Ada tradisi unik di Desa Penggarit, Pemalang, pada tanggal ganjil di pengujung Ramadan, yakni tradisi berbagi kue serabi yang digelar sejak Kamis (28/4/2022) hingga Sabtu (30/4/2022).
Warga Desa Penggarit, Kecamatan Taman, Pemalang ini, semula memasak serabi di rumah masing-masing. Selesai masak, sorenya baru dibagikan ke tetangga dan saudara.
Namun, di tahun ini, aksi memasak serabi tidak dilakukan di rumah-rumah warga, melainkan di jadikan satu di areal Bumdes Penggarit.
Kepala Desa Penggarit, Imam Wibowo mengatakan tradisi serabi likuran ini biasanya digelar di tanggal-tanggal ganjil di pengujung bulan Ramadan, yakni mulai hari ke 21, 23, 25, 27 dan 29.
"Tradisi serabi likuran ini, memang sudah berlangsung sejak zaman dulu kala. Biasanya malam ganjil likuran di bulan Ramadan," kata Imam kepada detikJateng.
Tradisi yang entah kapan dimulai itu, diakuinya sempat hilang, tidak dijalankan oleh warga. Namun sejak tiga tahun terakhir ini, tradisi serabi likuran kembali dilakukan untuk menghidupkan kembali tradisi warga desa setempat.
"Tradisi sempat tidak ada. Tapi akhirnya diuri-uri lagi. Ya positif, saling silaturahmi dan berbagi dengan kue serabi. Ya memang akhirnya seperti tukar-menukar serabi," katanya.
Tidak selalu serabi untuk berbagi makanan kecil ini. Namun, dikatakannya, lebih banyak kue serabi.
"Hanya saja memang sejak dulu, kue serabi. Sehingga warga lebih banyak yang bisa membuat serabi secara mandiri. Kemudian diantar kepada tetangga sanak saudara sebagai langkah menjalin silaturahmi dengan medianya serabi," ujar Imam.
![]() |
Sebelumnya, warga membuat serabi sendiri-sendiri di rumah. Namun saat ini dijadikan berkelompok-kelompok di areal parkir Bumdes Penggarit.
"Tahun ini, kami kemas dalam sebuah kegiatan yang tersentral. Memang sebelumnya warga membuat sendiri di rumah masing-masing. Biar semangat, kita iringi gendhing Jawa yang dilakukan oleh anak-anak remaja kita sembari bernyanyi menunggu berbuka puasa," ungkapnya.
Serabi yang digunakan untuk acara likuran ini, memang nampak serabi pada umumnya. Berbahan dasar tepung beras yang dicampur santan kelapa. Hanya saja, kue serabi akan disajikan dengan kuah.
Ada dua varian kuahnya, yakni kuah yang gurih, terbuat dari santan kelapa maupun kuah yang rasanya manis, dari olahan gula merah yang dicairkan ditambah parutan kelapa.
Sriningsih (46) Warga Desa Penggarit, menjelaskan untuk tradisi likuran kali ini ia bersama tetangganya membuat serabi.
Namun, tidak semua serabi itu dibagikan secara gratis. Mereka juga menjual hasil olahannya untuk warga yang ingin memperoleh dalam jumlah banyak.
Ya, tidak semua warga karena perkembangan terakhir ini, bisa memasak dan mengolah kue serabi. Tidak heran banyak warga yang justru lebih memilih cara praktis dengan membeli kue serabi. Selain untuk dimakan sendiri, juga untuk dibagikan ke saudara dan tetangga lainnya.
Salah satunya adalah Hartati (38) warga perantau yang saat ini tengah mudik ke kampung halamannya.
"Saya kan merantau di Jakarta. Baru mudik, saya juga lama nggak buat serabi. Takut rusak. Karena itulah saya beli kue serabi. Biar simpel saja. Nanti untuk buka dan dibagikan juga. Tadi berapa ya satu tangkap serabi seribu atau seribu lima ratus," jelasnya.
Tradisi selikuran ini merupakan tradisi yang pada intinya untuk menjalin silaturahmi antarwarga di Desa Penggarit.
"Ini kan katanya menjalani silaturahmi sesama warga, biar saling memberi dan menerima seperti itu. Apalagi banyak merantau, lama tidak ketemu. Jadi mengakrabkan," imbuh warga lainnya, Hernawati (49).
(ahr/rih)