LBH Semarang Buka Posko Pengaduan Korban Salah Tangkap Depan Polda Jateng

LBH Semarang Buka Posko Pengaduan Korban Salah Tangkap Depan Polda Jateng

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 01 Sep 2025 21:15 WIB
Direktur LBH Semarang, Arief Syamsuddin di Kantor Keuskupan Agung Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, Senin (1/9/2025).
Direktur LBH Semarang, Arief Syamsuddin di Kantor Keuskupan Agung Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, Senin (1/9/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang bersama Tim Hukum Suara Aksi membuka posko pengaduan di depan Polda Jawa Tengah (Jateng). Posko ini dibentuk untuk menampung laporan warga yang menjadi korban salah tangkap maupun anak hilang usai aksi solidaritas untuk Affan Kurniawan (21) di Kota Semarang.

Direktur LBH Semarang, Arief Syamsuddin, mengatakan langkah itu diambil karena banyak warga yang ditangkap secara acak dan tidak jelas status hukumnya.

"Jadi karena memang kita pertama terbatas akses masuk. Kemudian juga karena penangkapannya sangat random, jadi kita akhirnya menginisiasi Tim Hukum Suara Aksi ini membuat posko pengaduan di depan Polda," kata Arief di Keuskupan Agung Kota Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, Senin (1/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan posko yang sudah dibuka sejak kemarin itu, kata Arief, ditemukan bahwa terdapat anak-anak, disabilitas, perempuan, yang ditangkap Polda Jateng.

ADVERTISEMENT

Menurut Arief, posko pengaduan menjadi tempat bagi keluarga maupun korban untuk mencari informasi keberadaan anggota keluarganya. Pasalnya, sejak awal pendampingan hukum sangat terbatas dan akses ke tahanan kerap ditolak polisi.

"Jadi dari mulai jam 18.00-03.00 WIB, kita nggak bisa mendapatkan akses untuk tahu kondisinya gimana, bahkan untuk memberikan pendampingan tidak bisa," jelasnya.

"Karena itu kami membuka posko untuk mengumpulkan data. Dari laporan yang masuk, banyak yang mengaku tidak ikut aksi tapi ditangkap begitu saja," sambungnua.

Arief menyebut, ada sekitar 475 orang yang sudah ditangkap Polda Jateng. Ada yang merupakan anak-anak, termasuk seorang anak SD yang mengalami depresi usai ditahan.

"Data kami ada sekitar 475 orang yang ditahan di Polda. Kemarin tanggal 31 kita melakukan pendampingan, ada sekitar 325 orang yang sudah dibebaskan," jelasnya.

"Dari 475 orang itu ada anak-anak, ada anak SD. Dia ditangkap, kemudian mengalami depresi. Di situ kita melihat dia menangis, kemudian linglung, jalan-jalan. Kondisinya cukup mengenaskan," lanjutnya.

LBH menegaskan, posko pengaduan akan terus dibuka sampai seluruh korban salah tangkap mendapatkan kepastian hukum.

"Seharusnya polisi memberikan pelayanan kepada masyarakat, ketika memang mereka terbukti bersalah, diproses secara adil saja, akses bantuan hukum diberikan," jelasnya.

Arief juga sempat menyoroti framing aparat yang melabeli massa yang ditangkap sebagai anggota anarko atau perusuh.

"Framing ini kan terus berulang ya. Jadi kita melihat statement framing ini dimulai May Day, kemudian aksi di Pati, sekarang dipakai lagi sama Humas Polda," ungkapnya.

"Padahal penangkapannya random, tidak ada surat penangkapan, tidak ada surat penahanan. Sesuai aturan harusnya mereka ditahan hanya 1x24 jam, tapi nyatanya yang ke Polda 400 orang ini ditahan lebih dari 30 jam," lanjutnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto sudah membenarkan bahwa rata-rata massa masih di bawah umur, bahkan yang termuda berusia 13 tahun. Terkait beberapa massa yang menyebut ditangkap tanpa berbuat apa-apa, Artanto menyebut mereka hanya beralasan.

"Namanya orang yang ditangkap pelaku anarkis, alasannya pasti banyak. Hanya lewat, hanya nonton, tidak mungkin, pasti melakukan, karena yang menangkap adalah anggota di lapangan," kata Artanto di Mapolda Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Minggu (31/8).




(apu/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads