Para ahli sejarah belum punya kesatuan pendapat mengenai asal-usul rumah adat Joglo. Namun, ada salah satu riwayat yang menyebutkan bahwa bukan rumah orang Jawa yang meniru bentuk candi, melainkan sebaliknya.
Berikut hasil penelusuran literasi detikJateng mengenai asal-usul rumah adat Joglo.
Asal-usul Rumah Adat Joglo
Dalam buku Joglo, Arsitektur Rumah Tradisional Jawa (Dahara Prize, 1990) karya R Ismunandar K disebutkan bahwa bukan rumah orang Jawa yang meniru bentuk candi, tapi justru bentuk candi yang meniru rumah orang Jawa alias rumah adat Joglo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ismunandar berargumen, candi-candi di Pulau Jawa seperti Borobudur, Prambanan, Dieng, dan lain-lain pada umumnya baru berdiri pada abad ke-8. Sedangkan sebelum agama Hindu dan Buddha tiba di Pulau Jawa, nenek moyang kita pasti sudah punya tempat tinggal yang cukup permanen untuk melindungi diri dan keluarganya.
"..dan yang menjadi saksi bisa pastilah relief-relief (rumah) yang terdapat pada batu candi (Ismunandar, 1990:11)."
Selain itu, dia juga menyebutkan adanya sebuah naskah kuno hasil tulisan tangan yang menceritakan tentang rumah-rumah orang Jawa terbuat dari bahan kayu, serta dimulai dari zaman Prabu Jayabaya berkuasa di Memenang (ibu kota Kerajaan Kediri).
Pada sekitar abad ke-11, Ismunandar menuturkan, Adipati Harya Santang maupun Prabu Jayabaya menyetujui untuk membuat rumah dari bahan kayu. Sebab, kayu merupakan bahan yang ringan, mudah dikerjakan, gampang dicari, serta kalau rusak bisa diperbaiki.
Hal ihwal rumah adat Joglo sudah pernah diteliti oleh sebuah lembaga ilmiah pada masa kolonial Belanda. Lembaga peneliti bangunan-bangunan yang masih asli di Jawa pada beberapa puluh tahun silam itu dikenal dengan sebutan 'Java Institut' yang berkantor di Weltevreden (sekarang Jakarta).
Mengutip buku yang ditulis Sastro Amijaya di Ngadiluwih, Kediri, Ismunandar mengungkapkan bahwa bangunan-bangunan asli di Jawa tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi orang-orang yang mendiaminya.
Bangunan itu terdiri dari pendhapa, peringgitan, griya ageng, pawon atau padongan dan gandok, yang berhubungan satu sama lain. Deskripsi tersebut tak jauh beda dengan bentuk rumah adat Joglo yang masih bertahan hingga sekarang. Begitulah sejarah singkat mengenai rumah adat Joglo.
Mengenai 3 jenis kayu jati yang baik untuk rumah adat Joglo ada di halaman selanjutnya...
Kayu Bahan Rumah Adat Joglo
Seperti diketahui, rumah adat Joglo memiliki material utama dari kayu jati. Biasanya Joglo dibangun oleh masyarakat yang berstatus sosial tinggi seperti kalangan bangsawan atau kerajaan, karena membutuhkan biaya yang besar.
Ciri-ciri Kayu Jati yang Baik
Kayu jati yang baik ialah yang keras dan mempunyai serabut halus serta berminyak. Pohon jati dengan ciri tersebut biasanya tumbuh di daerah pegunungan yang tanahnya berwarna merah. Menurut Kawruh Kalang, ada 11 macam kayu jati yang disebut 'mendatangkan kebaikan'. Namun, hal itu harus dilihat pula dari tempat tumbuhnya, usia, dan cara menebangnya.
Untuk diketahui, Kawruh Kalang adalah buku pedoman berhuruf Jawa yang menguraikan soal kerangka bangunan, dasar-dasar ukurannya, hingga bahan-bahan umum yang dipakai rakyat sampai raja.
Di sisi lain, tanah-tanah tertentu dianggap memengaruhi jenis kayu jati yang baik atau mampu bertahan puluhan tahun jika dipakai untuk mendirikan bangunan. Dikutip dari buku Ismunandar, berikut 3 jenis kayu jati yang pada zaman dulu diutamakan untuk membuat rumah adat Joglo.
1. Jati bang
Kayu jati ini terkenal keras dan halus serta nglenga (berminyak). Kayu jenis ini dikenal sangat awet untuk bahan dasar rumah adat Joglo.
2. Jati kembang atau Jati Sungu
Kayu jati ini berwarna hitam atau kecoklat-coklatan. Urat kayunya seperti ukiran bunga dan mirip tanduk, sehingga disebut Jati Sungu (tanduk dalam Bahasa Jawa). Namun, kayu jati kembang tidak sekuat jati bang.
3. Jati kapur
Kayu jati ini batangnya lunak dengan urat atau serabut yang kasar dan berwarna keputih-putihan. Dari sisi daya tahannya untuk bangunan, jati kapur memang tak sekuat jati bang dan jati kembang. Namun, jika jati kapur tumbuh di tanah merah atau tanah liat, maka kualitasnya bisa lebih tinggi dibandingkan jati bang yang tumbuh di tanah hitam.