Dekan FH Unissula Emoh Kasus Dosen Aniaya Dokter Dikaitkan Kampus

Dekan FH Unissula Emoh Kasus Dosen Aniaya Dokter Dikaitkan Kampus

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 15 Sep 2025 15:32 WIB
Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Jawade Hafidz di Unissula, Kecamatan Genuk, Kota Semaeang, Senin (15/9/2025).
Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Jawade Hafidz di Unissula, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Senin (15/9/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Jawade Hafidz, angkat bicara soal kasus dugaan kekerasan terhadap dokter anestesi di RSI Sultan Agung Semarang yang menyeret nama seorang dosen FH Unissula. Ia menegaskan, kasus tersebut seharusnya dilihat sebagai persoalan antara pasien dan tenaga medis di rumah sakit, bukan urusan institusi kampus.

Jawade menegaskan, kasus yang terjadi antara Dias Saktiawan dan dr. Astra merupakan kasus antara dokter dengan pasien. Pelaku disebut saat itu ke RSI sebagai suami dari istrinya yang melahirkan.

"Kasus ini merupakan satu peristiwa yang terjadi di rumah sakit antara pasien dan suaminya dengan tenaga medis di rumah sakit. Jadi tidak bisa mengkait-kaitkan dengan institusi di luar rumah sakit," kata Jawade di Unissula, Kecamatan Genuk, Senin (15/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Maka penyelesaiannya di rumah sakit, di RSI, tidak dibawa keluar ke universitas dan saya tidak mau masukin wilayah itu," lanjutnya.

Jawade juga menegaskan pihaknya belum menerima informasi resmi dari manajemen rumah sakit terkait kasus ini. Menurutnya, selama belum ada surat atau pemberitahuan tertulis, fakultas tidak memiliki dasar untuk mengambil langkah lebih jauh.

ADVERTISEMENT

"Selain kalau ada surat resmi dari sana, misal memberitahukan 'pasien saya di sini melahirkan, dari data yang ada ternyata dosen panjenengan'. Ada begitu saya baru bisa bicara menggunakan kewenangan saya selaku dekan. Tapi sekarang belum," jelasnya.

"Apakah dia beredar di media lalu saya selaku pimpinan mengambil sikap tegas, tindakan resmi segala macam? Nggak, sebagai orang hukum kan tahu kapan harus bertindak," lanjutnya.

Meski demikian, Jawade berharap persoalan ini bisa diselesaikan secara baik-baik melalui mediasi internal rumah sakit. Ia menilai, kepanikan keluarga pasien saat proses persalinan bisa menjadi salah satu pemicu ketegangan.

"Proses kelahiran itu taruhannya dua nyawa. Disadari nggak itu oleh publik? Ada dua nyawa yang sedang berjuang, nyawa calon bayi, nyawa seorang ibu melahirkan," ujarnya.

Namun jika kasus ini tetap bergulir ke ranah hukum, kata Jawade, ia menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme penyidikan aparat. Ia menegaskan tidak bisa ikut campur dalam proses tersebut.

"Harapan saya masalah ini segera selesai. Saya juga berharap rumah sakit memaksimalkan upaya untuk mempertemukan kedua belah pihak guna menyelesaikan persoalan ini, win-win solusi antara keduanya. Itu harapan saya sebagai manusia biasa," jelasnya.

"Tetapi kalau ngotot menempuh jalur hukum, apa boleh buat? Orang diserang tentu ada upaya untuk melakukan perlawanan. Bahkan bisa melakukan serangan balik. Bisa jadi yang bersangkutan melakukan serangan balik," lanjutnya.

Adapun, kabar dugaan pemukulan terhadap dokter di RSI tersebut viral usai diunggah akun Instagram @dinaskegelapan_kotasemarang. Dalam unggahan itu disebutkan, seorang dokter anestesi dipukul hingga bidan ketakutan saat menangani pasien bersalin.

"Katanya orang terhormat, tapi kelakuan justru memalukan! Dokter anestesi dipukul, bidan sampai nangis ketakutan, pintu ditendang sampai bolong," tulis akun @dinaskegelapan_kotasemarang, Senin (8/9/2025).

Akun tersebut juga mengunggah video yang memperdengarkan seorang pria memaki-maki perempuan yang disebut merupakan salah satu nakes di RSI. Pria tersebut pun diungkap identitasnya sebagai dosen Fakultas Hukum Unissula.

"Mengumpat menggunakan kata2 yg tidak patut disampaikan oleh seorang Dosen Fakultas Hukum Unissula spt "bajin%Β©n" dan "a$ $u" .. bahkan saking tidak dapat mengontrol emosinya, dia bahkan teriak akan membakar rumah sakit Sultan Agung yg kita sayangi," tulis akun tersebut.

Dalam satu unggahan diperlihatkan, pintu ruang bersalin bahkan ditendang hingga rusak. Insiden tersebut diduga terjadi lantaran pria terduga pelaku ngotot meminta istri pasien diberikan anestesi penuh agar tidak merasakan sakit.

"Pintu tidak bergerak saja menjadi korban, apalagi dokter yang menjelaskan pada sang arogan," tulisnya lagi.

Kasus ini pun mendapat perhatian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jateng. Ketua IDI Jawa Tengah (Jateng), dr. Telogo Wismo, menyampaikan keprihatinannya dan menegaskan siap mendampingi tenaga medis jika kasus ini berlanjut ke ranah hukum.

"Pemukulan, penganiayaan, atau ancaman pada profesi dokter yang sedang melaksanakan tugas itu kan semakin banyak muncul. Termasuk di RSUD Sekayu, Surabaya, dan sekarang di Semarang. Kami sangat-sangat prihatin," kata Telogo saat dihubungi detikJateng.

Ia menyayangkan masih adanya kasus tenaga medis mendapat perlakuan kasar saat menjalankan tugas. Menurutnya, masyarakat seharusnya bisa menahan diri karena datang ke rumah sakit sejatinya untuk meminta pertolongan.

"Kenapa kok yang dimintai tolong malah dianiaya? Pemahaman antara hak dan kewajiban mungkin belum bisa dipahami secara luas," ujarnya.

Telogo menyebut pihaknya telah menugaskan tim bantuan hukum IDI untuk mendalami kasus ini. Meski begitu, ia menekankan bahwa kewenangan awal ada di pihak rumah sakit karena insiden terjadi di lingkungan internal.

"IDI wajib membela anggota agar kejadian semacam ini tidak terulang. Kalau dokter bekerja dengan perasaan was-was, tentu bisa berdampak pada pelayanan. Apalagi kalau melihat videonya, sampai ada tenaga kesehatan yang menjerit-jerit ketakutan," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(apu/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads