Di sebuah kampung bernama Dukuh Karanganyar, Desa Blerong, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terdapat Kampung Keripik. Sebanyak 16 keluarga memiliki tempat produksi dan brandnya masing-masing. Hal itu tidak terlepas dari upaya perintisnya bernama Supriyanto (51) yang lebih dulu jualan produk makanan cemilan berjenis keripik itu.
"Iya, kampung keripik di (Dukuh) Karanganyar, itu sudah lama, beberapa tahun sebelum kita menjabat. Saya menjabat 2023. Ya banyak orang yang produksi keripik itu di tempatnya Pak Supri itu tadi," kata Kades Blerong, Masroni, kepada detikJateng melalui telepon, Sabtu (30/11/2024).
Supriyanto, saat ditemui di rumah beralamat RT 5 RW 1 Dukuh Karanganyar, sekaligus Sekretariat Kampung Keripik itu, mengatakan dirinya membuat kampung keripik tersebut lantaran keteteran memenuhi pesanan dari distributor. Kemudian dirinya berinisiatif mengajak keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar terlibat dalam produksi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Supri, panggilan akrabnya, kini telah memiliki pekerja sebanyak sembilan orang. Dirinya setiap harinya memproduksi keripik 400 hingga 500 bungkus.
"Awal mulanya saya punya produk sendiri selain di Kampung Keripik itu. Jadi saya itu bukan asli Demak tapi saya itu pindah ke Demak dari 2008. Perjalanan dari produk saya, saya namakan Aneka Jaya Snack itu, itu saya menjualnya bukan hanya satu, dua tahun tapi lebih dari tiga tahun itu baru dikenal orang produk namanya peyek tumpi itu," ujar Supri.
"Setelah produk kami banyak yang kenal, ada bakul atau sales yang datang ke kami, pengin memasarkan produk dari kami. Ternyata setelah itu bukan hanya satu dua orang yang datang, ada puluhan orang yang datang ke sini untuk memasarkan produk dari kami. Terus saya punya inisiatif kalau cuman saya sendiri kan mungkin nggak kuat ya kalau produksi banyak. Terus saya mulai melatih orang atau membina orang bikin produk yang sama," imbuhnya.
Pendampingan tersebut, lanjut Supri, berupa memberikan ilmu tata cara produksi, pemasaran, hingga perizinan. Sehingga orang yang dulu ikut dengannya kini mampu berdiri sendiri dengan produknya masing-masing.
"Dari produk yang kami hasilkan tadi saya membina mulai keluarga dulu. Jadi dimulai dari keluarga, ada kakak, ada adik yang ikut gabung di tempat kami. Setelah itu, dia bisa, dia menyebar. Ada yang rumahnya Trengguli, ada yang Blerong sini, ada yang Sarirejo, Sukorejo, ada yang di Purwodadi juga," tuturnya.
Ia menuturkan Kampung Keripik tersebut akhirnya berbadan hukum pada September 2023. Dirinya mengumpulkan sebanyak 12 orang untuk membuat Kampung Keripik itu.
"Nah produk itu sudah dikenal, ada satu dua orang yang bikin, saya bikin kelompok, mulai dari tiga orang saya rekrut untuk bikin kelompok, terus terkumpulah 12 orang saya bikin paguyuban, namanya paguyuban kampung keripik. Terus saya ajukan ke notaris untuk dibuatkan badan hukum, menkumhamnya juga, itu di tahun 2023, lebih pasnya bulan Agustus 2023 itu badan hukumnya sudah jadi," ujarnya.
Supri menerangkan anggota Kampung Keripik saat ini sebanyak 16 orang. Ia menyebut anggotanya tersebut memiliki banyak background, dari mulai pelaku usaha lain, buruh pabrik, hingga eks pekerja migran dari Arab Saudi.
"Ada yang asli pedagang yang pindah usaha, juga ada yang dulunya kerja di pabrik, ada juga yang dulunya cuma ikut-ikutan usaha, ada satu yang eks TKI di Arab Saudi," ujarnya.
