Warga Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah menggelar tradisi meron untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Warga berebut gunungan yang berisi hasil bumi hingga once atau rengginang yang diyakini membawa berkah.
Pantauan detikJateng di lokasi, tradisi tahunan ini dimulai sekitar pukul 14.00 WIB sepanjang jalan Sukolilo-Pati. Ada 13 gunungan meron atau gunungan yang ditaruh sepanjang jalan. Meron itu dibuat oleh masing-masing desa di Sukolilo.
Gunungan itu terdiri dari bagian kepala terdapat rangkaian bunga dan jago. Lalu gunungan terdiri dari mancungan, ampyang cucur, dan once. Serta bagian ancak yang terdiri dari ancak tiga, daun wandiro, ancak dua, dan ancak satu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai didoakan oleh tokoh agama desa setempat, gunungan atau meron itu diperebutkan oleh warga. Warga berkeyakinan mendapatkan bagian Meron ada berkah tersendiri.
Ketua panitia acara Meron, Mohammad Soban Rohman mengatakan meron merupakan gunungan. Meron sendiri memiliki arti kemenangan.
"Hari ini adalah acara puncak dari rangkaian acara Meron, yang sudah mulai sejak Senin kemarin dan hari ini kita akan mengiring 13 gunungan berasal dari berbagai perangkat di Desa Sukolilo," kata Soban kepada wartawan di lokasi, Jumat (29/9/2023).
Menurutnya Tradisi meron sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas rezeki dan kesehatan yang telah diberikan. Selain itu juga untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad.
"Adapun makna gunungan itu sendiri adalah sebagai simbol rasa syukur atas karunia Allah SWT hasil bumi yang kita dapatkan dan kita iring sebagai rasa syukur dan sekaligus memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW," jelasnya.
Asal usul Meron
Soban mengatakan asal usul tradisi tersebut berasal dari prajurit dari Kerajaan Mataram yang diperintahkan ke Kadipaten Pati. Setelah dari Pati, prajurit itu sampai di Sukolilo. Kebetulan kata dia, saat itu bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi.
"Asal usul Meron sendiri adalah berasal dari Kerajaan Mataram Islam di Jogja, dulu Mataram itu diperintahkan untuk datang ke Kerajaan Pati, setelah selesai balik ke Mataram, di tengah perjalanan ini tepat di Desa Sukolilo tepat Maulid Nabi 12 Rabiul Awal," ucapnya.
Selengkapnya baca halaman berikutnya
Untuk memperingati Maulid Nabi, maka prajurit tersebut menggelar tradisi yang hampir sama di Kerajaan Mataram. Oleh karena itu munculnya Tradisi Meron yang dilestarikan warga sampai sekarang.
"Karena prajurit ini menghargai dan menghormati tradisi ini di Jogja, yang dikenal garebek sekaten itu, maka pelaksanaannya sehari setelah pelaksanaan di Jogja," ungkapnya.
Soban menambahkan warga memiliki keyakinan jika mendapatkan bagian dari Meron bisa membawa berkah. Mulai laris dagangan hingga hasil tanaman melimpah. Maka puncaknya warga berebut gunungan Meron.
"Meron itu sebenarnya once dan berbagai jenis, once itu melambangkan tameng prajurit, once sendiri namanya adalah lambang simbol prajurit itu sebagai tameng dalam berperang," kata Soban.
"Warga nanti merebutkan itu kalau selesai, dengan keyakinan mereka kalau dapat bisa membawa keberuntungan yang dagang bisa beruntung, yang tanam bisa hasil, kira-kira seperti itu," pungkas dia.