Galih Reza Suseno adalah seorang pelukis atau seniman Jogja lulusan seni rupa murni di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja. Saat ini, Galih sedang explore tentang ekofilosofi atau spiritualitas lingkungan.
"Saat ini aku sedang mengeksplor tentang ekologi, ekofilosofi atau spiritualitas lingkungan," kata Galih saat dijumpai detikJateng, beberapa waktu lalu.
Sejak kecil ia sudah senang menggambar dan waktu SMP ia bercerita mengikuti sebuah sanggar seni di Kota Boyolali. Lukisan yang ia buat banyak dijual secara sukarela tanpa meminta harga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari zaman aku SMP udah ngelukis dan ikut sanggar seni di Kota Boyolali, kayak les gitu. Hasil lukisannya nanti dijual ke siapa pun yang mau, dijualnya juga sukarela, nggak nentuin harga," ujar Galih.
"Dari kecil bahkan dari SD orang itu menghargai aku karena bisa gambar, jadi branding-ku adalah 'Galih Reza yang bisa gambar'. Semasa SD, SMP, dan SMA pelajaran seni rupaku yang paling oke dibanding pelajaran lainnya. Aku merasa cuma punya satu talenta, Tuhan kasih satu talenta itu dan aku kembangkan. Puji Tuhan punya orang tua yang mendukung," sambungnya.
Galih menjadi seorang seniman secara profesional sejak tahun 2017, ia mendapatkan apresiasi secara baik dari pengunjung maupun secara materi. Namun, sebagai seniman untuk mendapatkan ide perlu sebuah renungan yang panjang, bergulat dengan pikiran sendiri, dan membutuhkan waktu yang lama.
"Profesionalnya dari tahun 2017. Kalau pameran selalu diapresiasi dengan baik, baik diapresiasi secara pengunjung ataupun secara materi karya itu terjual," imbuhnya.
"Harus berpikir keras, karena seni rupa itu adalah seni merenung hasil karya-karya yang dihasilkan dari sebuah renungan panjang, jadi harus mau bergulat dengan pikiran-pikirannya sendiri. Dulu waktu jualan karya itu ya nggak enak, tapi sekarang puji Tuhan udah membaik," jelas Galih.
Eksplor Spiritualitas Lingkungan
Saat ini, Galih Suseno sedang eksplor tentang ekofilosofi atau spiritualitas lingkungan. Ia mengaku menuntut dirinya untuk memberikan karya yang selalu menawarkan kesadaran baru seperti melihat alam yang juga punya kehidupan walaupun tidak bisa berbicara.
"Aku menuntut diriku untuk memberikan karya yang selalu menawarkan kesadaran baru. Kesadaran yang mungkin berbeda dengan norma sosial dan norma agama, harus ada kesadaran barunya lewat apa pun itu," jelasnya.
"Saat ini aku sedang mengeksplor tentang ekologi, ekofilosofi atau spiritualitas lingkungan, yang kutawarkan adalah bagaimana melihat alam itu tidak semata sebuah materi yang bisa kita eksploitasi tetapi dia juga punya kehidupan, meskipun dia tidak bisa berbicara. Itu tema-tema yang lagi mau aku gali," sambungnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Selain itu, perlunya survei ke tempat-tempat alam untuk melengkapi ide dan karyanya. Menurutnya, perlu untuk mencintai alam lewat kesadaran diri karena ia melihat bahwa Bumi semakin tidak nyaman untuk ditinggali.
"Perlu survei ke tempat-tempat alam, perlu juga menahan diri untuk mencintai alam lewat kesadaran diri, seperti tidak menggunakan sedotan plastik. Jadi hidup lebih sustain, bumi ini semakin nggak nyaman untuk ditinggali," kata Galih.
Sosok yang Menginspirasi
Galih Suseno memiliki sosok yang menginspirasi yakni istrinya, Lily Elserisa, seorang illustrator. Selain illustrator, Lily sering melakukan kegiatan pengabdian masyarakat semasa kuliahnya hingga saat ini ia sering mengadakan workshop tentang sustainable bersama temannya. Galih juga mendapatkan inspirasi dari membaca buku, ngobrol sama orang, nonton film, bahkan pengalaman visual.
"Sosok istri salah satu yang menginspirasi saya, jadinya ada kesadaran baru akan ekologi," ungkap Galih.
"Banyak inspirasi tentunya dari orang lain, ngobrol sama orang, nonton film, baca buku, dari pengalaman visual juga. Itu tu making new under the sun, jadi kita harus peka terhadap sesuatu yang unik bagi kita yang mungkin orang lain nggak nangkap," sambungnya.