Umat Buddha merayakan peringatan Hari Raya Waisak atau biasa disebut Hari Raya Tri Suci Waisak. Salah satunya di Wihara Tanah Putih, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, yang juga dikunjungi puluhan umat dari berbagai agama dan keyakinan.
Puluhan umat Buddha tampak khusyuk mengikuti puja bakti, meditasi, dan pembacaan paritta dalam suasana yang tenang dan sakral di Wihara Tanah Putih.
Hari ini, umat Buddha memperingati Tri Suci Waisak, yakni momen kelahiran, pencerahan, dan wafatnya Buddha Siddharta Gautama yang jatuh pada purnama pertama di bulan Waisak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi salah satu umat Buddha asal Semarang Tengah, Gigih (60), Waisak adalah saat untuk kembali pada ajaran dasar Buddha, yakni menebar kebaikan dan welas asih kepada semua makhluk.
"Waisak itu memperingati tiga kejadian besar: lahir, jadi Buddha, dan wafat. Semuanya dalam tanggal yang sama. Pagi ini baru perayaan, nanti malam baru detik-detiknya," kata Gigih kepada detikJateng di Wihara Tanah Putih, Senin (12/5/2025).
Meski sederhana, bagi Gigih perayaan Waisak membawa makna mendalam. Ia berharap semoga semua makhluk di dunia ini dapat hidup berbahagia.
"Kalau semua berbahagia, pasti membawa barokah, seperti kalau di Islam, barokah," ujarnya.
Perayaan yang digelar sejak pagi itu pun menjadi peristiwa kebersamaan lintas iman. Usai prosesi puja bakti, Wihara Tanah Putih kedatangan kunjungan sejumlah tokoh lintas agama yang datang menyampaikan ucapan selamat dan doa bagi umat.
![]() |
Sekretaris Jenderal Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) se-Indonesia, Taslim Syahlan, menyampaikan kehadiran FKUB bukan semata-mata seremoni, tetapi bentuk nyata dari toleransi yang aktif.
"Konteks dari hari ini kita tunjukkan bahwa toleransi yang kita kembangkan adalah toleransi aktif. Tidak hanya sekadar 'say hello', tapi benar-benar menjadikan perbedaan sebagai potensi perekat, bukan penyekat," kata Taslim.
Taslim menekankan, meski ajaran agama berbeda, semua umat manusia sesungguhnya bertemu pada nilai-nilai yang universal, yakni kemanusiaan, saling menghormati, dan hidup berdampingan. Ia berharap, perbedaan keyakinan dapat menjadi potensi untuk saling membangun kerukunan umat beragama
"Bukan kita mencampuradukkan agama, tapi kita saking memberi penghormatan karena kebahagiaan yang dirasakan saudara kami yang hari ini merayakan Tri Suci Waisak," tuturnya.
"Harapannya, ke depan Indonesia bisa semakin rukun, dewasa, dan tidak alergi terhadap perbedaan. Semoga ini bisa jadi pemantik dan pembelajaran," lanjutnya.
Kepala Vihara Tanah Putih, Bhikkhu Cattamano Mahathera, turut menyampaikan kunjungan seperti ini bukanlah hal baru. Selama ini, Wihara Tanah Putih sudah lama menjadi ruang perjumpaan antarumat beragama di Semarang.
"Kami merasa bahagia karena dengan kunjungan ini menunjukkan bahwa kita dari berbagai lintas iman, lintas agama, itu tidak ada perbedaan. Kita sama-sama menjaga kerukunan dan keutuhan bangsa," ujarnya.
Ia menjelaskan, tahun ini, tema yang diusung Sangha Theravada Indonesia adalah 'Kebijaksanaan sebagai Dasar Keluhuran Bangsa'. Tema tersebut, kata Bhikkhu Cattamano, mengajak umat untuk menumbuhkan moralitas luhur sebagai jalan menuju kebijaksanaan.
"Orang bijaksana adalah orang yang menjauhkan diri dari kejahatan, baik melalui ucapan, berbicara kasar, atau yang menyebabkan perpecahan, menyakitkan, tidak benar. Ini semua dihindari," tuturnya.
"Kemudian melalui jasmani, tidak melakukan penganiayaan makhluk lain, tidan menyebabkan makhluk lain kehilangan kehidupan," lanjutnya.
Ia pun berharap, Waisak tahun ini dapat senantiasa memberi berkah kepada seluruh manusia.
"Berkah kedamaian. Tidak hanya untuk umat Buddha, tapi kedamaian bagi dunia ini," harapnya.
Nantinya, umat Buddha akan kembali berkumpul pada malam hari untuk memperingati detik-detik suci Waisak. Doa-doa dan perenungan akan kembali dilantunkan di Wihara Tanah Putih.
(apu/apu)