Unik! Ogoh-Ogoh Wereng Diarak di Festival Mbok Sri Delanggu Klaten

Unik! Ogoh-Ogoh Wereng Diarak di Festival Mbok Sri Delanggu Klaten

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Jumat, 29 Sep 2023 11:48 WIB
Kirab budaya festival Mbok Sri ke-6 di Desa Delanggu, Klaten, Jumat (29/9/2023).
Kirab budaya festival Mbok Sri ke-6 di Desa Delanggu, Klaten, Jumat (29/9/2023). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Klaten -

Masyarakat dan petani di Desa Delanggu, Kecamatan Delanggu, Klaten, menggelar Festival Mbok Sri ke-6. Dalam festival ini, warga mengarak gunungan hasil tani dan ogoh-ogoh wereng mengelilingi sawah.

"Tahun ini mengusung ogoh-ogoh wereng, karena hama wereng tahun ini menjadi kendala petani. Sebelumnya pernah (ogoh-ogoh) berbentuk tikus juga walang (belalang)," kata inisiator Festival Mbok Sri, Eksan Hartanto kepada detikJateng, Jumat (29/9/2023).

Dijelaskan Eksan, Festival Mbok Sri rutin digelar tiap tahun sejak 2017. Kali ini memasuki tahun keenam. Festival ini diawali dengan acara selawat dan zikir pada Jumat (28/9) malam. Adapun hari ini dilanjutkan dengan kirab serta upacara wiwitan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Diawali selawat dan zikir, dilanjutkan kirab, upacara wiwitan. Ada juga launching produk dan pentas kesenian. Peserta sekitar 200 orang dari petani dan masyarakat," ujar Eksan.

Eksan menjelaskan kirab kali ini mengarak gunungan padi, gunungan palawija, ogoh-ogoh wereng, dan lain-lain.

ADVERTISEMENT

"(Festival Mbok Sri) Ini sebagai sarana menyuarakan isu-isu pertanian, terutama di Delanggu sejak 2017. Masalah mandeknya regenerasi pertanian, vakumnya kelompok tani, dan mengadvokasi kebijakan pertanian yang belum berpihak ke petani," papar Eksan.

Dengan festival itu, sambung Eksan, masyarakat berharap isu-isu pertanian bisa disuarakan sehingga dapat mengetuk para pembuat kebijakan.

"Pendekatan kebudayaan bagi masyarakat tani lebih efektif dibandingkan dalam ruangan. Ini melibatkan juga perguruan tinggi, KTNA, kelompok tani, dinas terkait, pemdes dan pemerintah kecamatan," ucap Eksan yang juga pendiri Sanggar Rojolele.

Melalui Sanggar Rojolele, Eksan mengatakan, juga rutin dilakukan advokasi mengenai kecukupan air, pengendalian hama, dan terakhir soal hilirisasi hasil panen.

"Terakhir hilirisasi hasil panen. Alhamdulillah tahun ini tidak ada yang gagal panen, kirab ini sebagai wujud syukur tidak gagal panen dan harga gabah kering panen yang cukup tinggi, sebelumnya Rp 5.500 sampai Rp 7.500 per kilogram," jelas Eksan.

Pantauan detikJateng, festival diawali kirab para petani dan elemen masyarakat yang mengelilingi sawah lahan di Dusun Keron sekitar pukul 09.00 WIB.

Setelah mengarak gunungan hasil bumi, kemudian dilakukan upacara wiwitan panen padi. Padi yang dipanen oleh sesepuh tani lalu dibawa ke sanggar untuk disimpan.

Selanjutnya, sajian untuk wiwitan yang dibawa saat kirab dibagikan ke masyarakat.

Kirab ini diakhiri dengan penandatanganan MOU untuk ekspor paket turunan beras Rojolele. Tampak hadir Professor Wen Chi Huang dari National Pingtung University Science and Technology (NPUST) Taiwan, perwakilan UNS, Wakil Bupati Klaten Yoga Hardaya, dan lain-lain.

Camat Delanggu, Jaka Suparja menyatakan kegiatan festival itu sudah yang ke-6 sejak tahun 2017.

"Kegiatan sangat positif, ini tahun ke 6. Ini agenda sudah rutin, swadaya masyarakat," kata Jaka.




(dil/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads