Tim kurator yang menangani kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), PT Sinar Pantja Jaya, PT Bitratex, dan PT Primayudha mengaku kebingungan karena diminta tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, mereka tidak diberi solusi lain.
Hal itu diungkapkan salah satu kurator, Denny Ardiansyah, saat konferensi pers di Hotel All Stay, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, malam tadi. Selain Denny, ada tiga kurator lainnya, yaitu Nur Hidayat, Fajar Romy Gumilar, dan Nurma Candra Yani Sadikin.
Denny mengatakan, PHK menjadi konsekuensi hukum kepailitan yang diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Kami saat ini dipaksa untuk tidak melakukan PHK. Ini kami dipaksa untuk melanggar undang-undang. Karena apa? Muaranya dari kepailitan ini adalah going concern atau pemberesan," kata Denny, Senin (13/1/2025) malam.
Menurut Denny, hingga saat ini belum ada pertemuan lintas kementerian yang membahas nasib para buruh setelah Sritex dinyatakan pailit. Dia bilang harus menemui para pihak terkait satu per satu.
"Kita tidak pernah bertemu langsung secara komprehensif. Kemenperin, Kemennaker, kemudian Perekonomian. Kita tidak pernah komprehensif, satu-satu. Kami diminta jangan PHK, tapi apa solusinya?" ujar Denny.
Selain didesak agar tidak ada PHK, kurator juga diminta menerbitkan going concern. Sedangkan dalam Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU disebutkan bahwa kerugian terhadap harta pailit menjadi tanggung jawab kurator.
"Nah ketika going concern, kami mengacu Pasal 72. Kalau ada yang berani menanggung kerugian dari adanya going concern, kami siap," tegasnya.
Denny mengatakan, pada Juni 2024, proses produksi dan penjualan perusahaan mengalami kerugian yang besar. Dengan melihat beban utang dan kualitas asetnya, Denny menilai tak dilakukannya going concern adalah keputusan yang tepat untuk saat ini.
Dia menambahkan, pernyataan PHK justru menjadi penting bagi karyawan, terutama karyawan PT Bitratex yang saat ini telah dirumahkan sejak 2022 tanpa uang tunggu sejak September 2024.
"Penerapan going concern bukan solusi untuk pekerja PT Bitratex karena sebelum putusan pailit, pekerja telah dirumahkan tanpa gaji atau uang tunggu," jelasnya.
Disebutkan bahwa para buruh baru bisa mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kehingan Pekerjaan (JKP), dan mengklaim BPJS jika sudah di-PHK. Denny juga menampik pernyataan yang menyebut kurator sulit ditemui.
"Justru yang kami belum pernah ketemu Dirut (Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto). Ketika kurator datang di pabrik di Sukoharjo kami ditempatkan di posko kepailitan di belakang pos satpam. Dan kami tidak pernah ditemui Dirut," kata Denny.
"Jadi yang susah ditemui itu siapa sebenarnya, tim kurator atau Dirut? Kalau Direktur Utama mau ketemu kurator gampang, tinggal telepon, beres, ketemu," sambungnya.
Kurator lainnya, Nurma, mengatakan pihak kurator belum bisa memenuhi permintaan going concern setelah menimbang besarnya utang perusahaan serta aktivitas bisnis yang tidak menguntungkan. Dia menjelaskan, seharusnya going concern dilakukan untuk meningkatkan atau mempertahankan harta pailit.
"Tapi sampai saat ini kami belum melihat ada potensi ke arah meningkatkan harta pailit. Karena debitur tidak kooperatif, tidak menyampaikan data, belum terbuka kepada kami," kata Nurma, Senin (13/1/2025).
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(dil/apu)