Gayeng Weh-Buweh Saat Malem Selikuran Ramadan di Bintoro Demak

Gayeng Weh-Buweh Saat Malem Selikuran Ramadan di Bintoro Demak

Mochamad Saifudin - detikJateng
Sabtu, 23 Apr 2022 00:22 WIB
Tradisi Meh Buweh di Demak pada malem selikuran Ramadan, Jumat (23/4/2022).
Tradisi Meh Buweh di Demak pada malem selikuran Ramadan, Jumat (23/4/2022). (Foto: Mochamad Saifudin/detikcom)
Demak - Warga di Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak merayakan malam 21 Ramadan atau malam selikuran dengan tradisi weh buweh. Tradisi ini berupa kegiatan saling memberi berbagai makanan.

Pantauan di Kampung Domenggalanbaru, Kelurahan Bintoro, Jumat (22/4/2022), sejumlah anak, remaja dan orang tua ramai menukarkan jajanan di depan rumah. Warga nampak membawa jajanan dan menukarkan dengan jajanan lain yang tersedia di depan setiap rumah warga. Tradisi ini hanya berlangsung sekitar 30 menit, usai salat magrib hingga menjelang isya.

Selain itu nampak Ketua RT setempat juga memberikan wara wara kepada warga setempat dengan menyebut "Weh-Buweh" dengan pengeras suara di depan musala kampung tersebut.

"Tradisi Weh-Buweh ini setiap malam 21 Ramadan tiap tahun," jelas Ketua RT 2 RW 3, Kampung Domenggalanbaru, Sukarjo, di depan musala.

"Selalu ramai. RT-RT sebelah itu juga masih berbunyi (weh buweh) itu pertanda belum selesai," sambung Sukarjo.

Sukarjo merasa senang dengan lestarinya tradisi yang sudah ada sejak dia kecil ini. "Waktu masih kecil keluar kampung banyak weh weh buweh di sini menukarkan jajanan. Maunya apa ditukarkan, makan dulu nanti ambil lagi," jelas Sukarjo yang sudah berusia kepala tujuh itu.

"Ya, tradisi ini tetap dilestarikan," imbuhnya.

Tradisi Meh Buweh di Demak pada malem selikuran Ramadan, Jumat (23/4/2022).Tradisi Meh Buweh di Demak pada malem selikuran Ramadan, Jumat (23/4/2022). Foto: Mochamad Saifudin/detikcom

Sementara itu warga lain, Joko Asriyanto, tampak membuka lapak jajanan di depan rumahnya. Selain jajanan, Joko juga menyediakan uang pecahan Rp 5 ribu baru. Lapak itu tampak ramai didatangi anak-anak.

"Ini sebenarnya hanya simbol saja, kalau manusia itu saling memberi. Ini dipaskan dengan malam selikuran atau malam 21 Ramadan. Ditandai dengan salah satu tradisi adalah saling menukar jajanan. Ada mainan, jajan, uang dan sebagainya," terang Joko.

"(ramai) Karena ada uangnya tadi, jadi barang tukar uang. Kami kehabisan jajanan. Tadi kami menyediakan 50 bungkus jajanan sudah kehabisan langsung. Terus kita tambahi, ini apalagi ya, udah lah uang aja. Kalau anak kecil Rp 5000, baru, itu kan seneng banget. Sampai sekitar Rp 300 ribu," imbuh Joko.

Sementara warga lain dari Desa Trengguli, Kecamatan Wonosalam, Uswatun Hasanah (32), mengaku sengaja datang ke Kampung Domenggalanbaru untuk ikut merayakan weh buweh. Lantaran di desa tempatnya tidak ada tradisi tersebut.

"Saya aslinya Trengguli. Trengguli ke sini pengin ikut weh buweh. Di sana kan tidak ada, biasanya ikut ke sini emang, di rumah saudara. tadi sengaja ikut ke sini ikut weh buweh. Iya karena tradisi ini langka," terang Uswatun.

Uswatun tampak membawa semangka untuk ditukarkan jajanan ringan atau snack. "Ini tadi beli semangka di Trengguli, lagi musim. langka biasanya yang kayak gini, biasanya kan jajanannya ringan ringan. Ya biar beda," kata dia sambil tersenyum.


(sip/sip)


Hide Ads