Hidup di atas kursi roda bukan penghalang meraih prestasi. Eprisa Nova Rahmawati (22) mmpu lulus dengan predikat cumlaude dari Fakultas Fakultas Teknik dan Sains Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), hari ini.
Bahkan, wanita asal Banjarnegara itu berkesempatan menggelar pameran tuggal lukisan di kampus bersamaan dengan wisudanya.
"Alhamdulillah, IPK saya 3,77. Lulus tepat empat tahun," kata Eprisa saat ditemui wartawan disela prosesi wisuda yang juga menjadi momen spesial karena digelar bersamaan dengan pameran tunggal lukisan miliknya, Sabtu (20/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjalanan Eprisa terbilang tak mudah. Di bangku kelas 3 SMP, hidupnya berubah total saat dokter memvonis adanya penyumbatan di sumsum tulang belakang. Akibatnya, saraf motoriknya lumpuh total. Sejak saat itu, Eprisa harus bergantung pada kursi roda.
"Waktu itu dunia rasanya berhenti. Saya takut, saya malu. Bahkan sempat menutup diri karena merasa minder," kenangnya.
Berbagai pengobatan, dari medis hingga alternatif, sudah dijalani. Tapi kondisi itu tak berubah. Tak mudah menerima takdir, namun perlahan Eprisa mulai bangkit saat masuk kuliah di UMP.
![]() |
"Awalnya saya takut bersosialisasi. Tapi di kampus, saya belajar membuka diri lagi. Teman-teman sangat humble dan tidak memperlakukan saya berbeda," kata penerima beasiswa penuh dari rektor ini.
Dia juga merasa pihak kampus memberikan dukungan kepadanya. Salah satunya, dia memperoleh mess di belakang kampus yang memudahkan aktivitasnya untuk kuliah.
Tak hanya kampus, keluarga Eprisa adalah alasan terkuat ia bisa bertahan dan melangkah sejauh ini. Ayahnya, Slamet Riyadi, bekerja sebagai petani. Sedangkan ibunya, Sulasih, sesekali membantu di sawah.
"Bapak-ibu sangat effort mendidik saya. Saya ingin buktiin ke mereka, anak disabilitas juga bisa sampai sarjana," ucap Eprisa dengan mata berkaca-kaca.
Bikin Pameran Tunggal
Hidup sebagai seorang difabel tidaklah mudah. Terkadang, sulit untuk menemukan tempat yang tepat untuk berkeluh kesah.
Berkawan dengan kondisi tubuh ini dihadapi oleh Eprisa dengan tabah. Dia bahkan mampu meluapkan perasaannya dalam torehan cat ke kanvas.
Bakat melukis memang dimilikinya sejak kecil. Namun dia mulai serius mengembangkan bakatnya sejak SMA, setelah dia memulai kehidupannya di atas kursi roda.
![]() |
"Kadang saya enggak bisa cerita langsung ke orang. Jadi saya tuangkan lewat kuas dan warna," katanya.
Momen wisuda akhirnya membawa keberanian Eprisa untuk menyiapkan pameran tunggal di kampusnya. Pameran ini dipersiapkan sejak Juni lalu.
Ada 20 karya yang dipamerkan, semua menggambarkan pergulatan emosinya selama ini. Ia menyebut lukisan-lukisan itu sebagai bentuk terapi sekaligus refleksi perjalanan hidupnya.
(ahr/ahr)