitas 70 liter, dan alat-alat lain yang digunakan.
Terhadap kedua pelaku diterapkan Pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Ancaman hukuman lama 6 tahun dengan denda paling tinggi Rp 60 miliar.
(ahr/rih)