Kasus Buku Matur Jujur Klaten Digugat Praperadilan, Kejari: Kami Hormati

Kasus Buku Matur Jujur Klaten Digugat Praperadilan, Kejari: Kami Hormati

Achmad Syauqi - detikJateng
Jumat, 18 Feb 2022 13:54 WIB
Utomo Kurniawan selaku pemohon praperadilan kasus buku Matur Jujur saat sidang di PN Klaten, Jumat (18/2/2022).
Utomo Kurniawan selaku pemohon praperadilan kasus buku Matur Jujur saat sidang di PN Klaten, Jumat (18/2/2022). Foto: Achmad Syauqi/detikJateng
Klaten -

Proses hukum kasus buku Matur Jujur sekolah tahun 2019 di Klaten diajukan ke sidang gugatan praperadilan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten selaku termohon menanggapi santai gugatan tersebut.

"Terkait materi gugatan yang diajukan pihak pemohon praperadilan, kasusnya masih dalam tahap penyelidikan. Tetapi kami menghormati atas praperadilan yang diajukan pemohon," ungkap Kasi Pidsus Kejari Klaten, Ginanjar Damar Pamenang, usai sidang dengan agenda duplik dan pembuktian di PN Kelas 1 A Klaten, Jumat (18/2/2022).

Sidang dipimpin hakim tunggal, Arief Kadarmo. Dari Kejari Klaten diwakili Kasi Pidsus Ginanjar Damar Pamenang selaku termohon, dan Utomo Kurniawan dari Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) selaku pemohon.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ginanjar menjelaskan, kejaksaan selaku termohon menghormati gugatan praperadilan tersebut sebagai kontrol masyarakat terhadap kinerja penegak hukum. Saat ini proses penyelidikan buku Matur Jujur masih berlangsung.

"Ini masih terus berlangsung, kita masih terus memanggil saksi. Penyelidikan itu mencari dan mengumpulkan apakah dalam peristiwa hukum itu ada tindak pidana atau tidak," terang Ginanjar.

ADVERTISEMENT

Menurut Ginanjar, dalam penyelidikan satu perkara dugaan tidak ada batasan waktu. Kerugian berapa juga belum sampai ke arah itu.

"Belum, belum soal kerugian. Kita masih mencari peristiwa hukumnya dan kita bekerja juga masih harus berbagi waktu menangani perkara lain," kata Ginanjar.

Soal sidang praperadilan, lanjut Ginanjar memang sudah berlangsung sejak tanggal 16 Februari lalu. Sidang hari ini, kejaksaan menyerahkan bukti-bukti untuk menguatkan dalil.

"Hari ini tadi agendanya duplik sekaligus pembuktian masing-masing pihak. Untuk membuktikan dari pemohon dan termohon menyerahkan bukti, kita selaku termohon juga menyerahkan bukti," imbuh Ginanjar.

Penjelasan pemohon praperadilan

Sementara itu, Utomo Kurniawan selaku pemohon mengatakan merasa heran dengan proses hukum kasus buku Matur Jujur yang masih dalam penyelidikan. Sebab sudah lama diproses dan banyak saksi yang diperiksa.

"Sangat mengherankan karena saksi sudah 700 orang dan ada kerugian Rp 5.000 per buku tapi masih penyelidikan. Padahal sudah sejak 2019, lalu bagaimana kinerjanya," kata Utomo kepada detikJateng di PN Klaten.

Praperadilan tersebut, ungkap Utomo, juga membuka mata masyarakat bahwa kasus itu ternyata belum naik ke tahap penyidikan. Pihaknya baru tahu hal itu.

"Sejak 2019 dengan 700 orang saksi ternyata masih dalam tahap penyelidikan. Kita juga baru tahu, kalau kita tidak melakukan praperadilan kita tidak akan tahu," tambah Utomo.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Klaten dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah digugat praperadilan oleh Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) dalam kasus Buku Matur Jujur di Pemkab Klaten. Namun, dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Klaten, Rabu (2/2/2022), pihak kejaksaan tidak hadir.

"Sidang tetap dilaksanakan, tapi ada penundaan karena dua termohon (kejaksaan) tidak hadir. Hakim tidak menjelaskan ketidakhadiran itu karena apa," kata kuasa hukum LP3HI Utomo Kurniawan di PN Klaten, Rabu (2/2).

Buku dijual ke siswa

Permohonan praperadilan yang diajukan kliennya itu, papar Utomo, berkaitan dengan program buku Matur Jujur di sekolah di Klaten.

"Ini berkaitan dugaan penyelewengan program buku Matur Jujur pada Mei 2019 untuk siswa SD dan SMP Negeri di Klaten. (Buku) Yang seharusnya gratis tapi diminta bayar," tutur Utomo.

Utomo mengatakan, pihak ketiga mengirimkan buku tersebut ke 702 SD dan 65 SMP pada Juli 2019. Siswa pun diminta mengisi buku itu dengan kegiatan mereka tiap hari.

"Setelah buku beredar, timbul gejolak karena dijual Rp 11 ribu per buku," paparnya.

Padahal, Utomo berujar, saat pencanangannya dikatakan buku itu gratis. Setelah timbul gejolak, orang tua siswa diminta membayar Rp 6 ribu dan kekurangannya disubsidi dana BOS.

"Orang tua bayar Rp 6 ribu dan kekurangan Rp 5 ribu disubsidi dana BOS. Padahal pada pencanangan dikatakan gratis," lanjutnya.

Atas kasus itu, ujar Utomo, Kejaksaan Negeri Klaten telah memeriksa sebanyak 700 tenaga pendidik dan pengelola BOS. Pemeriksaan dilakukan sejak September 2020.

"Pemeriksaan secara maraton dilakukan sejak September 2020. Menurut Kejari, pemeriksaan dugaan itu akan diserahkan ke seksi pidana khusus, tapi sampai sekarang tidak ada perkembangan signifikan," jelasnya.

Karena itulah kliennya mengajukan permohonan praperadilan. Utomo menambahkan, kliennya tidak berfokus pada berapa kerugian yang ditimbulkan. Sebab, soal kerugian itu akan menjadi materi dalam persidangan.

"Kita fokus pada penegakan hukum. Menurut data, Kejaksaan Negeri belum menetapkan tersangka. Bukti awal menurut kami sudah cukup untuk menetapkan tersangka," pungkasnya.




(rih/mbr)


Hide Ads