Pertumbuhan eceng gondok di Waduk Cengklik, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, dinilai meresahkan. Masyarakat Dukuh Turibang, Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, mengubah gulma itu menjadi pupuk organik.
"Gulma ini sangat meresahkan karena pertumbuhannya cepat sekali. Jadi kalau dulu pernah ada kegiatan pengangkatan (eceng gondok) saja, kalah. Jadi pertumbuhannya memang luar biasa," kata Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Ngudi Tirto Lestari, Dukuh Turibang, Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Turut Raharjo, Selasa (25/10/2022).
Waduk Cengklik berada di tiga desa, yaitu Desa Ngargorejo dan Sobokerto di Kecamatan Ngemplak serta Desa Senting, Kecamatan Sambi. Fungsi utama waduk yang dibangun pada masa Hindia Belanda itu untuk irigasi pertanian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keberadaan eceng gondok itu berdampak pada sedimentasi yang mempengaruhi volume air. Selain itu, eceng gondok juga mengganggu kegiatan nelayan.
"Sangat besar (dampaknya ke nelayan), karena gulma eceng gondok ini begitu kena angin dia bergerak. Jadi dia berjalan kena angin, apa yang ada di depannya ditabrak, hilang," jelasnya.
Baca juga: Daftar Lengkap UMK Kota Solo 2022 |
"Baik jaring nelayan, maupun karamba yang dibebani berapa kilogram pun bisa bergeser. Apalagi jaring-jaring nelayan, begitu kena itu sudah hilang. Pengaruh ke nelayan sangat besar. Lalu volume air waduknya juga berkurang, banyak menyusutnya," sambung Turut.
Dari keresahan itu dan kondisi pupuk kimia bersubsidi dari pemerintah yang dikurangi, masyarakat di sekitar perairan Waduk Cengklik berinisiatif memanfaatkan gulma ini menjadi pupuk organik.
Pokmas Ngudi Tirto Lestari mendapat bantuan dari PT. Pertamina Patra Niaga, Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Adi Soemarmo, Boyolali melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Turut kemudian menjelaskan tentang cara membuat pupuk organik dari eceng gondok ini. Pertama eceng gondok dicacah menggunakan alat mesin penggiling.
![]() |
Kemudian diberi campuran kotoran ternak dengan perbandingan 30 persen dari berat eceng gondok. Selanjutnya ditaburi EM-4 (effective microorganism) dan molase.
"Molase bisa tetes tebu atau gula jawa yang dicairkan. 16 liter air itu kita kasih 200-250 (ml). Jadi tetes tebu sama EM-4 sama-sama 200-250," terangnya.
Selanjutnya ditutup rapat menggunakan terpal. Setiap satu minggu campuran itu dibuka untuk diaduk lagi.
"Sekitar 21 hari sudah bisa digunakan sebenarnya, tapi masih belum kering bagus. Tapi kalau siap bagus digunakan sekitar 3 bulanan baru kering. Bisa digunakan yang maksimal. Ini (pupuk organik) yang padat," papar dia.
Ada dua jenis pupuk organik eceng gondok ini, yaitu padat dan cair. Untuk yang cair ditambah campuran tauge. Kedua jenis pupuk organik itu sudah diterapkan pada tanaman sayuran kangkung dan bayam.
"Kalau yang padat kita taburkan. Ini sebagai pupuk dasar sebelum kita tebari benih, kita tebari pakai itu dulu. Nanti setelah tumbuh sekitar 10 hari, kita kejar pakai spray (semprot) yang POC (pupuk organik cair)," terang Turut.
Selengkapnya di halaman berikut...
"Hasilnya sangat meyakinkan. Kemarin kita uji coba itu kita untuk panen bisa maju sekitar tiga harian. Normalnya 23 hari, itu 20 hari sudah panen dan untuk ketinggiannya pun kita bandingkan lebih tinggi dan daunnya lebih memes, lebih enak. Dijual pun lebih meyakinkan untuk pedagang," sambungnya.
