2 Pelaku TPPO ke Eropa Ditangkap, Korban Dieksploitasi Kerja Hampir 24 Jam

2 Pelaku TPPO ke Eropa Ditangkap, Korban Dieksploitasi Kerja Hampir 24 Jam

Prihatnomo - detikJateng
Kamis, 19 Jun 2025 18:28 WIB
Jumpa pers pengungkapan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang di Mapolda Jateng, Semarang, Kamis (19/6/2025).
Jumpa pers pengungkapan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang di Mapolda Jateng, Semarang, Kamis (19/6/2025). Foto: Prihatnomo/detikJateng
Semarang -

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah (Jateng) menangkap dua pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pekerja migran Indonesia ke Eropa. Para korban dipekerjakan secara ilegal dan harus bekerja hampir 24 jam.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) POLDA Jateng, Kombes Dwi Subagio, menerangkan korban perdagangan orang tersebut masing-masing berinisial AM dan EKB. Mereka membuat laporan pada 26 Mei berdasarkan laporan polisi LP/B/96/V/2024/SPKT/POLDA JAWA TENGAH dan LP/B/97/V/2024/SPKT/POLDA JAWA TENGAH.

Selain itu, Dwi Subagio menuturkan masih ada tiga orang lagi yang membuat laporan. Sementara pelaku yang sudah ditangkap adalah K, warga Dukuh Waru, Kabupaten Tegal, dan N, warga Bulakamba, Kabupaten Brebes.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pihaknya menjelaskan, kegiatan perdagangan orang ini sudah berlangsung sejak bulan Juli 2024. Total korban yang terdata dalam handphone atau komunikasi pelaku sekitar 110 orang.

"Yang kami bisa lakukan identifikasi saat ini adalah 83 orang korban, yang saat ini berada di luar negeri (Spanyol, Polandia, Portugal, Yunani)," ujarnya Dwi Subagio dalam konferensi pers di Lobby Ditreskrimum Polda Jateng, Kamis (19/6/2025).

ADVERTISEMENT

Untuk pelaku N yang dilaporkan oleh AM, modusnya adalah menjanjikan korban untuk bekerja sebagai ABK kapal di Spanyol.

"Namun karena lowongan ABK sedang tutup, maka dijanjikan bekerja di restoran sebagai bartender. Mereka dijanjikan bekerja di luar negeri di Spanyol sebagai bartender, dan dijanjikan akan diberikan gaji sebanyak 1.200 euro (Rp 22,5 juta) per bulan, dan akan diberikan diurus surat izin tinggalnya," paparnya.

Pada faktanya, selepas para korban diberangkatkan dari Indonesia ke Spanyol, ternyata para korban dipekerjakan di restoran sebagai bartender. Namun gaji mereka hanya 800 euro per bulan (Rp 15 juta) dengan sistem kerja 24 jam.

"Istirahat hanya 2-3 jam sehari. Tidak sesuai dengan kenyataan yang ada," kata Dwi.

Para korban berangkat dari Indonesia hanya menggunakan paspor dan visa kunjungan sementara. Mereka belum memiliki atau diurus surat izin tinggalnya.

Akibatnya, mereka diminta pemilik bartender bersembunyi jika ada polisi yang hendak melakukan pengecekan.

"Karena tidak kuat, tidak ada kejelasan dengan status mereka akhirnya mereka berusaha untuk menghubungi pelaku, menanyakan bagaimana perkembangannya yang surat izin tinggalnya, ternyata dijawab nanti-nanti," ungkapnya.

Sehingga para korban sebagian besar akhirnya keluar dari Spanyol, mencari rekan-rekan mereka ke wilayah negara-negara seperti Polandia, Portugal dan Yunani.

"Sengaja mereka berpencar, kerja di tempat-tempat lain, serabutan, karena mereka takut ditangkap pihak kepolisian," terangnya.

"Niat mereka bekerja hanya untuk menghidupi diri sendiri dan berusaha untuk kembali ke Indonesia. Saat ini tujuan mereka itu," lanjutnya.

Karena ulah para pelaku, dua korban mengalami kerugian masing-masing Rp 58 juta dan Rp 65 juta. Selain itu, dari 83 korban yang terdata kepolisian, total kerugian menembus Rp 5,2 miliar.

Pihaknya melanjutkan ini menjadi kasus yang memprihatinkan bagi kemanusiaan itu sendiri.

"Pelaku atas nama N dan tersangka atas nama K, kedua pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, kami terapkan pasal 81 undang-undang perlindungan pekerjaan migran Indonesia dan pasal 83, kemudian pasal 4 dari UU dari TPPO dengan ancaman hukuman adalah paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun," jelasnya.




(apu/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads