Warga Bendan Ngisor, Semarang, meminta orang tua siswi SD yang viral sekolah lewat sungai di Semarang, pergi dari kampungnya. Warga disebut tak bisa mentolerir ulah Juladi Siagian itu.
Salah seorang warga, Tugimin, mengaku warganya resah dengan tingkah Juladi. Dia menyinggung soal poin-poin petisi terhadap Juladi mulai dari sikap, hewan peliharaan, dan alasan tak pernah bersosialisasi.
"Kalau dia bilang tidak pernah diberi tahu kalau ada perkumpulan RT, semua warga di sini tahu perkumpulan dilakukan setiap tanggal 5," kata Tugimin yang juga seksi keamanan kampung ini saat ditemui di lokasi wilayah Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Rabu (6/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tugimin juga menanggapi soal pernyataan Juladi yang mengatakan ada warga lain yang pengepul rosok dan menjemur sampah di jalan seperti Juladi. Tugimin menegaskan tidak ada pengepul rosok lain selain Juladi.
"Tidak, tidak ada warga lain yang rosok," tegasnya.
Ia mengatakan Juladi sebenarnya pernah diusir warga saat tinggal di wilayah RW 03 di kelurahan yang sama. Saat itu Juladi masih hidup bersama mantan istrinya.
"Sebelumnya sudah diusir, dia sebelumnya tinggal di wilayah RW 03 sama istri pertamanya," ujarnya.
Warga lainnya, Ari, menjelaskan keresahan warga sudah memuncak karena Juladi dianggap tidak bisa diberitahu. Contohnya soal anjing peliharaan Juladi yang berkeliaran, ada yang buang kotoran sembarangan hingga menggonggong malam-malam.
"Kami juga khawatir ketika anjingnya berkeliaran, kalau sore kan banyak anak-anak, bagaimana kalau digigit ternyata rabies? Dia juga memang pernah mengawasi kalau melepas anjingnya, tapi kemudian dimasukkan ke halaman rumah kosong itu, buang kotoran di situ, tidak dibersihkan," ujar Ari.
Ari mengatakan dengan alasan itu maka 21 warga yang tinggal di sekitar lingkungan Juladi menandatangani petisi memintanya pergi dari tempat tinggalnya sekarang. Ari mengatakan saat ini Juladi sudah diputus bersalah menyerobot tanah oleh Pengadilan Negeri Semarang, sehingga warga berharap Juladi segera pergi.
"Ya itu warga di sekitar sini (yang tanda tangan petisi). Untuk batas waktunya ya kita tunggu inkrah, sekarang kan dia sedang banding," ujar Ari.
Ari menyebut sebenarnya warga sudah cukup sabar karena saat kumpul warga untuk kerja bakti atau rapat dia tidak datang, namun ketika ada acara makan-makan seperti tasyakuran HUT RI dia datang. Bahkan saat Juladi ada masalah dengan istrinya, ayah Ari ikut menolong istri Juladi agar pergi dulu.
"Ayah saya ini nolong istrinya, sampai dipinjami motor," ujarnya.
"Iya ada dugaan KDRT," sambung Ari.
Sebagai informasi, perkara Juladi dengan warga ini terkuak sejak anak Juladi viral sekolah lewat sungai karena akses pagar rumahnya ditutup. Penutupan itu terkait kasus penyerobotan lahan karena Juladi tidak punya dokumen resmi kepemilikan lahan sedangkan pemilik lahan hendak memakai lahan tersebut.
Dalam kasus itu Juladi divonis tiga bulan penjara dan enam bulan percobaan. Kemudian dia mengajukan banding. Sebelum kasus lahan itu ternyata dia sudah berkonflik dengan lingkungan.
Warga mengajukan petisi dan meminta Juladi pindah. Sementara Juladi membela diri soal anjing yang dikeluarkan dari tempat tinggalnya selalu diawasi. Kemudian untuk sampah yang dijemur dia menyebut itu kertas atau kardus yang basah dan setelah kering dibereskan.
"Saya jemur itu bukan sampah, itu kertas-kertas yang saya jemur ya kertas pokoknya semua kertas yang basah saya jemur setelah kering saya ambil saya bersihkan kembali. Itu pun terjadi bukan saya, warga lain pun ada yang pengepul juga jemur-jemur tapi mereka tidak meributkan entah saya kenapa," ujar Juladi, Senin (4/8).
"Itu anjing saya lepas itu saya jaga. Saya inikan, saya masukkan kalau malam. Jadi kalau keluar pun saya jaga. Cuma yang namanya kalau sudah fanatik sekali ya kami mau ngomong apa lagi. Jadi anjing itu kami masukkan kok sampai ada pintu. Jadi keluar itu kami pantau setelah itu baru kami masukkan," imbuhnya.
Dia juga menjelaskan soal dirinya yang tidak bersosialisasi dengan warga. Menurutnya, dia cukup sibuk mencari rosok dan juga memilahnya.
"Saya itu dari subuh, pagi, siang, sore mencari nafkah untuk anak istri saya bertanggungjawab. Seperti inilah habis ini pulang nyari barang saya nyortir. Kalau yang namanya kita ikut arisan, saya tidak pernah tahu karena tidak pernah diundang. Pun kalau saya kumpul ternyata kalau saya kumpul itu ngomongin orang. Terus gengsi-gengsian, terus blok-blokan. Blok-blokan daripada saya nanti terkonfrontasi pikiran saya seperti sebegitu. Lebih baik saya fokus mencari nafkah untuk anak istri saya karena ya gimana hidup kami itu begini jadi saya harus fokus," ujarnya.
Ia pun berharap jika memang diusir dari tempat tinggalnya sekarang, warga memberikan solusi harus tinggal di mana. Karena dia kini harus menghidupi istri dan anak perempuannya yang masih kecil.
"Tolong kasih solusi saya tinggal di mana," tegasnya.
Lurah Bendan Ngisor, Lingga, mengungkap warga sudah beberapa kali mengirim petisi yaitu tahun 2019, 2022, dan 2024. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak RW untuk menjaga situasi tetap kondusif.
"Saya coba update Pak RW untuk bisa mengondisikan warganya. Pokoknya jangan sampai ada kekerasan. Semua nunggu hasil sidang dulu," kata Lingga.
(ams/apl)