Perangkat Desa Jeruk, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, bernama Madiono (51) harus berurusan dengan polisi usai nekat memalsukan keterangan kematian seorang warganya. Pelaku memalsukan kematian warga agar warga bersangkutan tak mendapatkan bantuan pemerintah.
"Modus tersangka yang juga perangkat desa ini membuat surat keterangan kematian palsu warganya agar korban tidak lagi menerima bantuan dari pemerintah. Korban berisinial SM saat ini masih hidup," ujar Kapolres Rembang, AKBP Dandy Ario Yustiawan saat menggelar pers rilis di halaman Mapolres Rembang, Senin (28/3/2022).
Pelaku nekat memalsukan surat kematian korban karena dendam. Pelaku berharap korban tidak lagi mendapatkan bantuan dari pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tersangka nekat melakukan tindak pidana pemalsuan surat ini lantaran ada dendam pribadi dengan suami korban," kata Dandy.
Dandy menjelaskan, pelaku melakukan pemalsuan surat tersebut dengan cara menulis data korban di surat keterangan kematian dan surat permohonan pembuatan akta kematian beserta dengan saksi. Selanjutnya tersangka memalsukan tanda tangan sekretaris Desa (Sekdes) Jeruk dan suami korban.
"Ini yang dipalsukan adalah surat keterangan kematian yang rencananya untuk menerbitkan akta kematian dari Dindukcapil Rembang. Dalam penerbitan surat keterangan kematian, tersangka memalsukan tanda tangan sekretaris desa (Sekdes) Jeruk dan suami dari korban," jelasnya.
Dandy mengatakan, kasus ini terungkap dari laporan pihak Kades Jeruk bahwa pihak Sekdes menemukan kejanggalan saat akan membuat laporan bulanan daftar penerbitan akta kematian (SIAK).
"Saat itu Sekdes melaporkan ke kepala desa bahwa mengetahui ada kejanggalan tercantum nama korban SM di daftar laporan bulanan SIAK. Namun korban SM itu saat ini masih hidup," terang Dandy.
Berawal dari temuan itu, terungkap bawa akta kematian tersebut dipalsukan. "Setelah dilakukan pengecekan, bahwa benar nama korban telah dibuatkan akta kematian palsu. Dalam surat permohonan itu, semua tanda tangan telah dipalsukan oleh tersangka," terangnya.
Dandy menambahkan, akibat perbuatan pelaku, korban mengalami kerugian selama tiga bulan tidak mendapatkan program bantuan dari pemerintah. Pelaku sendiri dijerat Pasal 263 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
"Korban rugi selama 3 bulan tidak mendapatkan program dari pemerintah, seperti program keluarga harapan (PKH) dan bantuan pangan non tunai (BPNT)," pungkasnya.
(aku/sip)