Video seorang siswi SD berangkat sekolah diantar ibunya dengan berjalan kaki lewat pinggir sungai di Kota Semarang jadi viral. Anak dan ibu itu terpaksa lewat pinggir sungai karena akses rumah mereka ditutup. Berikut ini duduk perkaranya.
Dalam video yang beredar di sejumlah akun Instagram itu terlihat siswi SD tersebut bersama ibunya, Imelda Tobing (55) berjalan menyusuri tepi sungai dengan beralas sandal. Video itu direkam sang ayah, Juladi Boga Siagian (54).
Ketiganya menyusuri sungai sampai ke tangga yang menghubungkan dengan jalan. Peristiwa itu terjadi di wilayah Lamongan Selatan, Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senin (28/7), detikJateng mendatangi rumah Juladi melalui pinggir sungai seperti yang terlihat dalam video yang viral. Harus hati-hati saat melintas di tepian sungai itu, termasuk harus menghindar air bahkan kotoran dari saluran pembuangan.
Setelah berjalan beberapa meter lewat tepi sungai, ada tangga cor menuju pintu belakang rumah Juladi. Tempat tinggal Juladi itu jika diakses dari depan masuk kompleks kos-kosan. Juladi tinggal di bangunan paling ujung kiri tepat di pinggir sungai.
Camat Gajahmungkur Datangi Lokasi
Camat Gajahmungkur, Puput Widhiatmoko Hadinugroho membenarkan bahwa video yang viral itu terjadi di wilayahnya. Widhiatmoko pun segera mendatangi lokasinya. Ternyata ada permasalahan soal lahan di balik itu.
Widhiatmoko menjelaskan, permasalahannya ialah kasus hukum yang sudah diputus pengadilan pada 17 Juli 2025. Sebagian tanah tersebut diakui pengadilan sebagai milik warga bernama Sri Rejeki.
"Secara hukum sudah disidangkan di pengadilan dan per 17 Juli diputuskan ini tanah Bu Sri Rejeki," kata Widhiatmoko saat ditemui wartawan di dekat rumah yang ditinggali Juladi sekeluarga itu, Senin (28/7/2025).
Disebutkan bahwa ada informasi Juladi kurang akrab dengan warga sekitar dan ada beberapa warga yang merasa resah. Meski demikian, Widhiatmoko bilang seharusnya anak tidak menjadi korban dari permasalahan yang dihadapi orang tuanya.
"Menurut warga hubungan komunikasi (Juladi) dengan warga tidak bagus, di satu sisi Pak Siagian punya anak SD usia sekolah. Kalau akses ditutup seperti kejadian ini dikhawatirkan anak ini ke depan mempunyai beban psikologis. Kasihan, permasalahan orang tua, anak terlibat," ujar Widhiatmoko.
"Tadi kami ketemu Bu Sri Rejeki, pengacara akan datang hari Kamis. Saya, Lurah, RT akan komunikasi langsung dengan pengacara, semoga ada jalan terbaik," sambungnya.
Pengakuan Juladi
Juladi adalah seorang pengepul rosok. Di dalam rumah yang dia tinggali bersama istri dan anaknya itu terdapat sejumlah barang bekas. Kepada wartawan, Juladi mengaku membeli tanah di situ kepada seseorang yang bernama Zaenal pada tahun 2011.
"Saya beli tanah ini diketahui milik Pak Zaenal dan dikapling, saya ajukan beli menyicil, disetujui, beli pertama sejuta (rupiah) kemudian Rp 10 juta kemudian ada ditulis hitam di atas putih tanpa meterai ini tanah milik Pak Juladi. Bergulir waktu Pak Zaenal meninggal, saya dituduh serobot tanah," kata Juladi, Senin (28/7).
Kasus yang menjeratnya bergulir dan hakim akhirnya menjatuhkan hukuman 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan pada 17 Juli 2025. Sebab, Juladi memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah.
"Saya ikuti persidangan dengan kooperatif, semua panggilan polisi, beberapa kali. Tapi kami di pengadilan bawa saksi tidak dihadirkan. Putusan pengadilan, saya bersalah," ujarnya.
