Sejumlah warga Jawa Tengah menjadi korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Total ada 83 orang yang diberangkatkan ke berbagai negara di Eropa.
Salah satu korban, Carmadi Iskandar yang berhasil kembali ke Tanah Air menceritakan kejadian dirinya berangkat ke Spanyol hingga pulang ke Indonesia.
"Pertama berangkat ditawari kerja di Spanyol, dijanjikan di kapal ternyata dipindah di restoran," ujarnya saat ditemui di kantor Gubernuran Jawa Tengah, Kota Semarang, Jumat (20/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu ia diminta membayar Rp 65 juta dan berangkat pada Agustus 2024. Warga Brebes mengaku tertarik karena diimingi gaji besar bekerja di kapal.
"Tidak dilatih bahasa, saya prosesnya satu bulan langsung berangkat. Yakin karena dijanjikan gaji besar di kapal, janjinya bagi hasil kalau di sana, sekitar 3.000 euro," terangnya.
Selama di Spanyol, Charmadi mengaku bekerja di dua restoran berbeda. Di awal-awal, ia mengaku sempat sakit karena jam kerja yang berat.
"Kebetulan saya pertama kali kerja itu lima hari kerja. Karena kondisi benar-benar full kerja maka sakit. Saya sakit lima hari ya berobat sendiri," sambungnya.
Soal gaji, Carmadi mengaku juga dibayar dengan nilai bervariatif.
"Tapi bayarnya tergantung kita kerja semangat atau tidaknya. Kemarin saya digaji 900 terus temen saya 750. Jadi kalau kita kerja baik resto akan beri gaji yang baik. Kalau resto melihat anaknya malas ya digaji semau yang punya resto," bebernya.
Sementara soal makan, ia mengaku pihak restoran memberikan makan. Hanya saja, makanan yang diberikan terasa kurang enak.
"Terus saya diberi makan itu sama restoran pertama itu memang asin banget, asin sekali. Saya makan sama nasi itu muntah. Asin banget. Makan tiga kali sehari," paparnya.
Saat pindah di restoran berikutnya, ia juga kesulitan makan meski pihak restoran menyajikan makanan.
"Dikasih makan buat kru tapi mereka masaknya babi, saya nggak makan karena saya muslim. Jadi saya cari-cari sisa makanan tamu, tapi kalau nggak dapat karena resto sepi ya saya beli makanan sendiri," akunya.
Carmadi juga mengaku selama kerja di sana sudah beberapa kali diperiksa kepolisian.
"Jadi kalau misal ada polisi yang meriksa identitas KTP saya suruh kabur suruh pergi, kalau sudah aman baru saya balik lagi ke resto. Terus saya kemarin pas terakhir satu bulan itu saya kerja cuma 5 jam. Menghindari razia dari kepolisian," lanjutnya.
Tak berselang lama, ia mengaku dipecat dari restoran karena takut ketahuan polisi di sana.
"Kalau ketahuan akan kena denda, 1.000 euro. Terus saya hubungi agen saya, minta kerjaan ke dia tapi minta uang lagi, buat nyari job lagi," kata Carmadi.
"Terus saya hubungi agen yang di sini, dijawab ya nanti saya telepon. Tapi nggak ditelepon telepon balik lagi. Ya sudah saya terpaksa cari tiket buat pulang, akhirnya beli tiket saya pulang," ujarnya.
Charmadi mengaku bersyukur bisa pulang kembali ke kampung halaman. Meski begitu ia tetap ingin kerja di luar negeri namun lewat jalur resmi.
"Bisa pulang ya saya ngumpulin gaji (uang). Kalau dihitung-hitung ya belum balik modal, saya utang banyak. Kalau merasa tertipu ya tertipu," jelasnya.
Korban Curhat ke Gubernur Jateng
Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga Jawa Tengah yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bertemu Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, di kantor Gubernuran, Kota Semarang. Mereka yang datang di antaranya merupakan korban yang sudah bisa kembali ke kampung halaman, juga ada perwakilan yang anggota keluarganya masih tertahan di beberapa negara di Eropa.
Dalam pertemuan itu, para korban mengadu dan curhat kepada Ahmad Luthfi. Mereka minta bantuan agar keluarganya bisa kembali ke kampung halaman. Selain itu ada pula yang ingin uang puluhan juta yang disetorkan ke tersangka dikembalikan. Luthfi juga berkesempatan berkomunikasi dengan beberapa korban di luar negeri lewat Zoom melalui layar lebar.
Gubernur Ahmad Luthfi didampingi Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio, mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen mendampingi proses hukum dan pemulihan korban TPPO. Apalagi dari kasus yang terungkap, sebagian besar warga Jateng.
"Kita sudah koordinasi dengan Polda, dengan lawyernya (korban). Sedapat mungkin masyarakat kita nanti akan kita kembalikan ke Jawa tengah," tegas Luthfi, Jumat (20/6).
Pihaknya telah memerintahkan dinas terkait untuk mengawal kasus tersebut. Pemprov Jateng melalui Disnakertrans juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Divhubinter Polri, dan Imigrasi untuk menelusuri korban warga Jawa Tengah yang masih di luar negeri dan dalam kondisi rentan.
"Bagi masyarakat kita yang menjadi korban, saya sudah perintahkan kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi untuk kita salurkan kepada PT-PT yang resmi, atau dipekerjakan di wilayah Jawa tengah. Ini untuk menghindari agar tidak terjadi adanya beban bagi masyarakat kita yang sudah ditipu itu," paparnya.
Menurut data Polda Jateng, sindikat ini dijalankan oleh tersangka KU (Kunali) asal Tegal dan NU (Nurjaman) dari Brebes. Keduanya sudah diamankan di Polda Jateng.
Mereka merekrut korban dari berbagai daerah, lalu menjanjikan pekerjaan legal di Spanyol dengan bayaran tinggi. Total korban warga Jateng yang diberangkatkan oleh sindikat ini mencapai 83 orang.
Luthfi menjelaskan, sebagian korban berhasil kembali ke Indonesia. Ia menyebut ada 5 orang yang pulang menggunakan biaya sendiri. Para korban itu kemudian lantas melaporkan kejadian yang dialami bersama korban lain ke Polda Jateng.
Barang bukti yang diamankan Polda Jateng meliputi, paspor, bukti transfer, print-out pemesanan tiket, dokumen perjanjian kerja, serta percakapan digital.
(rih/rih)