Warga Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, berada di Lereng Gunung Muria hidup berdampingan langsung dengan alam, termasuk menghadapi ancaman dari serangan macan tutul. Meski begitu, warga memiliki rasa untuk menjaga keanekaragaman hayati di Muria agar tidak punah.
"Kebetulan, kita Desa Tempur, itu terletak di tengah Pegunungan Muria. Jadi di sini sangat dekat dengan aneka flora fauna yang hidup di sekeliling kita," kata Sekretaris Desa Tempur, Mahhfud Aly, saat berbincang dengan detikJateng ketika ditemui di lokasi, Minggu (7/12/2025).
Seperti pagi tadi seekor burung jenis julang emas atau Rhyticerus undulatus berkeliaran di kebun. Warga bisa langsung menemui burung tersebut dan memberinya makan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahhfud menjelaskan selain jenis julang juga ada burung podang, jalak yang termasuk binatang yang dilindungi di pegunungan Muria. Dia pun mengajak warga untuk melestarikan burung tersebut.
"Burung di sini burung yang lumayan bagus, seperti podang, jalak itu sudah sangat langka sekali. Itu perlu dilestarikan sekali," terang dia.
Suasana Desa tempur, Kecamatan Keling, Jepara, di lereng Pegunungan Muria. Foto diambil Mingu (7/12/2025). Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng |
"Kami imbau kepada warga yang mencari burung atau penembak burung, mari kita jaga lingkungan Muria dijaga secara bersama-sama," lanjut dia.
Aly mengatakan selain burung juga ada macan tutul. Menurutnya, warga beberapa kali menemui macan tutul saat pergi ke kebun atau sedang di Gunung Muria.
"Untuk satwa yang perlu di lindungi masih ada macan tutul. Macan tutul itu menurut BKSDA masih ada sekitar 5 sampai 6 ekor indukan dan banyak sekali warga yang laporan ke kita melihat anak-anak macan tutul di kebun," terang dia.
Aly mengatakan karena tinggal mereka di tengah Pegunungan Muria, maka tidak heran jika beberapa warga juga terkadang menemukan ancaman dari macan tutul. Macan tutul itu beberapa kali menyerang ternak milik warga.
"Untuk musim macan keluar dari persembunyian itu kalau mencari makan itu, setiap hari warga menemui entah jejaknya, kaki, atau bekas kotorannya," jelas dia.
"Tapi untuk nyerang ke ternak warga itu saat bulan tertentu, terutama saat pas punya anak kecil itu pasti mereka mencari makan lebih dan menyerang ke ternak warga yang ada di sini," jelasnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan beberapa tahun lalu, ada puluhan bebek dan ayam warga yang dimangsa macan tutul. Selain itu hewan kambing warga juga pernah menjadi korban.
"Pernah kita data sebulan sampai 33 ekor ayam dan bebek. Pernah ada kambing yang dimakan," jelas dia.
Meski begitu, warga menyadari adanya keberadaan hewan liar di sekitar permukiman mereka. Pemerintah desa setempat pun berupaya mengedukasi warga agar tetap menjaga keanekaragaman hayati di Muria ini.
"Di sini warga pernah menyadari kita hidup berdampingan dengan mereka mau tidak mau risiko seperti itu. Kita selalu sosialisasi yang pernah dimakan ternak kita undang untuk diberikan pengertian," jelasnya.
Pemerintah Desa bersama dinas terkait juga memberikan bantuan warga yang hewan ternaknya sering dimangsa macan tutul. Seperti memperkuat kandang hingga memberikan lonceng di kandang milik warga.
"Kita ada bantuan itu penguatan kandang, kandang itu disemi permanen sebelumnya kayu muda dibobol sama macan, solusi yang lain diberikan lonceng dan penerangan di kandang biar macan nggak makan ternak warga," terang dia.
Upaya Jaga Keanekaragaman Hayati
Terpisah Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Kawasan Muria, Hendy Hendro, membenarkan masih adanya binatang di alam Gunung Muria. Dia menjelaskan berdasarkan kajian yang dilakukan Yayasan Konservasi Alam Nusantara YKAN ditemukan beragam jenis fauna di wilayah Gunung Muria, misalnya mamalia sebanyak 29 jenis, burung terdapat 104 jenis, hingga ada macan tutul.
"Kita perlu menjaga keanekaragaman hayati khususnya satwa langka yang dilindungi seperti macan tutul, landak, trenggiling dan burung elang yang masih ada di Kawasan Pegunungan Muria," jelas Hendy yang juga Dosen Pertanian di Universitas Muria Kudus saat dihubungi.
Hendy mengatakan ada beberapa langkah untuk tetap menjaga alam termasuk binatang. Pertama melindungi habitat atau tempat hidup satwa untuk berlangsungan hidup mereka. Diutuhkan pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah perburuan dan perdagangan satwa..
"Edukasi dan penyadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati dan manfaatnya pada ekosistem," jelasnya.
Selanjutnya dia mengajak kolaborasi pemerintah dengan masyarakat untuk mengembangkan program konservasi.
"Rehabilitasi dan reintroduksi pada satwa langka yang terluka supaya tidak punah," ungkap dia.












































