Ramaikan Lur! Pergelaran Sastra 'Membaca Murtidjono' di TBJT Malam Ini

Wara-wara

Ramaikan Lur! Pergelaran Sastra 'Membaca Murtidjono' di TBJT Malam Ini

Tim detikJateng - detikJateng
Senin, 23 Mei 2022 16:47 WIB
Pergelaran sastra Membaca Murtidjono.
Pergelaran sastra 'Membaca Murtidjono'. (Foto: dok. istimewa)
Solo -

Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) menggelar pergelaran sastra bertajuk 'Membaca Murtidjono', malam nanti. Pergelaran sastra yang diramaikan sejumlah seniman dan sastrawan ini digelar untuk mengenang Murtidjono yang telah 28 tahun membangun dan memimpin TBJT.

Pergelaran sastra 'Mengenang Murtidjono' ini akan digelar di Teater Arena TBJT, Senin (23/5/2022) pukul 19.30 WIB. Sejumlah seniman dan sastrawan turut ambil bagian dalam pergelaran ini, di antaranya Sosiawan Leak, Timur Sinar Suprabana, Eko Tunas, Djarot BD, Mbah Pine Wiyatno, ST Wiyono, dan Hanindawan.

Pergelaran sastra ini juga akan diramaikan dengan orasi budaya oleh Halim HD. Juga ada musikalisasi puisi 'Sound of Poem' pimpinan Makchulan Baihaqi. Sementara bertindak sebagai pembawa acara yakni Wijang Warek Almauti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut panitia, pergelaran sastra ini digelar sebagai penghormatan untuk sosok Murtidjono. Serta mengenang pemikiran-pemikirannya selama memimpin Taman Budaya Jawa Tengah.

"Banyak yang telah ia (Murtidjono) lakukan untuk meneguhkan jati diri dan keberadaan Taman Budaya sebagai ruang publik, ruang kesenian dan rumah bagi para seniman dan pekerja seni," ujar panitia acara, Tria Vita Hendrajaya melalui keterangan tertulis yang diterima detikJateng, Senin (23/5/2022).

ADVERTISEMENT

Tria menerangkan, hingga wafatnya 3 Januari 2012 lalu, Murtidjono telah memimpin Taman Budaya Jawa Tengah selama 28 tahun. Semenjak masih berlokasi di Sasonomulyo yang kala itu bersebelahan dengan Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI), lalu pindah sebentar ke Mesen dan hingga akhirnya pindah di Kentingan sampai sekarang.

Menurut dia, selama memimpin TBJT, Murtidjono dikenal jeli memikirkan fasilitasi kegiatan kesenian. Di antaranya membangun ruang-ruang untuk berekspresi seperti pendapa, galeri, Teater Arena, Teater Terbuka dan Panggung Procenium.

"Bahkan di membuat ruang belajar beserta fasilitas pendukungnya sebagai tempat untuk bertukar pikiran para seniman dan pekerja seni," tuturnya.

Tria mengatakan, Murtidjono banyak melahirkan ide-ide besar untuk memajukan Taman Budaya justru tidak di belakang mejanya. Namun di 'kantor keduanya' yang kala itu disebut 'ngisor pelem', sebuah warung di bawah pohon mangga.

"Dari sanalah banyak muncul kegiatan yang akhirnya meneguhkan Taman Budaya sebagai tempat bernaung dan berekspresi kegiatan seni, seperti Nur Gora Rupa tahun 1993, Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka tahun 1995," jelas Tria.

Hingga wafatnya 3 Januari 2022 lalu, Murtidjono menggeluti berbagai cabang seni, seperti melukis, karawitan, wiraswara, puisi dan musik. Sementara dua cabang seni yang mengangkat namanya yaitu di bidang puisi (karyanya ikut beberapa antologi) dan sebagai rocker (penyanyi).




(aku/sip)


Hide Ads