Pemerintah resmi menetapkan pembelian gas LPG 3 kg wajib menggunakan NIK atau KTP per 1 Januari 2024. Sejumlah pedagang di Kota Solo masih mengeluhkan kebijakan baru ini. Sebagian di antaranya memilih membeli di warung meski harganya lebih mahal.
Kewajiban menyertakan KTP bagi para pembeli gas LPG dirasa menyusahkan beberapa pembeli di Kota Solo, khususnya yang bekerja sebagai pedagang makanan.
Salah satunya Desi Fitria (22), penjual siomay dan batagor asal Pasar Kliwon, Solo. Ia merasa aturan tersebut memang baik untuk mencegah adanya pembeli yang menimbun gas LPG 3 kg. Namun menurutnya, aturan tersebut juga menyulitkan pedagang yang harus membeli gas terus menerus untuk keperluan berjualan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat Desi sudah mendaftarkan KTP dan KK-nya di salah satu pangkalan, ia ditolak jika ingin membeli gas di pangkalan lain.
"Sebenarnya itu kan juga buat orang nggak menampung secara berlebihan, cuma negatifnya itu misalkan kita beli gas di agen lain itu kadang nggak dibolehin. Padahal di tempat pangkalan biasanya udah sold out," tutur Desi kepada detikJateng di Pasar Kliwon, Rabu (10/1/2024).
"Bingung juga kita, harus ngumpulin KTP lagi, kadang kalau nggak ngumpulin nggak boleh beli," sambungnya.
Menurutnya, sosialisasi terkait kebijakan tersebut harus diberikan tak hanya kepada pangkalan, tapi juga kepada para pedagang gas LPG 3 kg di warung-warung yang ada. Karena tak semua penjual gas mengerti tentang kebijakan tersebut.
"Mungkin tujuannya baik, tapi kan nggak semua masyarakat itu paham tentang itu, jadi disosialisasikan gitu lah," tuturnya.
Hal itu pun membuatnya lebih memilih membeli gas di warung kecil meski harganya lebih mahal, berkisar dari Rp 20 ribu hingga paling mahal Rp 25 ribu.
"Karena itu ya jadinya mending beli di warung-warung lain yang belum memberlakukan itu," ungkapnya.
"Karena ya memang gas kan kebutuhan primer, jadi ya mau nggak mau gitu, daripada ribet," imbuhnya.
Hal senada dikatakan Siti Muntasirah (36), pedagang nasi goreng di Jebres, Solo. Siti mengatakan takut mendaftarkan KTP-nya untuk membeli gas LPG 3 kg, sehingga lebih memilih membeli gas di warung-warung kecil.
"Harganya memang jauh beda, kalau pangkalan Rp 17 ribu, kalau di warung itu Rp 23 ribu ada. Tapi ya kalau saya beli di warung paling Rp 22 ribu-an," ungkap Siti kepada detikJateng di kedai nasi goreng miliknya.
Sama seperti Desi, ia pun kesulitan jika harus mendaftarkan KTP dan KK di satu pangkalan, tapi tidak boleh membeli gas LPG 3 kg di pangkalan lain. Padahal menurut aturan yang ditetapkan, pembeli bisa membeli gas LPG 3 kg di pangkalan lain.
"Takutnya kalau nanti beli di situ nggak ada, nanti aku gimana? Misalkan udah di situ, nggak jamin selalu ada," ujarnya.
"Soalnya saya penjual, kalau untuk makan sendiri ya nggak bingung, kalau untuk kayak saya (penjual makanan) ya susah," sambungnya.
Siti mengungkapkan, dalam sehari ia bisa menghabiskan 1 gas LPG 3 kg, sehingga biasanya sekali membeli gas ia akan membeli 3 gas LPG 3 kg sekaligus. Akan tetapi di pangkalan tempat ia biasa membeli gas, setiap pembeli hanya diperbolehkan membeli 1 gas saja.
Sementara pedagang lain, Aprian (25), mengaku peraturan tersebut sudah cukup efektif untuk membuat para pembeli tidak menimbun gas LPG 3 kg secara berlebihan sehingga membuat gas langka. Karena para pangkalan menerapkan aturan bahwa 1 KTP hanya diperbolehkan membeli 1 tabung gas.
"Karena ada tetangga saya beli gas di sini (Joyosuran), terus ditolak karena habis, terus mlayu (lari) ke perempatan Gading juga habis," ungkap Aprian.
Akan tetapi, ia juga mengakui bahwa sosialisasi tetap harus dimasifkan agar para agen penjual gas hingga pedagang gas di warung-warung kecil bisa mengetahui peraturan tersebut secara jelas.
Salah satu pemilik pangkalan gas LPG 3 kg di Jebres, Apriyati (34) mengatakan, beberapa pelanggan di pangkalannya memang ada yang beralih membeli gas di warung kecil karena adanya aturan beli LPG 3 kg wajib pakai KTP.
"Ada yang takut disalahgunakan, tapi terus saya omongi 'ini cuma untuk ndata siapa yang beli, nggak buat apa-apa'," ungkapnya.
Menurut Apriyati sendiri, peraturan pembelian gas LPG 3 kg wajib menyertakan KTP ini juga memudahkannya untuk mendata para pembeli yang nantinya akan diaerahkan kepada Pertamina melalui agen-agen.
"Yang beli juga memang yang sudah langganan saja, saya simpan KTP sama KK-nya karena (tahu) orang itu-itu," tuturnya.
Menurutnya, peraturan tersebut berguna untuk meminimalisir adanya pembeli yang menimbun gas LPG 3 kg. Karena sekali datang pasokan gas dari agen yang datang 3 kali dalam seminggu, hanya tersedia 25 gas LPG 3 kg.
(aku/dil)