Ternyata Ada 3 Kasta Makhluk Halus di Gunung Merapi, Apa Saja?

Ternyata Ada 3 Kasta Makhluk Halus di Gunung Merapi, Apa Saja?

Tim detikJateng - detikJateng
Rabu, 20 Jul 2022 18:30 WIB
Guguran lava pijar Gunung Merapi terlihat dari Srumbung, Magelang, Jawa Tengah, Minggu (24/4/2022). Menurut data BPPTKG Yogyakarta periode pengamatan 24 April 2022 pukul 00.00-06.00 WIB telah terjadi 10 kali guguran lava pijar dengan jarak luncur maksimal 1.600 meter ke arah barat daya. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/YU
Guguran lava pijar Gunung Merapi terlihat dari Srumbung, Magelang, Jawa Tengah, Minggu (24/4/2022). Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Solo -

Cerita tentang makhluk halus tak hanya ditemui dalam karya sastra atau fiksi. Mengenai kepercayaan masyarakat terhadap makhluk halus juga bisa Anda baca dalam beberapa karya hasil penelitian ilmiah. Salah satunya dalam buku Manusia Jawa dan Gunung Merapi, Persepsi dan Kepercayaannya (1991) karya Lucas Sasongko Triyoga.

Buku yang diterbitkan Gadjah Mada University Press ini membahas hal ihwal kebudayaan Jawa di lereng Gunung Merapi. Secara khusus, buku ini merupakan hasil kajian antropologi terhadap masyarakat di tiga desa teratas Gunung Merapi. Penelitian lapangan dilakukan pada September 1984 sampai Mei 1985.

Dalam buku ini, tiga desa tertinggi di lereng Merapi yang menjadi lokasi penelitian itu disamarkan dengan nama Kawastu, Korijaya, dan Wukirsari. Dua desa pertama terletak di lereng selatan atau wilayah Kabupaten Sleman, DIY. Sedangkan desa ketiga berada di lereng utara atau wilayah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seluruh bab dalam buku ini menarik untuk dibaca. Mengingat, tak banyak buku yang secara detail mengulas tentang Gunung Merapi dari sisi antropologi. Namun, ada satu bab yang terbilang menarik untuk diketahui secara luas, yaitu tentang kepercayaan terhadap Gunung Merapi.

Bab ketiga dalam buku ini membahas enam hal, mulai dari asal-usul dan persepsi terhadap cikal bakal, asal-usul Merapi, kraton makhluk halus, tempat-tempat angker, binatang-binatang sakral, dan sebab-sebab letusan dan cara meramalkannya.

ADVERTISEMENT

Dilansir dari buku Manusia Jawa dan Gunung Merapi, Persepsi dan Kepercayaannya (1991, 54-60), penduduk di tiga tiga lokasi penelitian itu membagi makhluk halus ke dalam tiga golongan, yaitu leluhur, dhanhyang, dan lelembut.

Tidak ada maksud untuk mengarahkan pembaca agar mempercayai kekuatan gaib dari para makhluk halus tersebut. Artikel ini adalah upaya mengenalkan hasil penelitian ilmiah yang dapat memperkaya khazanah kebudayaan kita.

Leluhur

Leluhur adalah roh semua orang yang telah meninggal. Roh yang baik semasa hidupnya akan menetap di Kraton Merapi dan menjaga keselamatan hidup anak cucunya.

Tentang Dhanhyang dan Lelembut, silakan baca di halaman berikutnya...

Adapun roh yang semasa hidupnya banyak berbuat jahat, rohnya dipercaya akan melayang tanpa tujuan. Roh itu akan menempati batu, pohon, sungai, dan tempat-tempat lainnya. Roh semacam inilah yang digolongkan sebagai lelembut yang jahat.

Dhanhyang

Dhanhyang adalah sebutan bagi makhluk halus yang menempati dan menguasai tempat-tempat tertentu seperti jurang, sungai, mata air, desa, bukit, dan lain-lain. Makhluk halus ini dipercaya bersifat baik, suka menolong, dan bersahabat dengan manusia.

Dhanhyang diyakini bukan dari roh manusia. Ada dua versi tentang asal-usulnya. Pertama, Dhanhyang berasal dari jin yang mengakui adanya Tuhan atau jin ngiman (beriman). Kedua, Dhanhyang berasal dari wahyu anugerah Tuhan sejak dunia diciptakan.

Lelembut

Lelembut adalah makhluk halus yang terendah derajatnya. Seperti Dhanhyang, asal-usul lelembut juga terdiri dari dua versi. Pertama, lelembut sudah ada sejak dunia diciptakan. Versi kedua, lelembut berasal dari roh manusia jahat. Lelembut dipercaya suka mengganggu manusia. Tingkat risiko gangguannya berbeda-beda.

Lelembut sering medeni (menakuti) dengan menampakkan diri atau membuat suara yang menakutkan sehingga disebut memedi. Sering pula lelembut disebut lelembut bekasakan, gentayangan, karena menempati apa saja seperti batu, kayu, dan sebagainya.

Lelembut ini terdiri dari beberapa jenis. Ada yang dapat dideskripsikan, ada pula yang tak dapat digambarkan. Jenis lelembut yang dikenal penduduk lereng utara dan selatan Gunung Merapi dalam buku ini ada sepuluh, yaitu Banaspati, Jin, Wewe, Gendruwo, Peri, Jrangkong, Wedon, Buta (Buto), Thethekan, dan Gundhul Pringis.

Apa saja yang membedakan sepuluh jenis lelembut ini, simak di artikel detikJateng berikutnya.

Halaman 2 dari 2
(dil/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads