Sebuah tugu berbentuk peluru berdiri tegak di Lapangan Padasan, Desa Pandanan, Kecamatan Wonosari, Klaten. Tugu tersebut menjadi saksi pertempuran sengit para pejuang kemerdekaan yang menewaskan dua serdadu Belanda 14 Juli 1949 usai perjanjian Roem Royen.
Tidaklah sulit untuk menemukan monumen berbentuk peluru tersebut karena berada di tepi jalan Pakis-Daleman, Kecamatan Wonosari. Dari arah Daleman monumen perang tersebut berada di kanan jalan di pojok lapangan Pandanan.
Tinggi tugu sekitar 2 meter yang berdiri di altar berundak keramik membuat bangunan itu mudah dilihat pengguna jalan raya. Apalagi catnya yang berwarna kuning keemasan mirip peluru asli cukup mencolok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak ada narasi apa pun di tugu peluru. Narasi peristiwa tembak-menembak sengit justru ditemukan di sebuah tembok setinggi 1 meter di tepi jalan, pojok sisi timur lapangan.
![]() |
Di tembok itu terdapat prasasti bertulis "Dalam perang kemerdekaan II disini, tempat: Desa Padasan, Tanggal: 14 Juli 1949, telah terjadi Pertempuran antara laskar SWK 106 Arjuna Rayon IV dengan tentara Belanda, kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Atas Perlindungannya dan terima kasih kepada rakyat sekeliling yang telah membantu, Tentara Pelajar - Padasan, 10 November 1985,".
Sesepuh warga Desa Pandanan, Kecamatan Wonosari, Sahari menceritakan pada 14 Juli 1949 terjadi pertempuran tentara Belanda dan Tentara Pelajar (TP). Lokasi pertempuran ada dua lokasi.
"Yang di sini (lapangan Tugu Peluru) Tentara Pelajar menembak mati dua tentara Belanda. Kalau yang di barat, di dekat pohon beringin itu (Tugu Ganesha) lima tentara Pelajar gugur," kata Sahari kepada detikJateng, Minggu (10/8/2025).
Diceritakan Sahari, dirinya mendapat cerita langsung dari eks Tentara Pelajar yang sering berziarah ke dua lokasi tahun 1990-an. Di Lapangan Padasan pertempuran dipimpin Supeno.
"TP yang di sini dipimpin komandannya Pak Supeno. Ya Belanda dari barat (Pakis) ke timur (arah Daleman arah Sukoharjo). Dihadang kompi Pak Peno dan dua Belanda meninggal," kata Sahari yang juga Kadus 3 Desa Pandanan.
Meskipun di sekitar lapangan mendapatkan kemenangan, sebut Sahari, di front barat lima pejuang TP gugur. Gugurnya karena baku tembak dan diberondong dari Jalan Pakis-Daleman.
"Belanda menembak dari utara dari jalan raya, sekarang depan Polsek itu, jaraknya sekitar 500 meter. Lima pejuang itu sempat dimakamkan di Waru Bendo (Desa Bentangan, barat Desa Pandanan), tapi terus dipindah ke TMP Solo," lanjut Sahari.
Sementara dua tentara Belanda yang tewas, sambung Sahari, sempat ditinggal pasukannya. Bahkan menurut pengakuan eks Tentara Pelajar senjata dan pakaian tentara Belanda dijarah.
"Ceritanya Pak Peno (komandan Tentara Pelajar), tentara Belanda setelah ditembak dijarah senjatanya, bajunya. Dulu Pak Peno kan sering ke sini ziarah dan reuni ke lokasi pertempuran," kata Sahari.
Sahari menyatakan, para pejuang Tentara Pelajar itu sebelum menyerang konvoi Belanda bermarkas di desanya. Markas mereka di Dusun Biru, sebelah timur lapangan.
"Di Dusun Biru, di rumah Mbah Kartosudarmo, tokoh masyarakat. Rumahnya besar dipakai markas. Yang pasukan di barat gugur lima (Tugu Ganesha) markasnya di Dusun Jetis, Desa Bentangan," tuturnya.
"Dulu monumen peluru itu jelek. Saat reuni Pak Peno bilang, saya yang nembak dua Belanda tugunya malah jelek. Setelah itu akhirnya dibangun baru," pungkas Sahari.
Plt Kades Bentangan, Kecamatan Wonosari, Dwi Suparna menyatakan antara Desa Bentangan dan Pandanan merupakan lokasi pertempuran Belanda dan Tentara Pelajar. Di lokasi pertempuran juga dibangun prasasti tugu.
"Di sini (perbatasan Desa Bentangan dan Pandanan) juga dibangun monumen dan prasasti. Tapi para pejuang itu asalnya dari Solo semua," kata Suparna.
(rih/rih)