Tim hukum dr Astra, menyebut kliennya mengalami luka dan trauma psikis akibat dugaan kekerasan oleh dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). dr Astra pun telah menyampaikan aduan ke Polda Jateng.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Hukum, Mirzam Adli. Ia menyebut, kondisi kliennya tidak hanya mengalami luka fisik, tetapi juga terganggu secara psikis sehingga tim hukum belum bisa banyak menggali keterangan.
"Kami nggak mau banyak menggali dulu, nggak mau banyak bertanya dulu, karena psikis klien kita sekarang posisinya agak terganggu," kata Mirzam saat dihubungi, Senin (15/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, dr Astra kini menjalani cuti karena khawatir gangguan tersebut bisa memengaruhi pekerjaannya sebagai dokter anestesi.
"Dia minta cuti karena misal sebagai seseorang, dia misalnya ada luka di tangan, kalau dia masukin jarum bius ke sana, kalau tangannya gemetar gimana?" ujarnya.
"Memang ada luka, kalau saya lihat itu agak dalam ya lukanya. Entah itu pastinya luka kena benda tumpul, apa kena benda tajam masih kurang paham, nanti diserahkan aja ke forensik," lanjutnya.
Ia menyebut, laporan ke Polda Jateng juga sudah dilakukan Jumat (12/9). Laporan itu masih berupa aduan dan kini pihaknya menunggu tindak lanjut dari kepolisian.
"Jumat kita masukkan aduan, yang mendampingi waktu mengadukan itu dari lintas advokat, ada solidaritas dari dokter," terang Mirzam.
"Saya sendiri dari advokat tidak menerima perbuatan yang dilakukan oleh pelaku yang mana mengintimidasi dan sebagainya. Maka untuk menyelesaikan masalah dengan beradab, kita serahkan semuanya dengan hukum," lanjutnya.
Mirzam menegaskan, hingga saat ini belum ada komunikasi dari pihak terlapor kepada tim kuasa hukum. Menurutnya, permintaan maaf juga belum pernah disampaikan secara resmi kepada dr Astra maupun pengacaranya usai pelaporan.
"Semenjak pengaduan hari Jumat itu kita masukkan ke Polda, belum ada upaya dari pihak manapun sampai detik ini," jelasnya.
Mirzam menambahkan, pihaknya percaya penuh kepada aparat kepolisian untuk memproses perkara ini secara hukum. Ia berharap kasus ini menjadi perhatian agar tenaga kesehatan tidak lagi mengalami intimidasi maupun kekerasan saat bertugas.
"Masalahnya kan profesi dokter itu kita butuh orang kesehatan. Jangan sampai dengan persoalan ini profesi-profesi dokter itu psikisnya kena sehingga mereka kurang semangat karena tidak ada perlindungan," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, kabar dugaan pemukulan terhadap dokter di RSI tersebut viral usai diunggah akun Instagram @dinaskegelapan_kotasemarang. Dalam unggahan itu disebutkan, seorang dokter anestesi dipukul hingga bidan ketakutan saat menangani pasien bersalin.
"Katanya orang terhormat, tapi kelakuan justru memalukan! Dokter anestesi dipukul, bidan sampai nangis ketakutan, pintu ditendang sampai bolong," tulis akun @dinaskegelapan_kotasemarang, Senin (8/9/2025).
Akun tersebut juga mengunggah video yang memperdengarkan seorang pria memaki-maki perempuan yang disebut merupakan salah satu nakes di RSI. Pria tersebut pun diungkap identitasnya sebagai dosen Fakultas Hukum Unissula.
"Mengumpat menggunakan kata2 yg tidak patut disampaikan oleh seorang Dosen Fakultas Hukum Unissula spt "bajin%Β©n" dan "a$ $u" .. bahkan saking tidak dapat mengontrol emosinya, dia bahkan teriak akan membakar rumah sakit Sultan Agung yg kita sayangi," tulis akun tersebut.
Dalam satu unggahan diperlihatkan, pintu ruang bersalin bahkan ditendang hingga rusak. Insiden tersebut diduga terjadi lantaran pria terduga pelaku ngotot meminta istri pasien diberikan anestesi penuh agar tidak merasakan sakit.
"Pintu tidak bergerak saja menjadi korban, apalagi dokter yang menjelaskan pada sang arogan," tulisnya lagi.
Kasus ini pun mendapat perhatian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jateng. Ketua IDI Jateng, dr Telogo Wismo, menyampaikan keprihatinannya dan menegaskan siap mendampingi tenaga medis jika kasus ini berlanjut ke ranah hukum.
"Pemukulan, penganiayaan, atau ancaman pada profesi dokter yang sedang melaksanakan tugas itu kan semakin banyak muncul. Termasuk di RSUD Sekayu, Surabaya, dan sekarang di Semarang. Kami sangat-sangat prihatin," kata Telogo saat dihubungi detikJateng.
Ia menyayangkan masih adanya kasus tenaga medis mendapat perlakuan kasar saat menjalankan tugas. Menurutnya, masyarakat seharusnya bisa menahan diri karena datang ke rumah sakit sejatinya untuk meminta pertolongan.
"Kenapa kok yang dimintai tolong malah dianiaya? Pemahaman antara hak dan kewajiban mungkin belum bisa dipahami secara luas," ujarnya.
Telogo menyebut pihaknya telah menugaskan tim bantuan hukum IDI untuk mendalami kasus ini. Meski begitu, ia menekankan bahwa kewenangan awal ada di pihak rumah sakit karena insiden terjadi di lingkungan internal.
"IDI wajib membela anggota agar kejadian semacam ini tidak terulang. Kalau dokter bekerja dengan perasaan was-was, tentu bisa berdampak pada pelayanan. Apalagi kalau melihat videonya, sampai ada tenaga kesehatan yang menjerit-jerit ketakutan," jelasnya.
(aku/afn)








































.webp)













 
             
             
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 