Setelah wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025 lalu, otoritas Katolik di Vatikan akan mengadakan konklaf. Tahapan konklaf pemilihan Paus baru dimulai pada 7 Mei 2025.
Dikutip dari The Telegraph, konklaf adalah merupakan pemilihan Paus yang dilakukan secara rahasia oleh para kardinal Gereja Katolik yang berusia di bawah 80 tahun. Berasal dari bahasa Latin "cum clave" yang berarti "dengan kunci", konklaf menandakan pengurungan para kardinal dalam suatu ruangan hingga tercapai kesepakatan.
Lantas, bagaimanakah tahapan konklaf dari awal hingga akhir? Mari kita cari tahu jawaban selengkapnya!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahapan Konklaf Pemilihan Paus Baru
Berdasarkan informasi yang dihimpun detikJateng dari Vatican News, The Guardian, dan BBC, konklaf dalam rangka pemilihan Paus baru terbagi ke dalam lima tahapan utama.
1. Persiapan dan Pengasingan Para Kardinal
Sebelum konklaf dimulai, para kardinal elektoral berkumpul di Roma dan menetap di Casa Santa Marta. Mereka adalah kardinal yang berusia di bawah 80 tahun dan berhak memilih Paus baru.
Jumlah mereka saat ini sebanyak 133 orang, dengan perwakilan terbanyak berasal dari Eropa, terutama Italia. Sehari sebelum pemungutan suara dimulai, wilayah Istana Apostolik termasuk Kapel Sistina disegel dengan timah dan dijaga ketat oleh Garda Swiss untuk memastikan kerahasiaan proses.
Pada pagi hari pemilihan, para kardinal mengikuti misa di Basilika Santo Petrus yang dipimpin oleh Dekan Kardinal. Di sore hari, mereka berjalan dalam prosesi dari Kapel Paulus menuju Kapel Sistina sambil menyanyikan litani dan lagu Veni Creator sebagai doa memohon bimbingan Roh Kudus.
Setelah semua kardinal berada di dalam, mereka meletakkan tangan di atas Injil dan bersumpah menjaga kerahasiaan proses konklaf. Ketika semua sumpah selesai diucapkan, petugas liturgi utama akan mengucapkan "extra omnes" sebagai tanda bahwa semua pihak nonpemilih harus keluar. Saat itulah konklaf secara resmi dimulai.
2. Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara
Setiap hari akan dilakukan empat kali pemungutan suara, dua kali di pagi hari dan dua kali di sore hari. Kardinal menulis nama calon pilihan mereka pada kertas suara yang sudah dicetak dengan kalimat "Eligo in Summum Pontificem (Saya Memilih Imam Agung)", lalu melipatnya dan secara bergiliran membawanya ke altar.
Tiba di altar, setiap kardinal pemilih akan bersuara cukup nyaring dalam bahasa Italia, yang artinya mereka meminta Yesus Kristus sebagai saksi bahwa mereka memilih Paus berdasarkan kehendak ilahi. Kemudian meletakkan suara mereka ke dalam sebuah cawan perak menggunakan piring kecil.
Setelah semua suara terkumpul, tiga kardinal yang ditunjuk sebagai scrutineer akan menghitung dan membaca suara tersebut. Suara dibuka dan dibacakan satu per satu di hadapan semua kardinal.
Jika jumlah kertas suara tidak sesuai dengan jumlah pemilih, seluruh suara dianggap tidak sah dan dilakukan pemungutan ulang. Jika jumlahnya tepat, suara dihitung dan direkap. Semua kertas suara kemudian dijahit menjadi satu melalui kata "Eligo" dan disimpan dengan aman.
3. Suara dari Kardinal Sakit dan Verifikasi
Kardinal yang tidak bisa hadir ke Kapel Sistina karena sakit tetap bisa berpartisipasi. Tiga orang kardinal khusus yang disebut infirmarii akan mengunjungi mereka dengan membawa kotak suara tertutup yang sebelumnya telah diperlihatkan kosong. Setelah suara mereka diberikan, kotak dikunci dan dibawa kembali ke Kapel Sistina, di mana suara dibuka di hadapan seluruh kardinal dan dimasukkan ke dalam hitungan umum.
Setelah penghitungan, tiga kardinal lainnya yang bertugas sebagai reviser memeriksa ulang hasil dan catatan penghitungan suara. Ini untuk memastikan tidak ada kesalahan atau kecurangan dalam proses. Tahapan ini bersifat krusial karena menentukan validitas hasil sebelum konklaf melanjutkan ke tahap berikutnya atau melakukan pemungutan suara ulang jika belum mencapai hasil.
4. Kebutuhan Mayoritas dan Potensi Pemilihan
Agar seorang kandidat terpilih menjadi Paus, ia harus memperoleh dua pertiga suara dari seluruh kardinal elektoral. Dalam konklaf saat ini, minimal 89 suara dibutuhkan. Jika tidak ada kandidat yang mencapai jumlah tersebut, maka suara dibakar dalam tungku besi yang pertama kali digunakan pada konklaf tahun 1939. Bahan kimia akan ditambahkan agar asapnya berwarna hitam, sebagai tanda bahwa belum ada Paus terpilih.
Proses ini diulang terus hingga seseorang berhasil mencapai mayoritas. Setelah tiga hari pemungutan suara tanpa hasil, akan diadakan satu hari jeda untuk berdoa, berdiskusi informal, dan mendengarkan nasihat rohani dari kardinal diakon senior. Jika belum juga ada hasil setelah tujuh sesi berikutnya, jeda kembali diberikan. Jika konklaf mencapai 21 sesi tanpa hasil, maka hanya dua kandidat dengan suara tertinggi yang boleh dipilih dalam sesi berikutnya, meskipun tetap dibutuhkan dua pertiga suara untuk menang.
5. Pemilihan dan Penobatan Paus Baru
Begitu seorang kandidat mencapai suara yang dibutuhkan, Dekan Kardinal akan bertanya padanya apakah ia menerima pemilihan tersebut sebagai Paus. Jika ia menjawab "ya", maka ia akan memilih nama kepausannya. Setelah itu, Paus terpilih dibawa ke "Room of Tears", ruangan kecil di samping Kapel Sistina, untuk mengenakan pakaian putih khas Paus yang telah disiapkan dalam berbagai ukuran.
Setelah berganti pakaian, Paus baru akan dibawa ke balkon utama Basilika Santo Petrus untuk menyapa umat Katolik di seluruh dunia. Pada saat yang bersamaan, asap putih akan keluar dari cerobong Kapel Sistina sebagai simbol bahwa Paus baru telah terpilih. Lonceng gereja berdentang dan pengumuman resmi "Habemus Papam (Kita Memiliki Paus)" disampaikan kepada khalayak yang menanti dengan penuh harapan.
Proses konklaf menunjukkan betapa sakral dan berharganya momen pemilihan Paus dalam tradisi Gereja Katolik. Seluruh umat kini menantikan sosok pemimpin baru yang akan membawa arah dan harapan bagi masa depan Gereja.
(sto/apu)