![]() |
Ia menyebut sebanyak sekitar 63 produk camilan keripik siap saji dalam katalog Kampung Keripik. Mulai dari peyek tumpi atau isi kacang ijo, peyek kacang tanah, peyek rebon, keripik tempe, keripik bayam, keripik singkong keju, dan sebagainya.
"Iya, kalau produknya itu dari satu orang itu lebih dari dua produk, contohnya dari saya itu ada 8 produk, sedangkan yang lain ada enam produk, ada empat produk. Kalau ditotal dari 16 orang itu kita kemarin bikin katalog itu ada sekitar 63 produk yang masuk katalog," terangnya.
"Dari 16 anggota itu, berarti 16 tempat teman yang produksi. Jadi teman-teman 16 orang itu sudah punya usaha masing-masing, pasar masing-masing, tinggal kita bergabung dalam satu paguyuban," imbuhnya.
Ia menambahkan selain event bazar, anggota Kampung Keripik tersebut telah memiliki pasarnya masing-masing. Yaitu pasar tradisional dan beberapa swalayan.
"Kalau pasarnya, kalau kelompok itu sebenarnya bukan menguasai pasar, enggak. Kalau Kampung Keripik itu kalau ketika ada bazar, nah kita keluar dengan satu brand dengan kampung keripik," terangnya.
"Penjualannya, kalau yang sering itu dari teman-teman itu di pasar-pasar tradisional. Ada satu dua orang yang masuk ke pasar swalayan juga tapi itu bukan dari dia pribadi tapi dia sudah punya distributor," ujarnya.
Ia menyebut setiap dua bulan sekali para anggota Kampung Keripik berkumpul berdiskusi untuk kelangsungan usahanya masing-masing. Program tersebut sudah berjalan satu tahun terakhir.
"Kita setiap dua bulanan sekali ada namanya dwi bulanan, pertemuan rutin kampung keripik, ngobrol sana-sini yang penting ada kejelasan untuk usaha kami, dan itu sudah kami laksanakan lebih dari satu tahun," tuturnya.
Kisah Supriyanto
Adanya Kampung Keripik tidak terlepas dari usaha pribadi milik Supriyanto yang sukses. Warga asli Dukuh Lerep, Desa Karangbolo, Kecamatan Ungaran Barat tersebut belajar sedikit banyak dari kampung halamannya.
Sebelum pindah ke Demak di rumah asal istrinya itu, Supri hanya menjualkan produk peyek milik saudaranya yang sudah terkenal lebih dulu di kampung Lerep tersebut. Kemudian setelah pindah ke Demak, ia berinisiatif membuat peyek tumpi atau kacang ijo yang merupakan salah satu hasil dari pertanian terbesar di Demak.
"Saya pengalaman memasarkan milik saudara. Saya di sana tidak pernah usaha, saya di sana cuman masarkan miliknya saudara-saudara. Tapi waktu di sini (Blerong-Demak) saya berpikiran, di sini kan tempatnya (penghasil) kacang hijau. Padahal bahan utama dari peyek tumpi itu kacang hijau, ternyata waktu itu di sini kacang hijau murah, jadi saya berfikiran kalau ini bikin peyek tumpi gathuk (cocok)," ujarnya.
"Setelah saya punya inisiatif itu kita praktikkan, itu saya goreng itu tidak jadi, karena tidak tahu resepnya. Cuman tahu caranya seperti itu, jadi kita cuman autodidak. Setelah itu saya telepon kakak saya yang ada di Ungaran, 'Mbak produk saya kok banyak yang hancur seperti ini, kurang ini, kurang ini', setelah diperbaiki sudah bagus, kita bikin resep sendiri. Jadi resep saya bakukan, misalnya harus ada garamnya takarannya berapa terus patinya harus ditakar berapa, kita sudah punya resepnya sekarang. Dan resep baku itu sekarang saya buat pelatihan, yang ada di tempat kami atau kalau kami diundang untuk melatih," sambungnya.
Dari 2008 membuat peyek, lanjutnya, tidak banyak orang tahu hingga sekitar 2012. Sebelumnya, ia pasarkan sendiri produknya ke toko-toko Demak, Semarang, dan sekitarnya.
