Din soal Pemilu Nasional-Daerah Dipisah: Konsentrasi Memilih Tidak Terbelah

Din soal Pemilu Nasional-Daerah Dipisah: Konsentrasi Memilih Tidak Terbelah

Eko Susanto - detikJateng
Sabtu, 28 Jun 2025 16:50 WIB
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma), Sabtu (28/6/2025).
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma), Sabtu (28/6/2025). Foto: Eko Susanto/detikJateng
Magelang -

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. Terkait putusan tersebut, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai sisi plusnya dengan pemisahan itu agar konsentrasi fokus perhatian rakyat memilih tidak terbelah dengan banyak pilihan.

"Ya pasti segala pilihan itu ada plus minus. Tapi, kalau saya melihat sisi plusnya dengan pemisahan itu adalah agar konsentrasi fokus perhatian rakyat memilih tidak terbelah dengan banyak pilihan," kata Din Syamsuddin saat dimintai tanggapan terkait putusan MK, di Universitas Muhammadiyah Magelang, Sabtu (28/6/2025).

"Yang memilih presiden, harus memilih anggota legislatif pusat, legislatif daerah, DPRD I, DPRD II, DPD, tapi juga kemudian memilih kepala daerah. Karena boleh jadi walaupun tidak ada data di tangan saya, ada yang mensurvei tidak fokusnya pikiran para pemilih tadi itu mengakibatkan yang hasilnya. Itu antara lain plusnya kalau dipisah," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pihaknya dari dulu termasuk yang memiliki pemahaman sebaiknya jangan disatukan pemilu baik pemilu nasional maupun pemilu lokal. Din pun berterima kasih kepada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang mengajukan gugatan kepada MK hingga MK mengabulkan gugatannya.

"Saya berterima kasih kepada Perludem, sebuah LSM tentang pemilu yang mengusulkan pada MK dan MK sudah mengabulkannya sehingga terpisah. Karena ini bukan persoalan efisiensi anggaran, katanya kalau serentak anggaran akan efisien, tapi ada dampak politik. Panjang kalau dijelaskan, menyangkut psikologis politik kalau bersamaan itu. Selain, secara khusus kita tidak fokus pada pemilu nasional khususnya pilpres," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

"Yang seyogyanya rakyat Indonesia memberikan perhatian besar jangan sampai terulang. Kita salah memilih sehingga membawa kerusakan pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi saya setuju (dipisahkan) supaya bisa direalisasikan," ujarnya.

Diketahui, dilansir detikNews, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

"Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, 'Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden'," ujar Ketua MK Suhartoyo mengucapkan amar putusan, Kamis (26/6/2025).

Gugatan ini diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan pengujian sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Perludem meminta agar Pemilu untuk tingkat nasional dipisah dan diberi jarak 2 tahun dengan Pemilu tingkat daerah.

Gugatan tersebut teregister dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024. Perludem mengajukan gugatan terhadap Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Perludem menilai pemilu serentak dengan lima kotak suara di TPS telah melemahkan pelembagaan partai politik, melemahkan upaya penyederhanaan sistem kepartaian serta menurunkan kualitas kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemilu. Pemohon menilai pengaturan keserentakan Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden tidak lagi bisa hanya dipandang sebagai pengaturan jadwal pemilu saja.

Pemohon menilai pengaturan jadwal pemilu berdampak serius terhadap pemenuhan asas penyelenggaraan pemilu yang diatur Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Dia mengatakan pengaturan pada UU Pemilu yang memerintahkan pelaksanaan Pemilu Presiden, DPR, DPD, dibarengi dengan Pemilu Anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota telah membuat partai politik tidak punya waktu yang cukup untuk melakukan rekrutmen dan kaderisasi politik untuk mencalonkan anggota legislatif pada pemilu legislatif tiga level sekaligus.

"Akibatnya, ketentuan di dalam undang-undang a quo yang memerintahkan pelaksanaan Pemilu lima kotak secara langsung sekaligus, telah melemahkan pelembagaan partai politik. Partai menjadi tidak berdaya berhadapan dengan realitas politik ketika para pemilik modal, caleg popular dan punya materi yang banyak untuk secara transaksional dan taktis dicalonkan karena partai tidak lagi punya kesempatan, ruang, dan energi untuk melakukan kaderisasi dalam proses pencalonan anggota legislatif di semua level pada waktu yang bersamaan," ujar pengacara pemohon, Fadli Ramadhanil saat membacakan permohonan di gedung MK, Jumat (4/11/2024).

Pemohon pun meminta pemilu dipisah menjadi pemilu nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden-wakil presiden serta pemilu daerah untuk memilih anggota DPRD serta kepala daerah. Pemohon juga meminta ada jeda 2 tahun antara pemilu nasional dan daerah.




(rih/rih)


Hide Ads