Dari sisi harga, Turut menyebut masih sama dengan pupuk biasa. Namun secara kualitas dan hasil panen produknya lebih unggul.
Terpisah, Community Development Officer Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Adi Soemarmo Boyolali, Siti Fatonah, mengatakan pihaknya mencoba membantu mengurangi permasalahan eceng gondok di Waduk Cengklik. Salah satunya dengan memberdayakan masyarakat untuk dilibatkan dalam program CSR pemberdayaan masyarakat dengan membuat pupuk organik dari eceng gondok.
Menurut Siti, program CSR di Sobokerto ini memang belum lama berjalan. Baru per Juni 2022 lalu. Meski begitu, untuk pupuk organik eceng gondok sudah diaplikasikan masyarakat untuk tanaman sayuran kangkung dan bayam.
"Memang ada perbedaan ya, sayur yang ditanam menggunakan pupuk eceng gondok dengan tidak itu ukurannya berbeda. Maksudnya lebih bagus yang pakai pupuk organik eceng gondok," ujar Siti.
Pupuk organik dari gulma itu saat ini juga dibawa ke laboratorium untuk dilakukan penelitian. Pihaknya kini masih menunggu masih uji laboratoriumnya.
"Kemarin yang kita ujikan itu tanah sebelum menggunakan pupuk eceng gondok sama tanah yang sudah menggunakan eceng gondok, sama pupuknya cair dan pupuk padatnya. Nanti kalau hasil lab-nya sudah keluar kita bawa ke Dinas Pertanian Boyolali untuk mendapatkan rujukan, seperti mungkin kalau di makanan PIRT, izin edarnya gitu," kata Siti.
Siti menyebut pihaknya tengah berupaya untuk mengembangkan produksi pupuk cair secara massal. Meski program ini masih baru, masyarakat antusias menyambutnya, termasuk pemerintah desa Sobokerto dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo juga mendukung.
Eceng Gondok Tutup 70 Persen Waduk
Terpisah, Fasilitator BBWS Bengawan Solo, Lilik Prihanto, menjelaskan eceng gondok termasuk sedimentasi terapung yang harus dibersihkan, karena sangat mengganggu kegiatan nelayan dan mengurangi volume air waduk. Dari luas waduk sekitar 300 hektare, 70 persennya tertutup gulma ini.
"Keberadaan eceng gondok cukup luar biasa. Prosentase eceng gondok itu kan besar. Lebih dari 70 persen, karena memang sudah sangat mengganggu, baik mengganggu para nelayan, kemudian juga volumen air berkurang karena adanya sedimentasi terapung. Jadi sudah menjadi masalah," terang Lilik.
Dia mengungkap pembersihan eceng gondok ini pernah dilakukan bersama dengan TNI beberapa waktu lalu. Kala itu sempat memberishkan eceng gondok seluas sekitar 5 hektare. Namun saat itu belum dimanfaatkan dan hanya ditumpuk di pinggir waduk.
"Itu langsung tumbuhnya cepet banget," imbuh dia.
Pemdes Siap Gelontorkan Dana Desa
Sementara itu, Kepala Desa Sobokerto, Surahmin, menyatakan pihaknya mendukung program ini agar dapat berjalan lancar. Bila program ini berhasil, Pemdes siap menggelontorkan anggaran dari Dana Desa.
"Kalau ini sukses Insyaallah. Saya siap untuk anggaran dana desa, karena dana desa itu kan untuk pemberdayaan, untuk program ini lebih baik. Ini kan untuk kedepan. Jangan sampai hanya untuk (pembangunan) fisik saja. Semoga program ini bisa berjalan lancar. Ini memang terobosan," ucap Surahmin.
Pihaknya berharap, pupuk organik dari eceng gondok ini nantinya dapat dikembangkan ke kelompok masyarakat lain dan diproduksi massal. Selain karena bahannya melimpah, banyak warga Desa Sobokerto yang bekerja sebagai petani sehingga bisa memanfaatkan produk pupuk cair ini.