Direktur Utama RSI Sultan Agung Semarang, Agus Ujianto, mengungkap kronologi kasus dugaan kekerasan terhadap dokter anestesi oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). Ia mengungkap, persoalan itu murni masalah antara pasien dengan tenaga medis, karena keterlambatan dokter anestesi.
"Perlu digarisbawahi bahwa permasalahan ini berfokus pada masalah antara pasien dan dokter dalam proses pelayanan di rumah sakit," kata Agus dalam keterangan tertulisnya yang diterima detikJateng, Minggu (14/9/2025).
Agus kemudian memaparkan kronologi singkat kejadian. Pasien bernama Ny T yang merupakan istri Dias, dirawat untuk persalinan yang dijadwalkan pada Jumat (5/9). Terdapat kesepakatan antara pasien dengan dr. Astra yang merupakan dokter anestesi dan diketahui dr. Stefani yang merupakan dokter obgyn (Obstetri dan Ginekologi).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Telah disepakati antara pasien dengan dokter A dan diketahui oleh dokter S, bahwa persalinan dengan menggunakan metode atau tindakan ILA," terang Agus.
Namun pada hari H, dr. Astra datang terlambat. Persalinan pun ditangani dr. Stefani bersama tenaga kesehatan tanpa metode ILA. Hal ini membuat suami pasien marah-marah kepada dr. Astra.
"Jumat siang pasien tersebut telah melahirkan dibantu oleh dokter S dan tenaga kesehatan dari Rumah Sakit, karena dokter A datang terlambat dan tidak jadi menggunakan metode ILA. Tn. D marah-marah kepada dokter A," ungkapnya.
Agus menyebut manajemen rumah sakit sudah memfasilitasi dialog antara pasien, dokter, IDI Jawa Tengah, IDI Kota Semarang hingga Dekan Fakultas Hukum dan Dekan Fakultas Kedokteran.
"Pada saat itu Tn. D mengucapkan terima kasih kepada dokter S dan dokter A serta permohonan maaf," jelasnya.
Meski begitu, lanjut Agus, dr. Astra memilih menempuh jalur hukum dan pihak rumah sakit pun menghormati keputusan dr. Astra.
Terhadap permasalahan ini, dokter A telah menempuh jalur hukum. Ia juga meminta seluruh dokter dan tenaga kesehatan di RSI Sultan Agung tetap profesional memberikan layanan.
"Kepada seluruh dokter, tenaga kesehatan, dan pegawai RSI Sultan Agung Semarang, saya berpesan agar kita semua tetap tenang, fokus, dan tetap melakukan pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan profesional sebagaimana VISI dan MISI dari Rumah Sakit," tuturnya.
"Kami berharap masyarakat dapat melihat persoalan ini secara bijak serta RSI Sultan Agung Semarang akan melangkah maju, berbenah, dan mempersembahkan pelayanan yang terbaik," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Jawade Hafidz, mengatakan dari informasi yang didapatnya, terdapat kemungkinan peristiwa dugaan kekerasan disebabkan adanya kesepakatan antara dokter dan pasien yang tidak dijalankan.
"Dokter yang bersangkutan itu katanya sudah menjanjikan, sudah teken suatu kesepakatan. Menyatakan mendampingi pasien saat menjelang melahirkan sampai selesai melahirkan," kata Jawade di Unissula, Kecamatan Genuk, Senin (15/9).
"Ketidakhadiran dokter yang bersangkutan saat dibutuhkan pasien dan suaminya, itulah yang menjadi penyebab utama. Pertanyaan saya, wajar enggak seorang suami panik luar biasa? Taruhannya keselamatan nyawa bayinya dengan dan istrinya," lanjutnya.
Adapun, kabar dugaan pemukulan terhadap dokter di RSI tersebut viral usai diunggah akun Instagram @dinaskegelapan_kotasemarang. Dalam unggahan itu disebutkan, seorang dokter anestesi dipukul hingga bidan ketakutan saat menangani pasien bersalin.
"Katanya orang terhormat, tapi kelakuan justru memalukan! Dokter anestesi dipukul, bidan sampai nangis ketakutan, pintu ditendang sampai bolong," tulis akun @dinaskegelapan_kotasemarang, Senin (8/9).
Akun tersebut juga mengunggah video yang memperdengarkan seorang pria memaki-maki perempuan yang disebut merupakan salah satu nakes di RSI. Pria tersebut pun diungkap identitasnya sebagai dosen Fakultas Hukum Unissula.
"Mengumpat menggunakan kata2 yg tidak patut disampaikan oleh seorang Dosen Fakultas Hukum Unissula spt "bajin%Β©n" dan "a$ $u" .. bahkan saking tidak dapat mengontrol emosinya, dia bahkan teriak akan membakar rumah sakit Sultan Agung yg kita sayangi," tulis akun tersebut.
Dalam satu unggahan diperlihatkan, pintu ruang bersalin bahkan ditendang hingga rusak. Insiden tersebut diduga terjadi lantaran pria terduga pelaku ngotot meminta istri pasien diberikan anestesi penuh agar tidak merasakan sakit.
"Pintu tidak bergerak saja menjadi korban, apalagi dokter yang menjelaskan pada sang arogan," tulisnya lagi.
Kasus ini pun mendapat perhatian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jateng. Ketua IDI Jateng, dr. Telogo Wismo, menyampaikan keprihatinannya dan menegaskan siap mendampingi tenaga medis jika kasus ini berlanjut ke ranah hukum.
"Pemukulan, penganiayaan, atau ancaman pada profesi dokter yang sedang melaksanakan tugas itu kan semakin banyak muncul. Termasuk di RSUD Sekayu, Surabaya, dan sekarang di Semarang. Kami sangat-sangat prihatin," kata Telogo saat dihubungi detikJateng.
Ia menyayangkan masih adanya kasus tenaga medis mendapat perlakuan kasar saat menjalankan tugas. Menurutnya, masyarakat seharusnya bisa menahan diri karena datang ke rumah sakit sejatinya untuk meminta pertolongan.
"Kenapa kok yang dimintai tolong malah dianiaya? Pemahaman antara hak dan kewajiban mungkin belum bisa dipahami secara luas," ujarnya.