Sebagai seorang Pahlawan Nasional sekaligus pejuang emansipasi perempuan nama RA Kartini tidaklah asing bagi bangsa Indonesia. Berbeda halnya dengan sang putra semata wayangnya, yaitu Soesalit Djojoadhiningrat, yang mungkin belum banyak dikenal oleh seluruh masyarakat. Lantas, seperti apa sosok Soesalit Djojoadhiningrat sebagai anak satu-satunya RA Kartini?
Kembali kilas balik beberapa dekade yang lalu, seorang pejuang emansipasi wanita, yaitu RA Kartini melahirkan seorang anak laki-laki dari pernikahannya bersama dengan sang suami. Dijelaskan dalam buku 'R.A. Kartini: Peran dan Sumbangsihnya bagi Indonesia' oleh Adora Kinara, bahwa setelah menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Ario Singgih Djojoadiningrat, RA Kartini mengandung buah hatinya.
Diketahui bahwa RA Kartini menikah dengan sang suami pada 12 November 1903. Kemudian di tanggal 13 September 1904, putra pertama sekaligus terakhirnya lahir. Sang putra diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Sayangnya, empat hari setelah melahirkan Soesalit Djojoadhiningrat RA Kartini meninggal dunia di usianya yang ke-25 pada 17 September 1904.
Kisah pilu Soesalit Djojoadhiningrat tidak hanya dikarenakan kehilangan oleh sang ibu saat masih menjadi 'bayi merah', tetapi juga harus menjadi yatim piatu di usia yang tergolong sangat muda. Sebagai cara mengenal sosoknya secara lebih dekat, artikel ini akan merangkum kisah Soesalit Djojoadhiningrat. Simak penjelasannya berikut ini.
Biografi Soesalit Djojoadhiningrat Anak RA Kartini
Sebelum mengetahui kisah anak satu-satunya RA Kartini, yaitu Soesalit Djojoadhiningrat, terlebih dahulu mari mengenal sosoknya secara lebih dekat. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Soesalit Djojoadhiningrat lahir pada 13 September 1904 silam.
Hari kelahiran Soesalit Djojoadhiningrat disebut-sebut sebagai momentum yang bersejarah sekaligus tragis bagi bangsa. Miftachun Nur dalam bukunya 'Kartini: Cahaya di Ujung Gelap', dijelaskan bahwa sebagai pahlawan emansipasi wanita, RA Kartini menjadi sosok yang begitu bermakna bagi bangsa Indonesia. Terlebih bagi para wanita yang telah diperjuangkan kesetaraannya.
Momentum RA Kartini melahirkan anak pertamanya terekam dalam sejarah Indonesia. Dikatakan bahwa setelah melahirkan Soesalit Djojoadhiningrat, RA Kartini akhirnya merasakan kebahagiaan karena menjadi seorang ibu. Sebaliknya, di momen yang sama, RA Kartini juga harus menghadapi kesehatan yang semakin memburuk.
Kondisi kesehatan RA Kartini yang semakin melemah membuat sosoknya harus kehilangan nyawa. Tepat empat hari setelah melahirkan Soesalit Djojoadhiningrat, RA Kartini menghembuskan nafas terakhir di tanggal 17 September 1904.
Berbeda dengan sang ibu, nama Soesalit Djojoadhiningrat sendiri tidak banyak disorot oleh bangsa Indonesia. Padahal dirinya menyimpan kisah hidup yang penuh pilu sebagai anak dari seorang Pahlawan Nasional di Indonesia.
Kisah Pilu Soesalit Djojoadhiningrat
Lantas, seperti apa kisah pilu yang dialami oleh anak RA Kartini, yaitu Soesalit Djojoadhiningrat? Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Soesalit telah menjadi seorang anak yang tidak memiliki ibu sejak masih bayi. Dirinya tidak dapat memperoleh kasih sayang seorang ibu sejak usianya yang sangat belia.
Dijelaskan dalam laman Lembaga Pers Mahasiswa Qimah UIN Sunan Ampel Surabaya, dikatakan bahwa sepeninggal ibunya, Soesalit diasuh oleh ayahnya. Meskipun begitu, Soesalit hanya dapat merasakan kasih sayang dari ayahnya hingga usia 8 tahun saja.
Hal tersebut dikarenakan pada usia tersebut, Soesalit harus kehilangan orang tua satu-satunya yang tersisa, yaitu ayahnya. Sebagai seorang yatim piatu, Soesalit akhirnya diasuh oleh kakak tirinya yang bernama Abdulkarnaen Djodjoadiningrat.
