Curhatan Bakul di Pasar Batang: Serba Salah Jual Minyak Goreng Curah

Curhatan Bakul di Pasar Batang: Serba Salah Jual Minyak Goreng Curah

Robby Bernardi - detikJateng
Jumat, 18 Mar 2022 14:27 WIB
Bupati Batang Wihaji saat sidak minyak goreng curah di Pasar Induk Batang, Jumat  (18/3/2022).
Bupati Batang Wihaji saat sidak minyak goreng curah di Pasar Induk Batang, Jumat (18/3/2022). Foto: Robby Bernardi/detikJateng
Batang -

Pedagang sembako di Pasar Batang mengeluhkan adanya harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah yang justru membuat komoditas itu langka. Kepada Bupati Batang Wihaji para pedagang mengaku rugi jika menjual setelah HET karena mereka membeli sebelum ada aturan tersebut.

Pedagang minyak curah di Pasar Induk Batang, Romdhoni (36) mengatakan sejak adanya penetapan HET, minyak goreng curah justru mulai langka. Dia menyebut bila ada barangnya pun dijual lebih mahal.

"Kemarin masih ada saya jual, tapi hari ini kosong. Sama sekali tidak ada. Saya jual sebelumnya Rp 21 ribu per liter, karena saat kulakan sudah Rp 18,5 ribu," kata Romdhoni saat berbincang dengan Wihaji yang sidak di Pasar Induk Batang, Jumat (18/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Romdhoni menuturkan harga kulakan itu lebih tinggi dibandingkan HET minyak goreng curah yang ditetapkan pemerintah. Tak hanya Romdhoni, hal senada juga dikeluhkan Isrofiyah yang mengaku bakal merugi jika menjual dengan harga yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 14 ribu per liter.

"Kita kalau kulakan (belanja) masih tinggi, misal Rp 18 ribu, masak dijual Rp 14 ribu. Ya mending nggak usah jual sekalian," kata pedagang minyak curah lainnya, Isrofiyah.

ADVERTISEMENT

"Kita serba salah, dan saat ini kita nggak berani belanja minyak curah. Ya karena batang juga menjadi langka. Persis seperti saat minyak goreng kemasan ada pemberlakuan HET, barang murah menjadi langka," tambahnya.

Mendengar keluhan pedagang tersebut, Bupati Batang, Wihaji mengaku turut bingung. Dia menyebut kendala penetapan HET itu ada di barang yang langka.

"Saya ini lagi pusing, tadi malam kami dapat surat dari kementerian perdagangan. Mulai jam 00.00 WIB mulai ditetapkan HET curah Rp 14 ribu. Tapi di lapangan nggak ada pak," jelas Wihaji.

Dari cerita para pedagang di pasar, mereka membeli minyak goreng curah seharga Rp 296 ribu per 16,5 kilogram. Dengan harga tersebut, menurut Wihaji, sulit bagi pedagang untuk menjual seharga Rp 14 ribu per liter.

"Nek dol 14 (ribu) kan rugi, bakul nggak mungkin gelem. Kalau dijual Rp 14 ribu per liter kan rugi, pedagang tidak mungkin mau, karena itu kita pastikan semoga nanti segera ditindaklanjuti apa yang menjadi surat perintah dari kemendag," katanya.

"Pelaksanaan di lapangan nggak mungkin, wong beliau beliau ini kulakannya Rp 296 (ribu), Rp 300 (ribu) paling elek Rp 280 (ribu) nek dibagi 16,5 (kg), minimal ngedole 19 (ribu). Golek bati sewu ngge bungkus plastik dan sebagainya, rata-rata 20 (ribu). Ya masuk akal gitu," jelas Wihaji.

Dari hitungan tersebut, Wihaji menyebut wajar jika pedagang minyak goreng curah menjual Rp 20 ribu per liter. Untuk itu pihaknya bakal memerintahkan Disperidagkop Batang berkoordinasi dengan kementerian perdagangan.

"Jadi itu yang nanti dikoordinasikan dinas Perindagkop. Oke sekarang minyak sudah ada. Tapi harganya barangkali, curah ya, kalau kemasan memang diserahkan pada pasar. Keputusan menteri perdagangan diserahkan pada pasar, tapi curah kita dipatok HETnya Rp 14 ribu. Tapi fakta yang ada di lapangan ini belum. Semoga nanti ada kebijakan ya pak. Pak Disperindagkop nanti koordinasi dengan provinsi maupun kementrian terkait yang berkenaan dengan migor, kira-kira begitu," jelasnya.

"Semoga nanti ada kebijakan. Pak Disperindagkop nanti koordinasi dengan provinsi maupun kementerian terkait yang berkenaan dengan migor," terang Wihaji.

Tidak hanya di Pasar Induk Batang, Wihaji dan rombongan juga melakukan sidak yang sama di sejumlah pasar tradisional, seperti di Pasar Subah dan Gringsing.




(ams/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads