Sebuah prasasti beraksara Jawa Kuno ditemukan di areal ladang penduduk wilayah Dukuh Wonosegoro, Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Prasasti Sarungga itu menjadi penanda peradaban masyarakat di lereng timur Gunung Merapi-Merbabu 1.121 tahun silam.
Prasasti Watu Tulis Wonosegoro itu saat ini masih berada di ladang milik Sarwi, warga setempat. Kondisinya masih apa adanya. Sebagian batu masih terpendam di dalam tanah. Boyolali Heritage Society (BHS), perhimpunan pemerhati dan penggiat sejarah-budaya Boyolali, menggelar Ruwat Rawat Prasasti Sarungga.
"Kegiatan ini untuk memperingati 1.121 tahun keberadaan peradaban lereng timur Gunung Merapi-Merbabu, Boyolali sejak penanggalan di Prasasti Watu Tulis (Prasasti Sarungga) 25 Mei 901 hingga 25 Mei 2022 yang syarat akan makna jalinan hubungan antara manusia, alam dan budayanya," ujar Ketua Boyolali Heritage Society, Kusworo Rahadyan, di sela-sela kegiatan, Rabu (25/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, jelas dia, acara ini sekaligus untuk menyosialisasikan kepada masyarakat untuk lebih peduli dan melestarikan objek tinggalan arkeologi ini. Juga memberikan pemahaman kepada masyarakat akan nilai-nilai historis-kultural yang tersurat di Prasasti Sarungga tentang rentang jejak peradaban lereng timur Merapi-Merbabu Boyolali beserta kekayaan budayanya.
Menurut Kusworo, Prasasti Watu Tulis Wonosegoro atau Prasasti Sarungga ini telah dilakukan penelitian dalam skripsi oleh mahasiswa Arkeologi UGM.
Prasasti itu bertuliskan swa sti śa ka wa rṣā tī ta 8 2 3 jye ṣṭa ma sa pa ñca mi śu kla ha wa so kā la ni ki pa ta pā n ri śa rū ṅga nā mā [...]. Tulisan aksara jawa kuno itu telah dialihaksarakan dalam penelitian skripsi itu.
"Tulisan aksara Jawa kuno di prasasti itu isinya, Selamat tahun Śaka yang telah lalu 823 pada bulan Jyesta tanggal 5 bagian bulan terang. Haryang (hari bersiklus 6), Wagai (hari bersiklus lima), Soma (hari bersiklus tujuh atau Senin), pada saat ini (terdapat) pertapaan di Śarūṅga (yang) hendaklah dinamai ..." jelasnya.
Dikemukakan, setelah kalimat 'hendaklah dinamai' itu kalimat berikutnya hilang. Berdasarkan penelitian tersebut juga telah dilakukan konversi penanggalan dari Saka ke Masehi di mana bisa dibaca bahwa penanggalan di prasasti tersebut setelah dikonversi dengan tahun Masehi menjadi tanggal 25 Bulan Mei Tahun 901.
"Jika ditarik ke tahun sekarang sudah 1.121 tahun silam masyarakat lereng timur Gunung Merapi-Merbabu Boyolali sudah memiliki peradaban yang luhur dan sudah ada budaya menulis. Hal ini menunjukkan bahwa alangkah tingginya peradaban di wilayah ini waktu itu," imbuh dia.
Kegiatan Ruwat Rawat Prasasti Sarungga berlangsung khidmat. Acara diawali di pelataran makam Dukuh Wonosegoro, yang terletak di sebelah barat dukuh ini. Di sana, sejumlah sesaji sudah tertata rapi. Antara lain gunungan hasil bumi, tumpeng, lauk-pauk, palawija hingga ayam ingkung.
Di tempat ini juga digelar fragmen menggambarkan kehidupan masa lalu. Ada pemahat, kemudian penulisan dengan media daun lontar, namun dalam kegiatan ini daun lontar diganti slumpring bambu, menuliskan kidung Surajaya. Selain itu disuguhkan juga fragmen masyarakat yang sedang meditasi.
Selanjutnya, sesaji-sesaji itu dikirab ke lokasi acara berikutnya di sebelah barat makam Wonosegoro. Berikutnya, ke prasasti Watu Tulis atau Prasasti Sarungga. Kegiatan Ruwat Rawat ini juga dimeriahkan pentas budaya kesenian tradisional. Yaitu rodat, jangkrik ngentir dan campur bawur.
(sip/rih)