Mengenal Tradisi Thudong: Ritual Jalan Kaki Biksu dari Thailand ke Borobudur

Mengenal Tradisi Thudong: Ritual Jalan Kaki Biksu dari Thailand ke Borobudur

Noris Roby Setiyawan - detikJateng
Senin, 15 Mei 2023 13:27 WIB
Puluhan Bhante melakukan Thudong berjalan kaki dari Thailand ke Chandi Borobudur
Puluhan Bhante melakukan Thudong berjalan kaki dari Thailand ke Chandi Borobudur (Foto: Pradita Utama/detikcom)
Solo -

Sebanyak 32 bhante atau biksu melakukan tradisi Thudong atau perjalanan dari Thailand menuju Candi Borobudur, Kabupaten Magelang. Perjalanan ini untuk menyambut Waisak yang jatuh pada Minggu, 4 Juni 2023 mendatang. Lantas, apa itu tradisi Thudong? Berikut ini penjelasan lengkapnya.

Para biksu yang berjalan kaki ini terdiri dari 27 biksu asal Thailand, empat biksu dari Malaysia, dan satu biksu dari Indonesia. Tradisi Thudong ini diawali dari Nakhon Si Thammarat, Thailand, pada 23 Maret lalu dan finis di Candi Borobudur.

"Kalau yang perjalanan dari Thailand tanggal 23 Maret 2023. Kemudian dari sana jalan akan sampai Candi Borobudur. Rencananya mereka target ke Borobudur, perayaan Waisak, jadi targetnya begitu," ujar Bhikkhu Dhammavuddho ketika dihubungi detikJateng, Sabtu (13/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perjalanan Thudong ini ditempuh para biksu dengan kapal dari Singapura menuju Batam, kemudian pesawat dari Batam menuju Jakarta, dan berjalan kaki dari Jakarta menuju Candi Borobudur.

Selama melakukan perjalanan tersebut para biksu akan singgah di sejumlah tempat yaitu kediaman Habib Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), Vihara Adi Dharma (Semarang), Kelenteng Hok Tik Bio (Ambarawa), dan Kelenteng Liong Hok Bio (Magelang). Rencananya pada Selasa (30/5) akan tiba di Magelang dan memasuki kawasan Candi Borobudur pada Rabu (31/5).

ADVERTISEMENT

Aksi ritual para biksu ini viral di media sosial hingga tak sedikit masyarakat yang penasaran dengan apa itu tradisi Thudong. Berikut informasi lengkap mengenai apa itu tradisi Thudong.

Tradisi Thudong Adalah

Dikutip dari laman resmi Ditjen Bimas Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, Senin (15/5) Thudong adalah kegiatan atau perjalanan ritual yang dilakukan oleh para bhante atau biksu yang dilakukan dengan berjalan kaki sejauh ribuan kilometer. Pada tahun ini para bhante atau biksu melakukan perjalanan dari Thailand menuju Candi Borobudur yang terletak di Indonesia yang bertepatan dengan Hari Raya Waisak.

32 Biksu jalan kaki dari Thailand ke Candi Borobudur Magelang. Foto diunggah Sabtu (13/5/2023).32 Biksu jalan kaki dari Thailand ke Candi Borobudur Magelang. Foto diunggah Sabtu (13/5/2023). Foto: dok Bhikkhu Dhammavuddho

Tujuan Thudong

Masih dari sumber yang sama, tradisi ini bertujuan untuk melatih kesabaran para biksu, karena dalam melakukan perjalan tersebut mereka akan terkena panas sinar matahari, hujan, dan hanya akan makan sebanyak satu kali setiap hari dengan minum seadanya, selain itu mereka juga akan tinggal atau beristirahat di tempat seadanya.

Hal senada juga disampaikan Bhikkhu Dhammavuddho. Bhikku Dammaavuddho mengatakan tradisi Thudong yang dilakukan oleh para biksu tersebut untuk belajar bersabar, karena Sang Buddha mengatakan bahwa kesabaran adalah praktik dharma yang paling tinggi.

"Jadi sehari cuman sekali makan, melatih kesabaran dengan bayangan capek, sehari bisa berjalan minimal 30 km, 25-30 km. Kemudian mereka cuman satu kali dan panas, tutupnya pakai payung dan tinggal seadanya," kata Bhikkhu Dhammavuddho dihubungi detikJateng, Sabtu (13/5).

Perbedaan Tradisi Thudong Dulu dan Sekarang

Tradisi Thudong yang tetap bertahan hingga saat ini merupakan implementasi atau praktik terhadap ajaran Buddha Gautama. Secara umum tidak terdapat perbedaan dari tradisi ini, tetapi jika dilihat dari beberapa sisi telah terjadi beberapa perubahan yang disesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini.

Perbedaan itu terletak di tempat singgah para biksu ketika melakukan perjalanan ini. Jika di zaman dahulu para biksu akan singgah di ruangan kosong seperti gua atau hutan, namun untuk saat ini para biksu dapat bersinggah di vihara.

Bhikku Dhammavuddho menerangkan pada zaman dahulu tradisi berjalan di mana pada jaman Sang Buddha belum ada vihara, belum ada tempat tinggal para Bhante jaman itu tinggal dari hutan ke hutan, dan oleh Sang Buddha para Bhante diberikan kesempatan untuk tinggal di hutan, gunung, dan gua.

"Di zaman modern sekarang, tradisi tetap dilestarikan, tetapi karena vihara sudah ada, semua sudah ada, jadi digeser menjadi satu rangkaian perjalanan misalnya dalam rangka Waisak. Ke tempat-tempat suci, sekarang masih ada di Thailand juga masih sering dilaksanakan, di India dan kemudian yang pertama di Indonesia yang saat Ini," pungkas Bhikkhu Dhammavuddho.

Artikel ini ditulis oleh Noris Roby Setiyawan peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ams/sip)


Hide Ads