"2012 mulai dikenal, bahwa saya bikin peyek tumpi tadi. Sebelumnya kerjanya apa nggak tahu mas. Setelah itu baru ada bakul atau sales untuk menjualkan produk saya," terangnya.
"Sebelumnya saya jalan jual sendiri, nitip di toko-toko sekitaran, sampai ke luar kota juga, Semarang, Jepara. Mulai dikenal itu saya sering di rumah, fokus produksi," sambungnya.
Supri kini telah memiliki 9 pekerja untuk memproduksi sekitar 500 bungkus ukuran 250 gram setiap harinya. Delapan jenis produk miliknya yang paling best seller yaitu peyek tumpi.
"(Setiap hari) Kalau kita produksi bahan baku mentahnya itu sekitar 50 kilogram, jadi tepung beras mentah itu 50 kilogram, pati kanjinya 25 kilogram. Kalau produk yang sudah jadi itu, kita dikasih target, kita punya bakul juga, yang distributor tadi, target kita per harinya itu 400 bungkus, satu bungkusnya 250 gram," terangnya.
"Rata-rata per hari produksinya 400 sampai 500 bungkus setiap harinya," imbuhnya.
Saat mencicipi produk cemilan milik Supri dengan brand Aneka Jaya Snack tersebut, tentu gurih dan tebal pada peyeknya. Selain itu rasa asin pada intipnya tidak terlalu signifikan, cocok untuk nyemil sambil aktivitas sehari-hari di rumah ditambah cuaca hujan saat ini.
"Kalau di Aneka Jaya Snack itu ada 8 produk, kacang ijo, kacang tanah, teri, rebon, kembang goyang, unthuk cacing, ada keripik tempe, intip," terangnya.
Ia menuturkan produknya itu telah mengisi sejumlah swalayan di area Semarang Raya. Ia menyebut, distributor yang ia suplai juga memenuhi pasar di sejumlah kota besar di Indonesia.
"Kalau produk saya yang merek Aneka Jaya itu saya punya tiga sales. Yang satu di Kudus, Demak, Semarang. Jadi pasarannya masih lokal. Tapi yang untuk distributor tadi merambah ke seluruh Jawa Tengah, Semarang ke selatan sampai Jogja, barat sampai Tegal, Bogor juga, ke arah timur sampai Surabaya, Madiun, mungkin seperti itu," terangnya.
Ia menerangkan selama ini tidak ada kendala yang signifikan atas produksi yang ia jalani. Hanya saja saat ketika ada kelangkaan gas LPG, minyak goreng tetiba naik, dan sebagainya.
Ia membanderol jualannya per satu pcs jenis keripik sama, senilai Rp 16 ribu. Sementara untuk camilan lainnya seperti kembang goyang dan unthuk cacing berbeda.
"Saya jual itu jenis keripik itu harganya semua sama, Rp 16 ribu semua. Tapi kalau yang kembang goyang itu Rp 15 ribu, yang unthuk cacing itu Rp 20 ribu," terangnya.
Ia menambahkan produksinya cenderung stabil setiap harinya kecuali pada momen libur panjang. Misalnya pada saat libur Nataru dan Lebaran itu pesanan menjadi meningkat.
"Kenaikan produksi, cenderung stabil tinggal momen tertentu, misal ini ada Nataru, yang dari distributor permintaannya naik. Nanti setelah Nataru mendekati puasa itu nanti naik lagi. Mulai Desember permintaan dari distributor sudah naik, mulai tanggal 1 Desember 2024. Mungkin yang dari 400 per harinya bisa naik ke 500 bungkus," ujarnya.
"Tahun lalu selama bulan puasa itu saya produksi sekitar dua ton," sambungnya.
Bantuan YBM BRI
Gayung bersambut, usai berdirinya Kampung Keripik secara badan hukum, banyak instansi yang menawarkan sejumlah bantuan. Supri menyebut dari pihak dinas hingga perbankan.
"Terus untuk yang lainnya kemarin dari Dindagkop datang ke kami untuk membuat koperasi. Namanya Koperasi Kampung Keripik, dan ini baru proses pengajuan badan hukumnya, atau SK-nya," ujarnya.