Juladi lalu mengajukan banding, tapi pada Kamis (24/7) lalu pengacara Sri Rejeki datang dan memasang pagar seng di gerbang masuk tempat tinggal Juladi. Sejak itu Juladi dan keluarganya harus lewat sungai jika hendak keluar.
"Dia menutup akses hari Kamis, saya dalam posisi lagi pantauan (masa percobaan), saya bilang saya lagi banding jangan ditutup," ucapnya.
Juladi mengaku tidak berani melawan penutupan akses itu lantaran sedang dalam masa percobaan sesuai putusan hakim. Namun kini ia prihatin anaknya harus pergi dan pulang sekolah lewat sungai.
"Ini sekarang tidak hujan, kalau hujan bagaimana, tidak bisa keluar. Iya kalau hujan, kalau kebakaran bagaimana," kata dia.
Pernyataan Kuasa Hukum Sri Rejeki di halaman selanjutnya.
Pernyataan Kuasa Hukum Sri Rejeki
Penutupan akses itu dilakukan oleh kuasa hukum Sri Rejeki, Roberto Sinaga. Roberto mengatakan proses hukum sudah berlangsung sejak 2019. Mediasi sempat dilakukan namun tidak ada kesepakatan. Dia bilang penutupan akses tersebut hanya menjalankan apa yang benar.
"Saya cuma menjalankan mana yang benarnya," kata Roberto saat dihubungi detikJateng, kemarin.
"Mediasi tidak ada titik temu. Nah, kita kembali kepada dasar hukumnya yang mana dasar hukum secara yang diakui negara itu kan setara dengan SHM, SHGB, SHGU kan seperti itu. Dan dibuat di depan pejabat yang diberi wewenang oleh negara. Nah, jadi setiap orang yang memiliki pihak yang diberi negara, itu kan sah," sambungnya.
Menurut Roberto, dalam perkara itu Juladi hanya menunjukkan coretan denah tanpa ada dokumen resmi.
"Dia menunjukkan bahwa dia ada oret-oretan yang mana di majelis hakim juga itu tidak bisa dibuktikan secara autentik. Hakim juga sudah sudah memeriksa bukti-bukti surat. Oleh karena itu dia divonis secara pidana terbukti menggunakan lahan tanpa hak," ujar dia.
Roberto menegaskan lahan yang dipermasalahkan lebarnya 3,5 meter, bukan keseluruhan bangunan. Sebab, lahan sisanya masuk wilayah aliran sungai.
"Itu kan ada tiang yang garis merah kan. Yang tiang parkiran, itulah yang diambilnya sekitar 3,5 meter. Nah, jadi itu sudah diukur BPN dan kena rumahnya," ucap dia.
"Sisanya, saya tidak bisa komentar, itu daerah aliran sungai. Kan kalau ada ketentuannya secara peraturan pemerintah daerah daerah aliran sungai itu kan dikembalikan ke Pemda. Iya, jadi saya tidak ubah itu, yang saya tulis berdasarkan sesuai sertifikat BPN," imbuh Roberto.
Ditanya soal anak Juladi yang kini harus lewat pinggir sungai saat berangkat sekolah, Roberto menyebut anak itu menjadi korban karena orang tuanya melakukan pelanggaran hukum.
"Kalau orang tuanya menempatkan anak dan mengeksploitasi anak, itu sudah salah orang tuanya. Sekarang kok dibiarkan kayak gitu. Orang tuanya yang melakukan pelanggaran hukum, anaknya yang jadi korban," kata Roberto.
Dinas Pendidikan Buka Suara
Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Kota Semarang, Aji Nur Setiawan mengatakan Pemkot Semarang mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi agar siswi SD itu tetap mudah ke sekolah.
"Kalau kami dari Dinas Pendidikan jamin anaknya dapat sekolah yang layak. Ini bukan masalah sekolah, anaknya bisa sekolah walau orang tua ada masalah hak akses. Semoga masalah orang tua tidak berdampak anak berhenti sekolah, kami harapkan (masalah) segera selesai," kata Aji, kemarin.
Simak Video "Video Viral Siswi Semarang Sekolah Lewat Sungai gegara Akses Rumah Ditutup"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/dil)