Warga di Desa Pelemsari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, berbondong-bondong menuju ke sebuah tempat yang dipercaya sebagai lokasi pepunden, Rabu (10/8/2022). Mereka bersiap mengikuti tradisi 'Tawur Sego' (Tawur Nasi).
Ada ratusan warga yang hadir dalam kegiatan itu. Mereka sudah berbondong-bondong dengan membawa sebakul nasi sejak pukul 09.00 WIB.
Nasi yang dibawa oleh masing-masing warga itu kemudian dikumpulkan menjadi satu di lokasi pepunden sehingga menjadi gundukan nasi. Nasi yang sudah bercampur itu ditempatkan dengan alas sebuah tikar plastik berwarna biru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi 'Tawur Sego' diawali dengan doa bersama oleh beberapa tokoh desa di bawah sebuah pohon yang masih satu tempat dengan lokasi pepunden. Setelah itu dilanjutkan dengan pertunjukan tari orek-orek oleh sejumlah warga setempat.
Ratusan warga yang berada di lokasi melakukan doa bersama terlebih dahulu dengan dipimpin oleh salah satu tokoh Desa Pelemsari.
![]() |
Selesai doa bersama, barulah kemudian warga tawuran dengan saling melemparkan nasi yang sebelumnya telah dikumpulkan.
Meski dihadiri banyak warga, 'Tawur Sego' hanya diikuti belasan orang. Sementara warga lainnya sebagai penonton. Acara yang digelar hingga selesai pukul 10.30 WIB itu berlangsung seru dan meriah. Warga mulai dari anak-anak hingga orang dewasa tampak antusias menyaksikan setiap prosesinya.
Edi Rajarimba, salah satu warga yang turut terlibat melakukan tradisi 'Tawur Sego', mengaku dirinya rutin mengikuti tradisi ini setiap tahunnya. Bahkan selama pandemi dua tahun lalu, tradisi ini tetap digelar.
Warga Pelemsari ini mengatakan tradisi sudah berlangsung turun-temurun.
"Untuk syukur dan bersih desa dari bala. Masyarakat biar hidup makmur, panen melimpah. Ini sudah kepercayaan masyarakat. Adatnya sudah seperti itu. Kami tinggal meneruskan saja," tuturnya.
Kepala Desa Pelemsari, Pin, mengungkapkan di desanya terdapat dua pedukuhan, yakni Dukuh Glagah dan Dukuh Plempoh. Total ada sekitar 400 Kepala Keluarga (KK). Pin juga mengatakan tradisi 'Tawur Sego' sudah dilakukan secara turun-temurun.
"Sudah menjadi adatnya warga desa dan turun-temurun sejak dulu. Intinya untuk mengungkapkan rasa syukur atas limpahan nikmat yang diberikan Tuhan," terangnya kepada detikJateng saat ditemui di rumahnya.
(apl/rih)