Tradisi jamasan atau pencucian pusaka peninggalan Sunan Kalijaga rutin dilaksanakan di Demak setiap Hari Raya Idul Adha. Jamasan yang menjadi acara inti Grebeg Besar Demak tersebut berlangsung khusyuk setelah salat Idul Adha.
Jmasan dimulai dengan prosesi membawa baki berisi minyak jamas dari Pendapa Pangeran Wijil V menuju Makam Sunan Kalijaga oleh ahli waris Sunan Kalijaga. Tim penjamasan pusaka berjumlah tujuh orang diiringi rombongan arak-arakan.
Sebelum memasuki lokasi Batu Nisan Sunan Kalijaga dalam Gedung Kasunanan, ahli waris membaca tahlil dan do'a bersama. Setelah itu Juru Kunci Makam didampingi salah satu tim jamas menaiki tangga pintu makam dengan cara berjalan jongkok. Mereka nampak membacakan sebuah doa sembari membuka pintu yang dalam kondisi digembok itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, pelaksanaan jamasan pusaka hanya dilakukan oleh ahli waris Sunan Kalijaga yang ditunjuk secara khusus. Sebanyak 7 orang tim minyak jamas terdiri dari panembahan, juru kunci, dan ahli waris lainnya.
Selain itu, sebelum prosesi jamasan, tim minyak jamas juga diwajibkan berpuasa selama sekitar 9 hari. Yaitu sejak tanggal 1 dzulhijjah hingga puasa sunah tarwiyah dan arafah.
![]() |
Juru Kunci Makam Sunan Kalijaga, Edi Mursalien, mengatakan penembahan menjamas pusaka dalam kondisi memejamkan mata. Pusaka peninggalan Sunan Kalijaga tersebut berupa Kyai Kotang Ontokusumo dan Kyai Cerubuk.
Sementara ahli waris yang lain melayani berlangsungnya penjamasan. Ada yang membawa baki, menyalurkan minyak jamas ke panembahan, dan menurunkan pusaka yang berada di ulon-ulon makam.
"Ketika beliau surut, mangkat, beliau sebelum mangkat berpesan kepada anak pertamanya Sunan Hadi untuk menjamasi istilahnya dalam Serat Kaki Waloko itu nglurut pusaka pusaka beliau yaitu Kyai Kotang Ontokusumo dan Kyai Cerubuk," ujar Edi usai prosesi jamasan pusaka, Kamis (29/6/2023).
"Ini kami meneruskan dari leluhur kami, yaitu leluhur yang dulu pernah dilakukan Sunan Hadi turun temurun sampai saat ini," sambungnya.
Ia menjelaskan, filosofi tradisi penjamasan pusaka tersebut merupakan sebuah upaya menyucikan diri. Yakni memelihara hati agar terhindar dari perilaku yang merugikan.
"Filosofi dari penjamasan adalah membersihkan, merawat, membersihkan jiwa raga, membersihkan hati dari iri dengki dan sebagainya. Dan hati ini harus selalu kita pelihara, karena itu bisa merusak tingkat laku kita dalam bersosialisasi dengan keluarga, orang lain," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Ia menerangkan, ahli waris Sunan Kalijaga mempercayai bahwa proses penjamasan pusaka sedikit menggambarkan kondisi Indonesia secara umum. Yaitu dari tanda lekukan pusaka Kyai Kotang Ontokusumo.
"Ada kadang di luar logika, itu tempat tidak pernah bergerak hanya di situ tetapi kadang-kadang Kyai Kotang Ontokusumo itu ada yang yang dirasakan halus, kadang mosak-masik (berantakan), kadang juga dirasakan kasar seperti kulit kambing. Itu wallahua'lam itu suatu tolak ukur bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tadi alhamdulillah tidak ada sedikit apapun yang menghalangi. Jadi berjalan lancar," terangnya.
Terkait minyak jamas, Edi mengatakan minyak tersebut terdiri dari sejumlah bibit minyak. Yaitu minyak lisah sepuh, cendono, kenongo, melati, melati kraton, minyak telon, dan sebagainya.
Selain itu, lanjutnya, pembuat minyak jamas yaitu dari ahli waris wanita Sunan Kalijaga yang sudah menopause. Ahli waris tersebut juga berpuasa saat pembuatan minyak tersebut.
Usai jamasan, tim minyak jamas yang keluar Gedung Kasunanan atau Sasono Gendong langsung diserbu pengunjung untuk bersalaman. Mereka sengaja menunggu prosesi adat sebelum acara dimulai untuk bisa salaman bekas jamasan pusaka Sunan Kalijaga dari ahli waris Kadilangu.
"Sebetulnya ngalap berkah, bersalaman dengan penembahan, dengan juru kunci, dengan kami karena kami yang menjamasi. Minyak lorodannya itu ada di tangan kami, jadi para pengunjung menyalami kami sebagai bentuk ngalap berkah minyak jamas," ujar Edi.