Pada saat itu, Soesalit dikenal sebagai anak laki-laki yang tumbuh cerdas dan berkeinginan kuat. Hal ini dibuktikan dengan usahanya dalam menyelesaikan pendidikan dan melanjutkan kehidupannya dengan sebaik mungkin.
Soesalit Djojoadhiningrat Tumbuh Besar Tanpa Orang Tua
Kepiluan yang harus dirasakan oleh Soesalit sejak usia muda tak membuat dirinya menyerah. Meskipun hidup tanpa orang tua, Soesalit Djojoadhiningrat terus melanjutkan hidupnya. Masih merujuk dari sumber yang sama, dikatakan bahwa Soesalit sempat menekuni pendidikan di Europe Lagere School atau ELS yang merupakan sebuah sekolah elite tempat anak-anak kalangan pribumi dan Eropa tertentu belajar.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikannya di ELS, Soesalit kembali melanjutkan belajarnya di Hogare Burger School atau HBS. Kemudian masa pendidikan Soesalit berlanjut dengan mengambil bidang hukum di Rechthoogeschool atau RHS yang ada di Batavia. Akan tetapi, pendidikan tersebut belum diselesaikan. Alasannya karena Soesalit harus memenuhi panggilan militer.
Sementara itu, dijelaskan dalam laman UT HKG, pendidikan militer Soesalit berjalan cukup baik. Setelah berhasil menyelesaikan sekolah militer di Magelang, Soesalit bergabung sebagai Pembela Tanah Air atau PETA.
Karier militer Soesalit terus berlanjut hingga dirinya ditugaskan sebagai komandan batalion PETA di Banyumas selama 3 tahun, yaitu sejak 1943-1945. Kemerdekaan Indonesia membuat Soesalit dipindahtugaskan. Dirinya resmi menjadi Komandan Divisi III/Yogyakarta setelah ditunjuk oleh Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin pada saat itu. Hal ini dikarenakan Soesalit disebut-sebut menjadi sosok yang favorit bagi Amir Sjarifuddin.
Sebagai sosok yang memiliki jabatan yang cukup mentereng di militer, Soesalit dikenal memiliki postur tubuh yang mengesankan. Tidak hanya tinggi, sorot matanya juga tajam. Bahkan Soesalit juga dikenal memancarkan aura sebagai sosok yang terpelajar.
Selain itu, Soesalit juga dikenal memiliki sifat yang cukup sulit untuk ditebak oleh rekan sejawatnya. Dikatakan bahwa Soesalit lebih suka berjalan kaki saat ditugaskan ke lokasi tertentu. Kemudian Soesalit juga dikenal sebagai sosok yang tidak begitu suka terlibat dengan perwira asing.
Kemudian dijelaskan dalam laman resmi Provinsi Jawa Tengah, bahwa Soesalit Djojoadhiningrat sempat menikah dengan Siti Loewijah. Sosok Siti Leowijah merupakan anak priyayi asal Tegal. Melalui pernikahan tersebut Soesalit memiliki seorang buah hati yang diberi nama Boedi Setyo Soesalit. Keturunan RA Kartini berlanjut dengan sang cucu, yaitu Boedi Setyo Soesalit menikah dengan seorang perempuan bernama Sri Bidjatini.
Kemudian dengan pernikahan tersebut Boedi Soesalit memiliki total lima buah hati yang diberi nama Kartini, Kartono, Rukmini, Semimum, dan Rachmat. Dikatakan dalam sumber tersebut, bahwa kehidupan cucu dan cicit RA Kartini dipenuhi dengan keprihatinan. Ini dikarenakan kondisi ekonomi yang dapat dikatakan tidak stabil.
Oleh sebab itu, pihak Pemerintah Jawa Tengah melalui Pemerintah Kabupaten Jepara membentuk sebuah tim kecil guna membantu keturunan RA Kartini. Dikatakan dalam sumber yang sama yaitu Soesalit Djojoadhiningrat meninggal dunia di tanggal 17 Maret 1962 diakibatkan komplikasi penyakit.
Itulah tadi rangkuman penjelasan mengenai kisah pilu Soesalit Djojoadhiningrat. Semoga
Simak Video "Video Selvi Ananda Beri Pesan untuk Perempuan: Saling Menopang-Mendukung"
(sto/afn)