Dalem Hardjonegaran, Cagar Budaya di Solo Tempat Lahirnya Batik Indonesia

Dalem Hardjonegaran, Cagar Budaya di Solo Tempat Lahirnya Batik Indonesia

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Kamis, 16 Nov 2023 15:27 WIB
Suasana di Ndalem Hardjonegaran, Solo, Kamis (16/11/2023). Bangunan cagar budaya ini merupakan tempat pembuatan batik.
Dalem Hardjonegaran di Jayengan, Kota Solo, menyimpan jejak Go Tik Swan, keturunan China yang menjadi pelopor dari motif batik Indonesia. Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Solo -

Dalem Hardjonegaran di Jayengan, Kota Solo, menyimpan jejak Go Tik Swan, keturunan China yang menjadi pelopor dari motif batik Indonesia. Simak berikut ceritanya.

Bangunan yang kini bernama Dalem Hardjonegaran ini berusia sekitar 270 tahun. Dulunya merupakan kediaman Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Hardjonegara atau yang dikenal bernama Go Tik Swan.

Jadi Cagar Budaya

Saat kepemimpinan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo tahun 2014, Dalem Hardjonegaran ditetapkan menjadi cagar budaya. Terdapat total 45 arca hasil koleksi Go Tik Swan selama hidup, yang tertata rapi di cagar budaya tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"45 arca itu mulai dari arca zaman Borobudur abad 8, sampai abad 15. Tahun 1985, semua arca di sini itu dihibahkan ke negara, jadi status arca di sini milik negara," kata penerus Go Tik Swan, Kanjeng Raden Aryo (KRA) Hardjosoewarno saat ditemui detikJateng, Kamis (16/11/2023).

Suasana di Ndalem Hardjonegaran, Solo, Kamis (16/11/2023). Bangunan cagar budaya ini merupakan tempat pembuatan batik.Suasana di Ndalem Hardjonegaran, Solo, Kamis (16/11/2023). Bangunan cagar budaya ini merupakan tempat pembuatan batik. Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Ia menambahkan, arsitek bangunan merupakan hasil karya Sukarno, Presiden pertama Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Bangunan rumah ini, arsiteknya Bung Karno. Karena dekat sekali Bung Karno dengan Pak Hardjonegara," ungkapnya.

Motif Batik Indonesia

Bahkan, lahirnya motif Batik Indonesia datang dari perintah Sukarno untuk menyatukan motif batik dari berbagai daerah pada tahun 1955.

Usai berhasil menyatukan motif Batik Solo, Jogja, dengan Batik Pesisiran, Go Tik Swan juga mampu melahirkan sekitar 200 motif batik yang hingga kini masih dilestarikan di Dalem Hardjonegaran.

Suasana di Ndalem Hardjonegaran, Solo, Kamis (16/11/2023). Bangunan cagar budaya ini merupakan tempat pembuatan batik.Suasana di Ndalem Hardjonegaran, Solo, Kamis (16/11/2023). Bangunan cagar budaya ini merupakan tempat pembuatan batik. Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Hardjosoewarno mengatakan, saat pengadaan pameran Batik Indonesia pertama kali oleh Go Tik Swan, hadir pula Sukarno dan sejumlah kepala negara yang turut diundang. Mulai dari Raja Kamboja hingga Kaisar Jepang.

"Semua batik yang dipamerkan itu juga dihadiahkan ke teman-temannya Bung Karno. Menyebar, museum-museum di luar negeri menyimpan batik karya-karya beliau," tuturnya.

Ia mengungkapkan, jika motif batik yang baru bernilai Rp 7 juta, motif batik yang lama bisa mencapai Rp 30 juta.

"Batik Indonesia itu teknik batik klasik Keraton Solo dikawinkan dengan teknik Pesisiran. Jadi teknik batik Keraton Solo dikasih warna, tapi tidak meninggalkan tonggaknya, dinamakan Nunggak Semi," terangnya.

Suasana di Ndalem Hardjonegaran, Solo, Kamis (16/11/2023). Bangunan cagar budaya ini merupakan tempat pembuatan batik.Suasana di Ndalem Hardjonegaran, Solo, Kamis (16/11/2023). Bangunan cagar budaya ini merupakan tempat pembuatan batik. Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Hardjosoewarno mengatakan, Go Tik Swan merupakan sosok seniman dan budayawan yang luar biasa. Terlebih karena Go Tik Swan merupakan keturunan Tionghoa yang mendalami kebudayaan Jawa.

"Oleh orang tuanya dia dimasukkan ke Fakultas Ekonomi UI, tapi mulai kecil dia dekat sekali dengan orang Jawa, pembatik, orang ngecap, sehingga dia budaya Jawanya sudah masuk," ungkap Hardjosoewarno.

"Jadi masuk ke Fakultas Ekonomi nggak cocok, keluar, dia masuk ke Fakultas Sastra Jawa. Lah di situ ketemu guru-guru besar yang sangat hebat," sambungnya.

Terima Satya Lencana Pejuang Budaya

Kiprah Go Tik Swan juga diapresiasi pemerintah Indonesia melalui pemberian Satya Lencana Juang Kebudayaan, sebagai pahlawan kebudayaan.

"Dari Presiden sampai dua kali. Zamannya Bu Megawati, beliau masih hidup, diterima di ISI Surakarta. Kedua Pak SBY, saya yang menerima mewakili di Istana Negara karena beliau sudah wafat," terangnya.

Penerus Go Tik Swan, Kanjeng Raden Aryo (KRA) Hardjosoewarno saat ditemui di Dalem Hardjonegaran, Solo, Kamis (16/11/2023).Penerus Go Tik Swan, Kanjeng Raden Aryo (KRA) Hardjosoewarno saat ditemui di Dalem Hardjonegaran, Solo, Kamis (16/11/2023). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Kini, Dalem Hardjonegaran menjadi cagar budaya satu-satunya yang melestarikan motif Batik Indonesia. Terdapat sekitar 15 pembatik yang meneruskan usaha Batik Indonesia.

"Batik Indonesia itu lahir di sini, ada cuma di sini, kita nggak buka toko lain. Cuma galeri di sini, kalau mau cari cuma di sini," ucapnya.

Rata-rata proses pembuatan Batik Indonesia sendiri bisa memakan waktu hingga enam bulan. Hardjosoewarno mengatakan, cagar budaya terbuka untuk umum. Siapa pun dapat berkunjung bahkan belajar proses pembuatan batik.

Selain itu, Dalem Hardjonegaran juga menjadi tempat pembuatan keris, karena Go Tik Swan yang juga menghidupkan pembuatan keris pada tahun 1972. Tampak seluruh peralatan untuk membuat keris masih tertata dengan rapi.




(rih/ams)


Hide Ads