Ia mengatakan sebanyak delapan anggotanya menerima bantuan dari Yayasan Baitul Mal-nya BRI. Yaitu sebesar Rp 64 juta untuk delapan pelaku usaha untuk dibelanjakan alat dan bahan baku.
"Setelah badan hukum jadi, ada perbankan yang datang ke kami untuk meneliti dari kampung keripik itu, kenapa ada kampung keripik tapi kok nggak dikenal? Dia ngasih program yaitu YBM BRI, jadi Yayasan Baitul Malnya BRI cari anggota untuk dibina," katanya.
"Tempat kita kan sudah jadi paguyuban atau kelompok, jadi tinggal masuk aja ke sini. Berapa orang yang mau dikasih bantuan itu. Dari 12 orang tadi cuman 8 yang masuk. Delapan orang tadi dapat bantuan alat dan modal usaha untuk beli bahan baku, dan itu diawasi selama satu tahun. Mulai September 2023 sampai September 2024, selesai," imbuhnya.
Penerima Manfaat YBM BRI, M Arif Rohman (30), mengatakan produksinya semakin meningkat dibandingkan sebelumnya. Pasalnya ia menambah varian produk baru dari usaha telur yang ia tekuni sejak 2020.
"Iya betul, saya termasuk (penerima YBM). Ya alhamdulillah produksinya banyak sekarang, karena jangkauannya lebih luas. Karena sekarang sering ikut-ikut bazar gitu," ujar Arif.
"Di kelompok kami ada katalognya juga. Lewat acara Korpri kemarin alhamdulillah ada yang pesen juga dari situ, makanya alhamdulillah agak ramai," imbuhnya.
![]() |
Ia saat ini memiliki dua brand Arif jaya dan Shaka Jaya. Ia masuk sebagai anggota Kampung Keripik hampir dua tahun ini membuat terobosan kerupuk telur asin.
Arif dan istrinya kini memproduksi sejumlah produk. Yaitu telur asin, mi gulung, kerupuk telur asin.
Ia mengatakan kerupuk telur asinnya tersebut sebagai penunjang usahanya kini. Ia menyebut produk kerupuknya tersebut ia jual di toko-toko, online, dan sebagainya.
"Alhamdulillah setiap harinya laku (kerupuk asin), kalau pesanan nggak mesti, ya ngirim ke toko itu. Kalau saya belum besar soalnya yang produksi baru saya dengan istri saya. Selain itu kan buat mie gulung, telur asin juga, jadi waktunya belum bisa," jelasnya.
"Paling sehari ada 10 pcs, 20 pcs, kalau ngepasi barengan ngirim ke toko itu juga banyak. Iya betul, menunjang usaha sebelumnya," imbuhnya.
Ia mengatakan produk kerupuk telur asinnya itu ia jual dengan harga Rp 13 ribu. Itu sudah berdasarkan harga pasaran di Kampung Keripik.
"Kerupuk telur asinnya kalau harga reseller per pcs nya RP 10 ribu, tapi kalau customer biasa saya jual RP 12 ribu sampai Rp 13 ribu. Itu sudah harga pasaran (Kampung Keripik)," ujarnya.
"Alhamdulillah, saya penjualan lewat reseller, online, sama di toko. Saya tawarkan ke pabrik-pabrik juga. Izin, udah komplet, mulai NIB, PIRT, sertifikasi halal sudah komplet," tuturnya.
Ia menambahkan selama program YBM, ia juga mendapatkan pelatihan selama sepuluh kali pertemuan. Yaitu mulai pengenalan, pembukuan, hingga desain pemasaran.
"Ada pelatihan juga dari YBM, kita dijatah 10 kali pelatihan selama satu tahun. Pengenalan YBM dan cara kerjanya, kemarin dibantu membuat label dari aplikasi Canva, materi pembukuan, pemasaran, pembuatan roti, dan langsung praktik," tutupnya.
Bagi pembaca yang berminat dengan produk cemilan di atas dapat menghubungi Instagram Kampung Keripik di @kampungkeripik.blerong.
(rih/rih)